Selamat membaca, uwuu:*
Jangan lupa vote dan comment-nya yess. Selamat:))...
Keesokan harinya, Tasha bangun pagi-pagi sekali hanya untuk melihat pemandangan alami yang akan diabadikan dalam ponselnya. Ia sudah duduk manis menunggu sang mentari menampakkan dirinya dari pukul lima pagi.
"Mas Matahari mana sih?" gerutu Tasha. Deru mesin motor mulai beradu dengan kokokan ayam jantan. Beberapa pedagang sayur mulai menampakkan dirinya. Mengapa yang datang malah pedagang sayur bukan matahari?
Mata Tasha menyipit kala sinar matahari yang ditunggunya mulai mengenai matanya. Dengan segera ia mengarahkan ponselnya dan memotret beberapa scene yang menurutnya bagus. Setelah mendapatkannya, ia segera kembali ke kamar dan bersiap.
"Bebeb lo udah di dep---"
"Gue turun," sela Tasha seraya menuruni tangga dengan sedikit berjoget ria. "Bunda, Tasha berangkat ya," pamitnya.
Setelah mendapat anggukan kepala dari Bunda, Tasha segera keluar dan memakai sepatunya. Tampak sosok Varo dibalik helmnya sedang menatap ponselnya serius. Tasha tak segan langsung menepuk bahunya.
"Pagi," sapanya dengan senyuman yang cerah.
"Eh, ah. Hai, eh, pagi juga," sapa balik Varo sedikit tergagap. Ada apa? Tanpa basa-basi, Tasha langsung menaiki motor setelah mengetahui jika Varo sudah siap.
Tasha tak terlalu ambil pusing atas perilaku Varo yang berbeda dari biasanya. Menurutnya, buat apa mengekang seorang lelaki? Jika suatu saat lelaki tersebut akan paham dengan maksudnya.
Setibanya di sekolah, Tasha melihat sesosok manusia yang tengah menatapnya tajam. Ia menyipitkan matanya, sosok itu tidak terlalu kentara dalam penglihatan Tasha. Ia yakin bukan Rie, lalu siapa?
"Kamu duluan aja, aku mau ke sana dulu," ucap Varo dengan bahasa aku-kamuan yang membuat Tasha speechless. Ia menengok ke arah yang ditunjuk Varo, hanya kumpulan anak lelaki.
Tasha mengangguk kemudian menyahut, "Iya, daah."
Saat Tasha berjalan, bahunya tak sengaja ditabrak oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Ia menoleh ke belakang, tampak kepangan rambut yang hampir sama dengan sosok tadi. Bulu kuduk Tasha langsung berdiri, siapa sih?
Ia segera mempercepat langkahnya menuju kelas dan berkeluh kesah bersama sahabatnya. "Rie!" teriak Tasha yang membuat Rie menoleh ke arahnya.
"Apaan, Set?"
"Masa Varo tadi ngomongnya pake aku-kamuan. Kenapa?" bisik Tasha.
Rie langsung menyahut, "Oh, mungkin dia emang ngebet lo. Lo seneng juga, 'kan?"
Tasha mengendikkan bahunya, ia tak tahu dengan perasaannya saat ini. Ia bingung, ia tak mau menjadikan Varo hanya sebagai 'pengganti' Daniel. Ia akan membuat Varo sebagai yang terakhir. Mana mung---
"Wassap, Bro!" sapa Ridho yang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Tentu saja membuat Tasha dan Rie berjengit kaget.
"Heh, dodol. Ngapain?!" sengit Rie. Tanpa ikur campur masalah mereka, Tasha berjalan menuju tempat duduknya. Kadang ia sempat berpikir jika baru tahun pertama saja sudah seperti ini, bagaimana selanjutnya?
AKU BUKAN BONEKAMU~~
BISA KAU SURUH-SURUH~~
DENGAN SEENAK MAUMU~~
Tasha mendecak sebal dengan berkacak pinggang. Ia berjalan menuju Fadil yang tengah menikmati lagu yang sedang booming ini. "Heh!"
"Bu Hayn ud---"
AKU BUKAN BONEKAMU~~
BISA KAU RAYU-RAYU~~
KALAU KAU BOS---
Putaran lagu langsung terhenti disaat mata tajam Bu Hayn sudah mengelilingi seisi kelas. Beberapa anak lelaki yang mengikuti ajakan Fadil langsung mengekuarkan keringat dingin. Mata Bu Hayn tak henti-hentinya menatap tajam seisi kelas.
"Siapa yang nyuruh nyetel lagu senam?!" bentak Bu Hayn.
Tak sampai dua detik setelah mendengar bentakan Bu Hayn, loloslah tawa semua anak. Bisa-bisanya Bu Hayn menjuluki lagu tersebut dengan lagu senam. Tasha tak habis pikir dengan Bu Hayn kali ini.
"Bu, lebih cocok jadi lagu odong-od---"
"Diam!" sela Bu Hayn.
Tak terasa setelah perang dunia dengan Bu Hayn, bel istirahat berbunyi menyelamatkan mereka semua. Tanpa pamit dan salam, Bu Hayn langsung pergi begitu saja dari kelas.
"Lagunya siapa sih?" tanya Jia pada Fadil.
"Ada pokoknya," kekeh Fadil diikuti juluran lidah.
Tasha memutar bola matanya malas mendengar percakapan Jia dan Fadil. Ia menarik Rie untuk pergi ke kantin. Tanpa basa-basi, Jia dan Fadil membuntuti langkahan kaki Tasha.
"Itu apaan dah?" tanya Rie geram melihat kerumunan anak di kantin. Mengherankan, hampir tiap hari ada kerumunan seperti ini. Entah acara menembak gebetannya atau berkelahi.
"Nembak paling," sahut Tasha acuh.
Rie menggelandang Tasha menjauhi kerumunan menuju kios Bu Us, ibu-ibu penjual jus buah. Entah ada apa dengan semua ini, tak biasanya kios Bu Us sepi seperti ini. Sepertinya, kerumunan itu sangat berbeda dari biasanya.
"Tasha!" panggil seseorang.
Merasa dipanggil, Tasha menolehkan kepalanya ke sumber suara. Ia langsung speechless melihat sesosok manusia yang membuatnya jatuh akhir-akhir ini sedang berlulut membaca cin-- eh bunga mawar.
"Sha, kamu mau nggak jadi pacarku?"
Tangan Tasha terangkat menutupi mulutnya. Ia tak percaya dengan Varo yang berani menembaknya di kerumunan seperti ini. Ini sangatlah memalukan. Lihat saja, sekarang sudah banyak siul-siulan yang bergemuruh.
Tubuhnya linglung, ia hampir terjatuh kali ini. Kakinya terayun untuk menjauhi semuanya. Ia tak kuasa untuk menjawab, ia tak mau emosi yang menjawabnya. Ia berlari menuju halaman belakang sekolah.
"Sha! Tunggu!" teriak Rie dan Jia bersamaan. "Please, Sha! Berhenti!"
Tasha menutup telinganya dan tetap berlari. Satu detik kemudian, pergelangan tangan Tasha sudah ditangkap oleh Ridho. Tasha menghentikan langkahnya paksa, mukanya tertunduk enggan menatap sahabatnya.
"Sha, nggak kaya gini lo ngehindar dari masalah," saran Jia. Ia berjalan memeluk tubuh Tasha. Tak terasa bahunya basah karena air mata yang dikeluarkan mata Tasha.
"Gue takut, bingung, gundah, gelisah, kaget, cap---"
"Udahlah, Sha. Kalau lo suka bahkan cinta sama dia, ya terima aja. Lo jangan terikat sama masa lalu."
Mendengar petuah dari Ridho yang jarang-jarang dikeluarkan, Tasha langsung melepas pelukan Jia dan berjalan kembali ke kantin. Kantin masih keadaan yang sama, ramai. Apalagi setelah Tasha melarikan diri.
"Ro," panggil Tasha. Di belakangnya tampak keempat sahabatnya yang seakan berjaga untuk Tasha. "Maaf ya. Aku tadi kebawa emosi, maaf."
Varo tersenyum kemudian menjawab, "Iya, nggakpapa kok. Jadi, kamu mau?" Ia tampak mengambil bunga mawar tadi dari saku celananya.
Tasha menarik sudut bibirnya. "Iya."
A/n
Duh, Mba Tasha dah pacaran lagi aja. Pipi aja belum pernah, wk🤣 gimana dahh. Gimana part ini? Feel-nya dapet ga? Komenn. Jangan lupa ikut gipweinya ya. Syarat ada di bab sebelumnya.Salam sayang, Pipi:*
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI MALAM [END]
Teen Fiction[BELUM REVISI] Perjalanan yang berawal dari seseorang yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Sampai ia mampu mengubah segalanya. Hingga aku tahu, aku hanyalah 'pelangi malam'. Sesosok manusia yang selalu diharapkan, namun nyatanya hampa. Kemudia...