#Bab 21. Tidak Usah Berharap Lebih

44.7K 5.2K 112
                                    

                    [بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

~Butuh waktu untuk mengenalmu.~
                                                                       
_______

Dengan setelan gamis warna merah maroon dengan kerudung hitam segi empat, dan sepatu sneaker warna putih yang menjadi outfit Zalfa ke kampus hari ini. Zalfa sudah berjalan menuju kelasnya hari ini. Kuliah itu menyenangkan bukan? Jam pagi menjadi momok menjengkelkan bagi mahasiswa night person, termasuk Zalfa.

"Asalamualaikum." Ucap Zalfa, sembari masuk ke dalam kelas yang sudah di huni banyak mahasiswa.

"Untung Za, kamu enggak jadi PJ kelas, berangkat mepet banget." Celetuk yang lain, ia melihat kursi tinggal satu di depan.  Kemudian duduk disana.

"Percuma berangkat pagi, kalau cuma cepet-cepetan duduk di belakang. Bangku depan nih kosong." Zalfa terkekeh, beda dengan masa sekolah yang rebutan duduk depan, justru saat jadi mahasiswa bangku belakang yang paling laku.

"Itu tergantung, Za. Kalau dosennya friendly gue depan, kalau dosen killer gue belakang."

"Bisa saja Marjuki." Zalfa menoleh ke belakang, tepat berada di depan Fatimah. Ia tersenyum tipis kemudian mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Untung enggak telat yah, Za." Zalfa mengangguk, jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, kebetulan Makul terpagi di kampusnya.

Jam mata kuliah dimulai dengan kekuatan penuh menahan kantuknya. Aneh memang, jam pagi mengantuk, jam siang ngantuk karena belum makan, jam sore ngantuk berhubung sisa-sisa energi, ah alasan saja. Ia meraup wajahnya, berusaha konsentrasi agar tidak mengantuk. Ia mematikan ponsel sehingga fokusnya tidak terditraksi.

Seratus menit terlampau, akhirnya dia dapat melewati kelas pagi ini. Seperti biasa masih ada mata kuliah lain. Ia dan yang lainnya, segera keluar mencari kelas yang lain. Zalfa dan Fatimah berlari, masalah hampir masuk mata kuliah selanjutnya.

"Bu Fajrin sudah masuk pasti nih Za." Ucap Fatimah, sembari jalan cepat.

"Bu Fajrin mah setengah jam sebelum Makul sudah stand by dia." Kesal Zalfa. Akhirnya mereka sampai di depan kelas.

"Kok sepi?" Keduanya saling pandang, saat pintu kelas masih tertutup rapat. Bahkan masih dikunci.

"PJ kelas siapa, ndak ada yang ambil kunci, nih?" Ucap Zalfa ke beberapa teman yang masih duduk di bangku depan kelas.

"Lo lihat grup deh, Za!" Titah yang lain. Zalfa segera membuka grup mata kuliah Pengembangan profesionalism. Ia mulai mencari ke atas chat.

"Aih Bu Fajrin, Astahfirullah ya Allah. Sabarkan hati hamba ya Allah. Sabarkan!  Ini ngambarinnya jam delapan tiga puluh lima, sedangkan kelas kita masuk delapan empat puluh." Sahut Zalfa dengan nada keras. Kelas hari ini diliburkan, berhubung dosen ada acara katanya. Libur sih libur, ini sudah capek - capek ke kampus, tahu-tahunya libur, yah sudahlah.

"Iya sudah bubar-bubar, besok - besok kalau makulnya Bu Fajrin datang telat saja. Daripada begini." Kesal yang lainya. Semua mulai membubarkan diri masing-masing, termasuk Zalfa dan Fatimah memiliki melipir ke kantin dulu.

Masih dalam suasana kesal, keduanya memesan teh hangat, dan nasi goreng. Baru saja hendak menyuapkan nasi ke mulut.

"Za, kamu mondok di pesantren Abahnya Kak Zafran kan?" Zalfa menghela napas, baru mau makan ini. Sudah ditanya sama teman satu kelasnya.

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang