24- Sebuah Harapan

10K 1.1K 285
                                    

Rama sekilas melirik ke arah Dhani yang menyuap sarapannya dengan tatapan kosong. Pagi ini Tian dan Dyra berangkat lebih dulu, mungkin karena masalah di kantor yang harus diselesaikan secepatnya.

"Udah, tenang aja. Kayaknya besok masalahnya udah kelar," Ucap Rama membuat Dhani menoleh ke arahnya.

"Moga aja. Papa harus tau secepatnya biar gak kayak dulu,"

Dhani tak akan lupa bagaimana Tian merasa khawatir sekaligus kecewa saat mengetahui Vira mengidap kanker otak stadium 3 saat itu. Tentu Tian merasakan hal tersebut karena istrinya sendiri menyembunyikan penyakitnya dari dirinya dan Dhani tak ingin mengulang kesalahan sang Bunda.

"Hari ini kita ke rumah sakit. Ntar gue ke kelas pas istirahat." Ucap Rama sambil membereskan bekas sarapan mereka.

"Hmm," Gumam Dhani singkat sebagai jawaban lalu segera beranjak keluar rumah.

Tak lama, Rama juga ikut menyusul dan mereka segera berangkat menuju sekolah.

"Inget ya, ntar istirahat gue samperin." Ucap Rama mengingatkan lagi saat mereka berjalan masuk ke dalam sekolah.

"Iyaaa!" Jawab Dhani menatap kesal ke arah Rama membuat yang ditatap gemas sendiri lalu mengusak rambut sang adik.

Plak!

Dhani memukul keras lengan Rama karena sudah merusak tatanan rambutnya membuat sang empu sedikit meringis namun ia tetap tertawa karena dede kesayangannya ini kalau marah tambah menggemaskan.

"Oiya kalo baris nanti jan paling depan. Muka lo kinclong banget bikin silau," Ucap Rama lalu segera berbelok menuju kelasnya sebelum Dhani mendorongnya ke bak sampah.

"Gada otak emang!" Misuh Dhani mengerucutkan bibirnya lalu segera berjalan cepat menuju kelasnya.

Saat mendudukkan dirinya tiba-tiba kepalanya terasa sakit. Sial, sakit ini tak pernah tau waktu datang menghampiri nya membuat Dhani lagi-lagi harus menekan pelipisnya dengan alis yang bertaut, berharap rasa sakitnya segera hilang.

Pagi tadi, Dhani memuntahkan isi perutnya saat berada di kamar mandi. Setelahnya ia merasa sedikit lemas dan sekarang kepalanya malah sakit, membuat tubuhnya makin terasa lemas.

"PAGI KUMIL GARANG!" Suara Rupin yang masih ada di luar kelas menyapa kucing bunting membuat Dhani segera menurunkan tangannya dan mengambil cermin dibawah laci nya, agar ia terlihat seolah baik-baik saja.

"Jan cerminan mulu ntar manis nya di ambil cermin loh!" Tegur Rupin sambil mendudukkan dirinya dikursi sebelah Dhani.

Dhani hanya mendengus menoleh ke arah Rupin lalu kembali menatap pantulan wajahnya di cermin. Sedikit pucat tapi tak apa, tidak terlalu terlihat.

"Lu udah Sejarah?" Tanya Dhani seraya merapikan poni nya yang sedikit berantakan.

"Ngapain dikerjain, pagi ini Bu Seri gak masuk."

"Eh serius lu? mantep lah. Gue sama sekali belum ngerjain sumpah,"

"Yoi baru pagi tadi kabarnya, katanya beliau mau ke Banjar nganter orang tuanya berobat," Dhani hanya mengangguk lalu setelah teman-teman nya sudah datang semua, mereka segera menuju lapangan untuk melaksanakan upacara rutin setiap hari Senin.

Dhani berdiri di barisan terakhir bersama teman-teman nya karena mereka ingin bernaung di bawah pohon ketapang yang ada di pinggir lapangan.

Kepala Dhani kini bertambah sakit namun ia tetap memaksakan diri untuk mengikuti upacara, malas kalau harus pergi ke UKS toh sakitnya juga nanti akan hilang sendiri.

[✓] MOODY; RamaDhani Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang