#Bab 23. Obsesi

45.3K 5.4K 80
                                    

[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

"Sesuatu yang baik maupun yang buruk jangan disepelekan walaupun hanya berbuat sekali."
_______

Lorong koridor kelas terlihat lenggang. Zalfa masih bisa berjalan dengan santainya. Kebetulan hari ini hanya ada satu mata kuliah, sebenarnya satu mata kuliah nangung, tapi mau bagaimana lagi. Lorong gedung yang memisahkan antara gedung kelas, justru sepi. Zalfa tersentak kaget, saat tiba-tiba pundaknya ditepuk keras dari belakang, refleks ia menoleh.

"Lo yang namanya Zalfa?" Seseorang dengan kerudung yang di sampaikan ke bahu tanpa di kaitkan, dengan jarum sekalipun. Mungkin baru belajar pikir Zalfa. Semua juga butuh proses

"Iya Kak, ada apa iya?"

"Lo apanya Zafran?" tanyanya dengan wajah sinis, begitu terlihat wajah ketidaksukaan terhadap Zalfa.

"Santrinya Abahnya, Kak." Zalfa masih santai menghadapi itu, walaupun wajah orang dihadapannya ini, seperti akan mengeluarkan emosi. Jawaban Zalfa, diresponnya dengan berdecak, kenapa? memang benar Zalfa santrinya Zafran yang notabennya Gusnya sendiri.

"Santri apaan coba yang dapat coklat dan boneka dari Ustadznya?

Wajah Zalfa mengernyit, memang apa masalahnya. "Dikasih ya saya terima dong."

"Kan lo bisa nolak, memang dasar murahan." mata Zalfa membola, ia menarik napas dalam-dalam mengontrol emosi. Baru kali ini ia dikatai wanita murahan."Tahu enggak boneka itu dari gue, gue yang selama ini ngasih hadiah buat Zafran malah dikasih ke lo, gue kan enggak terima, paham nggak si lo?"

Tangan Zalfa mengepal, kenapa disalahkan? Justru kenapa wanita itu tidak jujur saja dengan Zafran.

"Nanti saya kembalikan ke Kakak."

"Enggak perlu, ini peringatan buat lo ya. Jangan pernah deketin Zafran, gue sudah suka sama dia sejak kita Ospek bareng, sampai gue rela berhijab kaya begini biar dapet hatinya Zafran." Wanita itu menunjuk-nunjuk di depan wajah Zalfa. Udara sekitar terasa panas, maklum Semarang, namun makin panas saja mendengar ocehan wanita ini.

"Seharusnya kakak pakai kerudung bukan karena Kak Zafran, setidaknya karena Allah, Kak."

"Ah enggak usah banyak ceramah, gue enggak butuh ceramah lo." Tangan wanita itu tiba-tiba mendorong pundak Zalfa. Zalfa yang belum siap pun tersungkur ke belakang. Zalfa berdiri, mengusap tangannya yang terasa panas.

"Jangan main kekerasan begitu dong, Kak. Mentang-mentang Kakak senior di sini, jadi semena-mena?" Jelas Zalfa tidak terima, ia mencoba menahan emosi saat dikatai murahan, ini sudah mulai ke fisik Zalfa tidak terima akan itu. Suasana saat itu masih terbilang sepi. Tetap saja respon wanita itu tak acuh, seolah punya kuasa.

"Kalau Kakak kaya gini, saya yakin Kak Zafran enggak akan terima Kakak, melirik saja mungkin tidak."

"Apa lo bilang?" tangannya sudah mulai terangkat seperti ingin menampar Zalfa.

"Stop." Teriak seorang pria, ia dengan cekatan mencekal tangan wanita tersebut.

"Rizky?" ucap Zalfa saat menyadari orang itu adalah Rizky.

"Ngapain lo nyegah gue? Dia itu cewek murahan, mau saja terima hadiah dari cowok gue." Zalfa terkekeh pelan, cowo gue dia kata? Mungkin dia kebanyakan halusinasi, atau imajinasinya memang tinggi.

"Kakak masih belum berubah? Enggak malu sama hijabnya? Seharusnya kakak jaga nama baik hijab kakak, jaga Akhlak Kakak." Sebenarnya bukan harus malu sama kerudung yang ia pakai, tapi malulah kepada Allah. Sudah diciptakan dengan sebaik - baiknya makhluk, tapi kenapa selalu saja melanggar perintahnya. Bukanya itu songong?

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang