°Bab 36°

175 18 0
                                    

Selamat membaca guys. Di part ini bakal diubek-ubek emosi kalian, wk😂

...

Berhubung mereka masih berada di kantin, sorak sorai semua siswa menggema memenuhi kantin. Entah karena malu atau malu, Tasha melangkahkan kakinya menjauhi kantin. Dengan cekatan, Varo menggenggam pergelangan tangan Tasha. Sorakan kembali bersuara.

Tasha merasa ada ribuan bahkan jutaan kupu-kupu menyeruak keluar dari perutnya. Ia bersyukur bisa hidup seperti ini. Meskipun tidak bersama Daniel, ia bisa membuktikan bahwa ia juga bisa berbahagia.

Mereka berdua berpisah di perbatasan kelas mereka. Tasha segera memasuki kelas dan menelungkupkan wajahnya diantara lipatan tangannya. Pipinya memanas jika membayangkan kejadian yang baru saja dialaminya. Perlahan, ia mengulum senyum dalam diamnya.

"Cie, yang baru saja jadian," canda Jia seraya menyenggol kepala Tasha dengan sikunya.

"Apaan sih?" geram Tasha malu-malu sambil menutupi wajahnya. "Sakit, bego!"

"Cie, pajaknya dong, Sha," kekeh Ridho.

Kedua alis Tasha bertautan kemudian ia bersuara, "Pajak apaan?"

Keempat sahabatnya menghela napas sabar kemudian dengan serentak mereka menjawab, "Pajak jadian, Sha. PJ."

Tasha membulatkan mulutnya. "Ooh." Ia mengedarkan pandangannya kemudian berbisik, "Ngga ada."

"Huu."

Guru mata pelajaran selanjutnya adalah guru yang paling disebali oleh seisi kelas. Siapa lagi jika bukan Pak Jito? Guru yang seenaknya memberi tugas dan ulanfan dadakan. Siapa yang tidak sebal dengan beliau?

"Haduh, Pak Jito lagi," keluh Tasha pada Rie. Sebenarnya pelajaran ini tidak terlalu sulit bagi mereka, hanya saja tugas dan ulangan dadakan itu yang menyebabkan pelajaran menjadi sulit.

"Tutup buku! Ambil kertas! Pisah meja!"

Helaan napas seisi kelas hampir terdengar hingga gerbang sekolah, canda. Dengan berat hati, mereka semua memasukkan buku dan memisah meja mereka. Tak lupa menyiapkan kertas khusus ulangan.

"Sha, gue nanti tanya ya," mohon Rie sambil mengedipkan sebelah matanya. Mau tidak mau Tasha harus mengangguk. Begitu juga dengan ketiga sahabat lainnya yang memohon hal yang sama.

"Teng ... teng .... Saatnya jam pelajaran ke enam."

Suara dari speaker tersebut membuat semua siswa du kelas Tasha bingung mencari jawaban. Entah bertanya pada teman di sampingnya, depannya, bahkan pada Pak Jito.

"Pak Jito yang terhormat. Izinkan saya menanyakan jawaban nomor satu sampai dengan nomor sepuluh," ucap Ridho dengan logat sok-sokan.

Gelak tawa memenuhu kelas tersebut. Bisa-bisanya ia bertanya jawaban pada guru dan semua ditanyakannya. Dasar tidak mempunyai asupan nutrisi.

Sepulang sekolah, Tasha segera menyalami Bu Kinan dan keluar kelas. Ia duduk di bangku panjang berwarna putih. Ia menunggu kedatangan Varo sambil sesekali memainkan ponselnya.

"Sha, kita duluan," pamit Rie sambil melambaikan tangannya. Di samping Rie ada Ridho yang juga melambaikan tangan pada Tasha. Dengan senyuman, Tasha membalas lambaian tangan mereka.

"Dahh, Sha." Kali ini yang keluar dari kelas adalah Fadil dan Jia. Tasha tersenyum kemudian mengangguk.

Tepat setelah ia menganggukkan kepalanya, Varo datang dan duduk di sampingnya. "Ayo, pulang"

***

Selama tiga hari ini, Tasha selalu diantar jemput oleh seseorang yang menyandang gelar sebagai 'pacarnya'. Dalam tiga hari ini juga, Tasha tampak bahagia dan lebih fresh dari biasanya. Bisa jadi dengan adanya sosok Varo yang selalu ada.

Hari ini, Tasha akan hang out bersama sahabatnya. Bukannya bosan atau apa, ia hanya memberi Varo istirahat setelah empat hari terakhir selalu bersama dirinya. Tasha memakai jumpsuit berawarna pink pastel dipadukan dengan sepatu kets berwarna putih.

Kali ini, Kak Tiara mau mengantarkan dirinya selamat sampai tujuan. Tentu saja setelah diberi iming-imingan uang dan es krim. Setelah sampai di kafe, Tasha segera memasuki kafe tersebut dan bergabung bersama Rie dan Ridho.

"Hai, pagi setengah siang," sapa Tasha kemudian duduk di salah satu kursi. "Fadil sama Jia belum dat---"

"Itu," sela Ridho sambil menunjuk ke arah dua sejoli tersebut dengan dagunya.

Mereka berlima berbincang ria mengenai apapun. Bahkan, tawa mereka hampir memenuhi kafe dan mengundang banyak pasang mata untuk melihat kebersamaan mereka.

"Gue ngga tau!" geram Tasha kemudian menyeruput minumannya. "Srup."

"Yah, masa lo ngga tau sih, Sha. Bebek kawin sama bebek jadinya telur bebek lah. Kan bebek bertelur bukan beran---"

"Tapi jadinya kan juga bebek!" sergah Tasha tidak terima.

"Beda!"

"Sama!"

"Beda, Sha," ucap Ridho.

"Sama, beg---"

"Shut, udah," lerai Rie. Sejurus kemudian ia menyenggol siku Tasha kemudian berbisik, "Itu Varo, 'kan? Arah jam dua."

Kepala Tasha dengan otomatis menoleh ke arah jam dua. Benar saja, ia melihat Varo sedang bercengkrama dengan seorang cewek. Tentu saja hatinya memanas. Saat ia hendak beranjak, tangannya dicekal oleh Rie menandakan ia tidak diperbolehkan.

"Jangan dulu," ucap Rie sambil menarik Tasha untuk duduk kembali. "Coba lo telepon deh."

Tasha mengeluarkan ponselnya kemudian menghubungi nomor yang sudah berganti nama sejak tiga hari kemarin. Mata Tasha tak henti-hentinya menatap tajam sosok Varo.

[Halo, Sha. Ada apa?] Suara Varo dari seberang.

"Kamu dimana?" tanya Tasha berusaha senormal mungkin.

[Di rumah aja kok. Kenapa?]

Mata Tasha membulat lebar selebar-lebarnya. Sudah pasti Varo duduk di salah satu kursi kafe ini. Lantas mengapa dirinya menjawab di rumah?

"Kamu pake baju ijo ya?" tebak Tasha sok-sokan tidak tahu.

[Engga tuh, aku pake baju biru ini]

Napas Tasha sudah tidak bisa diatur. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Varo yang berbincang dengan dirinya via telepon dan di tempat yang sama. Ua sudah tidak tahan, ia akan menghampiri Varo.

"Sha, tunggu." Tasha mengacuhkan ucapan Rie dan tetap melangkahkan kakinya menuju meja Varo. Sebelum ia berbicara, indra pendengarannya menangkap suatu suara.

"Tadi siapa, Ro?"

"Cuma temen."

Tasha langsung mengetuk meja Varo. Sontak Varo terkejut dengan adanya Tasha disini. Tasha menormalkan emosinya kemudian mengulurkan tangannya ke arah cewek yang duduk di depan Varo.

"Aku Tasha."

"Kina," ucap cewek itu dan membalas uluran tangan Tasha. "Pacar Varo."




A/n
Bersambung ya temen-temen. Buat kalian yang jadi pemenang giveaway, selamat ya. Gimana part kali ini? Terlalu menguras emosi kah? Atau? See you di part selanjutnya ya^^

PELANGI MALAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang