Selamat membaca ❣️
...
“Bun, zombie tidur dulu ya,” pamit Tasha. Bundanya hanya mengangguk dan masih setia duduk di depan televisi menunggu suami tercintanya pulang.
Tasha tidur dengan keadaan mata sembab, karena sebelum tidur ia kembali teringat dengan kata-kata yang tertulis di secarik kertas di mejanya tadi. Selain itu, ia takut jika besok tidak ada yang memberinya selamat kepadanya.
***
Pagi-pagi, Tasha enggan masuk ke sekolah karena di rumah tadi sudah di beri kejutan oleh keluarga kecilnya. Siapa lagi kalau bukan Kak Tiara yang melemparinya telur busuk setelah Tasha keluar dari kamar mandi.
“Selamat ulang tahun ya, Dek.” Satu kecupan mendarat di kening Tasha, ditambah satu kecupan lagi dari ayahnya tersayang dan satu tamparan dari kakaknya yang sangat menyebalkan.
Keluarga kecil itu tampak merayakan ulang tahunTasha kecil-kecilan sampai lupan jika sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit.
Tasha langsung memakai sepatunya dan menarik sang Ayah untuk mengantarnya ke sekolah dengan cepat, karena nanti jika yang mengantar Kak Tiara malah diajak berkeliling-keliling kota terlebih dahulu.
Tuhan sedang berbaik hati kepada Tasha, pagar sekolah masih terbuka lebar menandakan Tasha belum terlambat. Segera saja Tasha berlari menuju kelasnya seakan lupa dengan tingkah laku teman busuknya kemarin.
Sesampainya di depan kelas, pintu kelas tertutup. Tasha was-was untuk membuka pintu, ia takut jika di dalam kelas sudah ada guru yang mengajar buktinya sekarang kelas dalam keadaan hening.
Entah dorongan dari mana, tangan Tasha seperti terdorong dari belakang dan tertarik dari depan alhasil engsel pintu sudah dipegang Tasha. “Cklek” pintu terbuka dan,
“Happy Birthday, Tasha.” Dalam sekejap tubuh bersih Tasha menjadi kotor seakan siap untuk digoreng.
“Hbd ya, Sha.” Beruang cokelat itu menutupi penglihatan Tasha. Siapa gerangan yang memberikan boneka beruang besar ini?
Setelah mengambil boneka tersebut, Tasha mengetahui siapa yang memberinya boneka itu. Seseorang yang membuatnya menangis dan menjadi zombie kemarin. Annie dalam sekali gerakan langsung merangkul posesif lengan Daniel.
“Rie, anterin gue ganti baju.” Tasha berlari menjauhi kelas dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya, dan tentunya berganti pakaian.
Tasha keluar kamar mandi sambil membawa sekantong plastik berisi baju seragamnya yang baru, sedangkan sekarang ia memakai baju seragamnya SMP. Tasha mendapati Rie sedang mengeluh dan menghembuskan nafas panjangnya dengan kasar
“Apa?” tanya Rie setelah mengetahui Tasha bersandar di dinding kamar mandi yang sedang mengamati dirinya
“Gue mau balik ke kelas.” Rie menahan tangan Tasha
“Tapi ... ” ucap Rie tertahan
Tasha melepas genggaman tangan Rie sambil melenggang maju meninggalkan Rie dan berbicara, “Gue haus.”
“Gue harap lo ngga sakit hati, Sha,” batin Rie dan berjalan mengikuti punggung Tasha yang menghilang di balik tembok
Tasha terdiam di depan pintu kelas, menyaksikan semua yang ada di dalamnya. Kakinya seakan lumpuh untuk bergerak, tak hanya kakinya namun lidahnya juga kaku untuk berteriak. Tasha hanya seperti patung yang terdiam di depan kelas menyaksikan kejadian yang membuat pertahanannya runtuh.
Yang bisa Tasha lakukan hanyalah lari, berlari menjauhi kenyataan yang dihadapinya sekarang. Berlari entah kemana menjauhi realita yang seakan-akan berlari mengejarnya. Tasha sudah tidak kuat lagi.
Ia berhenti di taman sekolah, terduduk bersimpuh di antara pepohonan asri. Rie dan Fadil mengejarnya karena takut jika ada sesuatu dengan Tasha.
“Lo nggapapa kan?” tanya Fadil memegang tangan Tasha
Tasha hanya menggeleng untuk memberikan jawaban pada Fadil dan Rie yang sudah berbaik hati untuk menolongnya kesekian kali.
“Gue mau pulang,” bisik Tasha kepada Rie yang sekarang mereka bertiga sedang duduk di kursi taman.
Setelah menelfon bunda Tasha, Tasha diantar ke kelas untuk mengambil tasnya dan berpamitan kepada guru yang sedang mengajar dengan alasan sakit.
Rie menemani Tasha sampai Bunda datang, tetapi setelah mobil jazz merah berhenti tepat di depan Tasha. Tasha malah pergi kembali ke kelas. “Ngga jadi pulang.”
Rie meminta maaf kepada Bunda dan kembali menyusul Tasha yang sekarang sudah berada di kursi di depan kelas.
“Kenapa?” tanya Rie
“Gue mau ikut pelajaran, tapi maunya duduk di belakang aja,” jawab Tasha
Rie berfikir sejenak. “Tapi gue di depan.”
“Nggapapa,”
Mereka berdua masuk ke kelas setelah diinterogasi oleh Bu Ley. Tasha melewati dua insan, dua pasang mata yang sedang bertatapan dan bersenda gurau. Tasha menghela nafas pendek dan segera duduk di bangku paling belakang bersama Gita.
Tasha berniat untuk melupakan seseorang yang sekarang duduk di bangku depannya. Dan memulai hari yang baru tanpa pengganggu.
Bel sekolah berbunyi, Tasha dibangunkan Gita karena sejak jam 1 tadi Tasha sudah tidur. Dan sekarang menunjukkan jam 3.
“Gue pulang dulu ya, Rie.” Tasha masuk ke dalam mobil Bundanya.
Malamnya, Tasha hanya bisa nangis sampai kejadian kemarin terulang kembali. Tapi hari ini lebih dari yang kemarin. Tasha berhasil menangkap cicak dan dibuatnya bermain. Padahal biasanya cicak mati saja sudah nangis-nangis minta dicabut nyawanya.
“Cak, gue lagi patah hati.” Tasha mengelus lembut punggung cicaknya seakan ia sedang menjinakkan cicak tersebut.
“Dek, lo curhat sama siapa?” tanya Kak Tiara yang sedang membaca di pojok baca Tasha
Tasha tidak menjawab melainkan mendekati kakaknya dan memperlihatkan cicak di depan muka Kak Tiara.
Seakan masuk ke dalam rumah hantu, Kak Tiara berlari mengelilingi kamar Tasha mencari jalan keluar menuju kamarnya dengan berlari terseok-seok.
“Thanks, Kak. Lo ngehibur gue.”
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI MALAM [END]
Dla nastolatków[BELUM REVISI] Perjalanan yang berawal dari seseorang yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Sampai ia mampu mengubah segalanya. Hingga aku tahu, aku hanyalah 'pelangi malam'. Sesosok manusia yang selalu diharapkan, namun nyatanya hampa. Kemudia...