Dua Puluh Satu

23.1K 1.6K 245
                                    

Happy Reading 💓

Plak

"Anak tidak tau di untung!"

Denyut panas dan rasa nyeri di pipinya membuat sosok itu hanya mampu mengepalkan tangannya seerat mungkin,menahan gejolak emosi yang kian meningkat.Mencoba mengontrol laju tangannya agar tidak ikut andil dalam masalah ini, karena bagaimanapun laki-laki di depannya ini masih memiliki darah yang sama dengannya.

"Apa saja sebenarnya yang ada di pikiran kamu? Menghamburkan uang? Balapan? Bolos hingga empat hari? Kamu pikir siapa kamu bisa menentukan hidup kmu sendiri,hah?!"ucapan bernada kencang itu hanya dapat dirinya dengar tanpa menjawab.

Baling melirik dengan sudut matanya dan melihat Mamanya tengah menangis hebat melihat keadaan dirinya sekarang ini.

Bug

"Tidak punya mulut?!"

"Mas!"

Hera berseru kencang dan segera berlari menuju anaknya yang sudah tersungkur mendapat pukulan itu.

"Sayang,kamu gak pa-pa."Hera bertanya cemas sambil menangkup wajahnya.

Baling hanya mengulas senyum menenangkan untuk Mamanya.

Anton—Papa Baling masih di penuhi dengan amarah hanya menatap istri dan anaknya dengan kilat emosi yang masih membara.

Sedangkan di lain sisi sosok laki-laki muda hanya duduk dengan santai sambil memainkan game pada ponselnya dan juga wanita yang bisa di bilang seumuran dengan Hera itu hanya menopang dagu menonton dengan bosan.

"Mas, udah? Aku laper nih,katanya mau makan di luar."ucap Claudia—Istri kedua Anton yang tak lain adalah madu dari Hera.

Hera memeluk erat putranya yang mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih, dengan sorot mata penuh kebencian.

Anton menghela nafas mendengar itu lalu berucap pada Baling.

"Jangan jadi anak yang menyusahkan, setidaknya ada sedikit dari diri kamu yang bisa saya banggakan,"setelah mengucapkan kata tajam itu Anton segera pergi dari sana sambil merangkul pinggang istri mudanya.

Laki-laki yang sejak tadi duduk santai itu ikut bangkit.Leon menatap Baling sekilas lalu mengedikan bahu dan beranjak pergi mengikuti Papa dan Mamanya.

Baling meraih Mamanya dalam pelukan erat mencoba menahan air mata.Laki-laki tidak boleh menangis,jika dirinya ikut menangis maka Mamanya akan ikut sedih.

Ya,lagi pula dirinya sudah terbiasa dengan semua ini, dengan keadaan keluarganya ini.

Keluarganya yang berantakan.

🍭

"Ihhh jangan di ganti! Sampe Abang ganti aku marah!"jerit Kirana saat melihat Adnan yang meraih remote akan mengganti saluran televisi.

"Aelah,Na.Masa abang-abang kamu di suruh liat si Dugong berenang-renang gitu!"decaknya sebal.

"Bukan Dugong! Itu mermaid.Mer-maid!"ucapnya menegaskan.

"Ya ya ya,terserah apa lah itu intinya ganti! Kamu liat dong itu dia gak pakek baju gitu! Abang cowok dewasa ya,nanti hilaf,Na!"grutu Adnan lagi tidak ingin menyerah membujuk sang adik agar mengganti saluran televisi yang menayangkan Ariel alias putri duyung tidak memakai pakaian dan hanya sebuah bra.

Kirana masa bodok,dia justru dengan santai masih tiduran di atas dada Papinya yang sedang bersantai di sofa.Seperti biasa saat malam-malam sebelumnya mereka akan selalu berkumpul bersama di rumah,sudah menjadi kebiasaan keluarga Mahardinata untuk meluangkan waktu mereka demi sang adik.

[FA#1] Five Abang [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang