# Bab 1. Birull Walidain

220K 11.7K 591
                                    

[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

"Upayaku tak sanggup menebus kasih sayangmu."

~ Ai ~

_________

Zalfa, gadis cantik berkerudung. Saat ini disibukkan menata barang-barang yang akan ia bawa. Hari ini akan menjadi hari tersibuk, besok ia akan berangkat ke pondok pesantren, rasanya berat meninggalkan keluarganya, demi menuntut ilmu dan belajar agama.

Terpaksa?

Entahlah! Dari kecil, setelah lulus SD ia dipondokkan. Padahal nilainya baik, memuaskan, lulusan terbaik waktu itu. Impian masuk SMP Favorit waktu itu, namun ... Pesantrenlah jalan takdirnya.

Segala image tentang pesantren. Hanya untuk anak - anak berandalan, batu loncatan untuk anak - anak yang tidak lulus sekolah - sekolah favorit. Itu yang ia pikiran dulu.

Hampir 6 tahun di penjara suci itu. Kemauan untuk keluar, menikmati masa kebebasan di luar. Namun lagi - lagi orang tuanya yang punya hak. Kembali ke pesantren lagi, kata orang mungkin ini yang terbaik.

"Boleh enggak, Mah. Cuma 2 semester saja di Pesantren, semester 3 ke atas Zalfa boleh ngekos? Ada teman kok pasti."

Mamah Salma, panggilan Zalfa untuk Ibundanya. Tegas, namun tetap lemah lembut.

"Enggak, sampai lulus pokoknya." Zalfa hanya bisa menunduk. Salah satu cara birull Walidain, sebisa mungkin mengikuti perintah beliau. Pilihan pesantren juga baik.

"Mamah enggak mau kamu kaya anak teman Mamah. Dia lulusan pesantren, setelah dia keluar, dia suka keluyuran, bahkan sampai ketahuan pacaran, terus dinikahin paksa. Mamah enggak mau itu terjadi sama kamu, Nak."

Ada yang menyebutnya sindrom anak pesantren. Ketika diberi kebebasan sedikit, ia akan kembali ke "stelan pabrik". Entahlah semua tergantung orangnya. Padahal semua tidak seperti itu. Banyak yang paham ilmu agama namun jarang mengamalkannya. Iya begitulah manusia.

"Kak, nanti kalau di pondok jangan kangen gue ya, yang imut, yang manis ini!" Si Bungsu Rizal kembali berulah, terkenal dengan ketengilannya, tapi dia juga yang membuat rumah ini ramai. Ibarat kalau tidak ada dia, bakso tanpa saos kali ya.

"Tenang, kalau kangen Kakak kirim Al-Fatihah. Khususon ila rukhi ..."

Bug...

"Dasar kaleng kerupuk!" Kesal Zalfa. Bantal sofa berhasil mendarat mulus di wajahnya.

"Oh No! Kaleng kerupuk? Ganteng gini, sebelas dua belas sama Oppa Korea."

"Siapa yang bilang ganteng?" Zalfa memutar malas bola matanya.

"Itu lalat lewat barusan." Rizal menjulurkan lidahnya ke arah Zalfa. Sambil menggoyang - goyangkan pantatnya ke arah Zalfa. Zalfa tidak terima diejek seperti itu.

"Kaleng kerupuk awas ye!" Zalfa sudah ancang-ancang melempar bantal ke wajah Rizal.

Ciah ...

Rizal tertawa terbahak-bahak, saat bantal itu bukannya mengenai target sasaran, malah mengenai anak sulung keluarga ini. Siapa lagi Kakaknya, Azhar.

"Berantem terus, gitu saja terus, sampai ayam beranak ayam." Ucap Bang Azhar. Menimbulkan kekehan dari Mamah Salma.

"Mohon maaf ye, Bang. Ayam itu bertelur bukan beranak, oke?"

Semua yang ada di tempat itu terkekeh bersamaan. Image Kakak Sulung tegas, dan berwibawa susah berbaur, otoriter, itu semua hilang dari Bang Azhar.

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang