Delapan Belas

25.9K 1.7K 195
                                    

Happy Reading 💓

Vanya tidak tau apa yang membuat dirinya bisa sangat tertarik pada gadis seperti Kirana.Gadis ceria dan polos.Siapapun saat baru pertama kali melihat senyum itu pasti akan langsung tertarik,senyum tulus yang terlihat keluguan,kekanakan dan menggemaskan.

Vanya iri.Ya,dia iri dengan kesempurnaan gadis itu, dengan senyum bebas gadis itu, bahkan keluarga hangat yang gadis itu miliki,tapi Vanya tidak mempunyai maksud apa-apa dia hanya merasa iri dengan apa yang gadis itu milik yang sejak dulu tidak pernah dirinya miliki.Oleh karena itu saat Kirana tadi dalam bahaya, tanpa pikir panjang Vanya menolongnya yang mengakibatkan tangannya berdarah sekarang ini dan dia tidak menyesalinya sama sekali.

Kirana meringis saat merasakan lututnya berdenyut sakit bahkan telapak tangannya mungkin terkena isi di dalam cangkir yang ternyata cokelat panas yang sekarang sudah jatuh ke lantai.Mereka semua panik dan langsung membantu.

Kelima abangnya dan Baling mengelilingi Kirana bertanya panik sambil melihat keadaan sang adik.

"Nana mana yang sakit sayang? Sini bilang Abang,"ujar Orlan khawatir sambil meraih tangan sang adik yang sudah memerah.

Elvan dan Adnan sudah bersimpuh di kedua sisi sang adik yang terduduk sambil meringis sakit.

"Sayang,mana Abang liat yang sakit."Evan melihat lutut adiknya yang memar dan sedikit lecet dia mengelusnya mencoba menghilangkan rasa sakitnya.

Mata Kirana berkaca-kaca.Ini sangat perih,tangan dan lututnya rasanya sangat sakit.

"Hiks...Abang sakit...panas..hiks... tangan Nana panas..."isak Kirana.

Baling mengelus pipi gadisnya sambil menghapus air mata yang mulai terjatuh.

"DASAR TIDAK BECUS!"teriakan itu menarik perhatian semua orang.

Faro yang tadi membantu Vanya berdiri langsung bergidik ngeri melihat kemarahan Afkar.Via bahkan tanpa sadar bersembunyi di belakang tubuh Kio.

"PELAYAN KURANG AJAR,KAMU TIDAK TAU CARANYA BEKERJA DENGAN BENAR?!"Teriak Afkar."LIHAT! Adik saya terluka karena kecerobohanmu!"

Pelayan itu bergetar takut, matanya berkaca-kaca dan malu saat semua pengunjung cafe menatap kejadian itu.

"M-maaf...t-tuan..."

"KAU PIKIR-"

"Kau di pecat!"

Suara Afkar terpotong dengan suara dingin menyeramkan itu.Baling sudah berdiri dengan wajah memerah menahan amarahnya.Beraninya pelayan ini membuat kekasihnya menangis dan merintih kesakitan.

"Kemasi barang-barangmu dan pergi dari tempat ini,jika tidak,maka siap-siaplah ku seret ke penjara!"

Suara bisik-bisik terdengar dari pengunjung lain, kebanyakan menatap kasihan pelayan yang umurnya sekitar 20an keatas itu.

Sang manager datang dengan tergesah-gesah saat melihat keributan di restorannya.

"Ada apa mas Baling?"tanyanya pada Baling,tentu saja dia mengenal pemilik restoran ini.

"Pecat pelayan bodoh ini,saya tidak butuh pekerja yang tidak becus."jawab Baling dingin.

"Baik,mas."

Sang manager menatap anak buahnya perihatin,dia tidak bisa membantu apapun saat sang atasan sudah memutuskan hal mutlak.

"Ayo pulang."

Afkar menggendong sang adik yang masih terisak, melewati semua pasang mata yang memandang dirinya yang diikuti keempat adiknya di belakang.Mereka bahkan tidak lagi ingat ada sosok Vanya yang berdiri diam di samping Faro yang tadi menolongnya.

[FA#1] Five Abang [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang