#Bab 18. Zafran Cemburu?

47.9K 5.3K 111
                                    

[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

~Mungkin banyak orang yang menyukaimu, tapi tak usahlah berharap mereka menyukaimu karena pandangan mereka tentangmu sesuai penglihatan mereka, dimana yang iri akan memandangmu saingan.~

_______

Saat ini Zalfa berada di asramanya, dan keadaan Khalwa yang belum membaik. Malahan menolak dibawa ke rumah sakit atau mungkin karena dia takut dengan jarum suntik. Sedangkan Zalfa sibuk mencari - cari sesuatu, yang lain kebingungan dengan grasak-grusuk akibat kelakuan Zalfa.

"Lagi cari apa Za?" Tanya Ulfa, bingung melihat Zalfa yang mondar mandir seperti mencari sesuatu.

"Cari dompetku."

"Emangnya terakhir ditaruh dimana Za?" Saut Hana, Zalfa berdecak.

"Kalo aku tahu pasti dah ketemu sekarang Han." Hana memandang Ulfa, lagi sensi mungkin Zalfa. Ulfa dan Hana sekarang berada di samping Khalwa terlihat masih lemas keadaannya, dadanya kembang kempis, seperti kesususahan menarik napas.

"Wa ... Kenapa?" Hana mulai cemas, dengan Khalwa yang kesulitan bernapas itu.

"Asma ku kambuh Han, inhaler ku habis." Jawab lirih Khalwa seraya mengatur nafasnya. Mendengar itu Hana dan Ulfa memanggil Zalfa, padahal dia masih mencari - cari dompetnya yang tak tahu dimana.

"Wa, ke rumah sakit ya?" Tawar Zalfa seraya mengelus kepala Khalwa. Namun Khalwa menggeleng pelan. Ketiga wanita di samping Khalwa saling pandang, bingung bagaimana membujuk Khalwa agar mau ke rumah sakit.

"Bagaimana Za?" Ulfa juga kelihatan kawatir. Zalfa inisiatif untuk pergi ke klinik Pesantren siapa tahu ada obatnya di sana.

"Hati-hati Za!"Zalfa keluar dari asrama, berlari  menuju klinik pesantren. Namun nahas saat sampai, tidak stoknya Inhaler dokter jagapun jam segini sudah pulang. Zalfa tak pikir panjang ia pun menuju kantor keamanan pengurus untuk ijin ke apotek terdekat. Pengurus menginginkan Zalfa untuk ke apotek yang tidak jauh dari pesantren.

Sampai di apotik, Zalfa menetralkan napasnya dulu. Lelah juga berjalan lima ratus meter, bukan jalan, lari lebih tepatnya. "Mbak Inhaler atau nebulizer buat asma, ada?"

Wanita penjaga apotek memberikan inhaler kecil yang diambilkan dari etalase. "Adanya yang ini Mbak?"

"Iya tidak apa-apa Mbak. Harganya berapa mbak?"

"Dua ratus ribu mbak." Mata Zalfa membola seketika mendengar berapa harga inhaler tersebut. Mahal juga.

"Sebentar Mbak!" Ia menepuk keningnya keras. Dia baru menyadari tidal membawa sepeserpun uang, mengingat dompetnya baru hilang tadi. Sudah jauh-jauh lari

"Ini Mbak dua ratus ribu." Zalfa melihat ke samping, suara laki-laki yang tidak asing. Pernah dia temui tapi siapa? Zalfa masih mengingat wajah pria di sampingnya itu

"Rizky? ... Iya Rizky kan?" Pria itu mengangguk dengan tersenyum ramah.

"Kok bisa sampai sini?" Zalfa bingung akan kehadiran Rizky secara tiba - tiba. Jarak kampus dengan pesantren lumayan jauh, apa mungkin Rizky kost di daerah ini? Pikiran Zalfa penuh pertanyaan itu.

"Tadi saya mau beli vitamin, kebetulan rumah saya tidak jauh dari sini!" Jawab  Rizky membuat Zalfa hanya mengukir huruf o dimulutnya.

"Terima kasih iya, nanti saya bayar ke kamu, ngutang dulu tapi ya hehe!" Sahut Zalfa seraya terkekeh tak berdosa. Namanya juga tidak bawa sepeserpun uang.

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang