#Bab 28. Khitbah tanpa Kepastian

54.3K 5.7K 378
                                    

[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

"Jangan kepo, nanti biki iri."
_____

Tengah hari keluarga Zafran baru saja sampai di Jakarta, kemudian mobil mereka berhenti di sebuah masjid untuk melaksanakan solat dzuhur, serta mengistirahatkan badan dahulu. Sepanjang perjalanan tadi Gus Alif dan Zafran yang bergantian untuk menyetir mobil untuk meringankan agar tidak terlalu capek.

Setelah melaksanakan solat, mereka duduk di serambi masjid yang cukup ramai. Mungkin karena tak jauh dari are mall kelapa gading.

"Masalah keluarganya terima atau tidak, itu urusan Allah, Zaf." Ucap Bang Alif menepuk-nepuk bahu Zafran.

"Kita ke sana dadakan banget, Bang. Belum ngabarin keluarga sana juga. Apa enggak masalah?" Ujar Zafran, tentu saja ada rasa khawatir yang begitu jelas dihatinya.

"Kita lihat nanti sajalah." Ucap Gus Alif, setelah melihat Abahnya keluar dari masjid Bang Alif segera menghampiri serta menuntunya pelan.

Lalu keluar Bani Abdullah itu bergegas menuju ke hotel yang sudah mereka pesan melalui aplikasi online. Hotel yang tak jauh dari rumah yang akan mereka kunjungi.

Rencananya mereka akan kerumah calon Zafran nanti bakda isya'. Sampai di salah satu hotel di darah kelapa gading. Setelah chek in Zafran pun masuk kekamarnya yang berada dilantai 5 sedangkan keluarganya berada dilantai 3. Ia merebahkan di kasur sigle, rasa lelah, gelisah, risau, saat ini menggangu menit demi menit.

Terdengar nada pesan masuk. Zafran segera mengambil benda pipih itu di dalam tasnya.

ALI Sohib
online

Sukses ya bro..

Doakan Al.

Sebagai sohib yang baik
selalu tak doakan.

Thank's sob

Ali tidak lagi online. Kebiasaan tanpa pamitan dulu. Zafran menghela napas, kemudian menaruh ponselnya dinakas. Lalu merebahkan diri di tas kasur, mencari posisi rebahan terenak. Sementara mengistirahatkan badannya, semoga saja malam nanti berjalan dengan baik.

🍁
🍁🍁🍁

Siap dengan kemeja abu-abu, serta sarung warna hitam. Kenapa sarung? Kenapa tidak celana agar terlihat formal? Kenapa harus cari yang lain sementara kenyamanan ada di sarung. Sudah terbiasa seperti ini. Zafran segera mencangklong tas selempangnya. Ia tidak enak keluarganya sudah menunggu di lobi hotel.

"Kalau sudah ganteng dari lahir mah beda ya, Mi. Lihat tuh cuma pakai sarung, kemeja, tambah kacamata, kacamata minus padahal. Tetap wae ganteng." Ning Kanaya menyenggol siku suaminya, ada-ada saja ulah suaminya. "Jo lali sepatune kui, Bah."

"Bang, lagi enggak mau becanda ya." Wajah Zafran dibuat masam. Buat apa coba memuji seperti itu. Lagi deg-degan juga.

"Iyo wis, berangkat sekarang!" Ujar Kyai Abdullah bangkit dari sofa lobi yang ia duduki.

Sungguh ini di luar rencana Zafran. Kemarin ba'da subuh, saat pulang dari jama'ah. Ia dapat kabar kalau malamnya Kyai Huda berencana menjodohkan Zafran dan salah satu cucu dari gurunya dulu di pesantren. Bagaimana shocknya Zafran, saat mengetahui siapa cucu dari gurunya Kyai Huda.

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang