Prolog

40.1K 1.7K 69
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Manusia hanya bisa berencana dan takdir Allah yang menentukan. Tapi kenapa manusia masih meragukan?"

________

Sembilan belas tahun, apa sih yang terbesit untuk usia itu? Masa-masa tahun setelah gagal UTBK, dan harus mengulang tahun depan. Terpaksa gapyear untuk menggapai cita-cita dan jurusan serta kampus impian. Untuk sebagian besar begitu. Sekali lagi untuk sebagian orang. Bahkan sebagian besar sudah mengalami fase quarter life crisis.

Semua orang tak sama, nasib mereka pun tak sama, sudah ada yang mengaturnya. Semut yang masuk telinga orang saja, dan dipites oleh tangan manusia itu. Itu semua sudah takdir, nasib si semut. Salah siapa masuk telinga orang?

Kitalah tokoh utama, dengan sutradara Sang Kuasa. Meskipun menerima takdir itu susah.

"Masa depan masih panjang, tatap ke depan. Tengoklah ke belakang, itulah pembelajaran. Tidak akan ada orang yang dapat mengulang masa lalu, yang ada hanya memperbaiki apa yang berlalu." Zalfa menatap lurus jendela rumahnya, malam semakin gulita entah apa yang dia nikmati dari malam yang kelam itu. Tidak ada terbesit apapun, hanya menghayal soal tujuh tahun ke depan, ia akan jadi Ners, dapat STR (Surat Tanda Registrasi) dan buka praktik mandiri. Sebegitu mulus rencananya.

Tapi apakah takdir sesuai rencana? Entahlah! Sepenuhnya Allah yang berkehendak. Di dunia kita lahir tanpa membawa apa-apa. Matipun sama, kain kafanpun akan terkoyak oleh waktu. Menyatu dengan tanah.

Kecuali tiga amalan. Amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak soleh. Iya cukup tiga itu yang pahalanya mengalir. Begitu Maha pengasihnya Allah, masih memberi kesempatan kita, walaupun sudah berbeda alam dan tak akan pernah kembali mengulang.

"Kakak, anak tetangga sebelah mau nikah!" Zalfa menoleh ke arah pintu kamarnya.

"Terus? Kakak harus rebut calon suaminya begitu?" Zalfa menggelengkan kepala, tak habis pikir. Terus kalau tetangga sebelah mau nikah kenapa? Dia harus jadi pagar Ayu gitu, atau Bridesmaids? Ataukah Kang cuci piring?

Adiknya itu berdecak kesal. "Iya Kakak kapan nyusul?"

"Ya Allah, Jal Rizal! Baru saja seneng sudah lulus seleksi masuk perguruan tinggi, sudah gapyear satu tahun. Suruh nikah?"

"Kan banyak itu yang kuliah sambil nikah!"

"Enggak bisa, ya kali dosen lagi ngajar terus nikah. Enggak ada istilah kuliah sambil nikah." Penggunaan bahasa yang tidak tepat, Rizal!

"Maksudnya kuliah tapi sudah nikah, mahasiswi bergelar istri." Zalfa terkekeh.

Jujur tidak ada pikiran untuk nikah muda. Ia masih membayangkan hangout, muncak Semeru, gunung Prahu, Bromo, kalau perlu Krakatau. Longmarch di jalan menyuarakan keadilan untuk rakyat kecil. Jalan-jalan di Mall sembari menunggu IP keluar. Uang saku lancar hingga akhir bulan. Sungguh nikmat mana lagi yang mahasiswa dustakan.

Melayani suami?

Urusi rumah tangga?

Konspirasi pelakor?

Membayangkan saja Zalfa belum siap. Biarlah takdir yang berjalan seperti apa. Mengalir sesuai takdir tapi tetap berdoa sebagai senjata manusia. Zalfa mengangkat bahunya tak acuh. Biarlah adiknya itu kesal. Salah siapa mulut laki-laki lemes seperti itu. Mamahnya saja masih biasa-biasa saja soal jodoh putrinya ini. Kenapa adiknya ini malah terus terkesan konfrontasi?

Pikirannya kali ini menuntut ilmu harus totalitas, tentunya ilmu yang bermanfaat. Apapun itu, dan sukses bisa membahagiakan orang tuanya. Iya walaupun sukses bukan satu-satunya membahagiakan kedua orang tua. Tapi tak salahkan untuk berusaha?

Zalfa duduk di sofa samping Kakaknya, saat ini tengah menonton acara di televisi. Malam semakin kelam. Tapi Kakaknya masih setia menonton.

"Sudah ganteng, pinter."

"Siapa?"

"Itu Presma BEM-nya." Zalfa menoleh melihat acara di TV itu. Badan Eksekutif mahasiswa, memang sering diundang diacara tersebut. Karena mahasiswa adalah salah satu tonggak penerus kepimpinan. Saat ini mungkin di bawah pagar gedung parlemen. Mendemonstrasi kebijakan-kebijakan yang semakin runyam. Tapi salah satu dari merekalah yang akan meneruskan kepemimpinan dan semoga akan amanah, tidak seperti orang berbaju Oranye yang jadi tersangka KPK.

"Gebet saja anak BEM di Univ kamu nanti, Dek! Siapa tahu mau sama kamu. Biasanya anak BEM atau DEMA itu relasinya banyak, jiwa sosialnya besar. Rakyat Mahasiswanya aja di urusin, apalagi kamu?"

"Diabaikan." Sudah tahu adiknya dipaksa ambil Pesantren mahasiswa. Iya kali mau gebet-gebet kating. Zalfa memilih hengkang. Sabar, Zalfa.

"Sembilan belas tahun nikah?" Zalfa menggelengkan kepala. "Enggak siap ngeladeni modelan Lidya."

____________

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan Utama!

Alhamdulillah prolog sudah ada. Banyak yang aku rombak. Jadi sedikit beda, terutama kaidah kebahasaannya. Alurnya ada lah yang aku ubah. Insyaallah berusaha lebih baik lagi.

Untuk nama karakter juga saya ganti :

Zafran Hilmi Al-Khalifi.

Zafran Hilmi Al-Khalifi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zalfa Alishba Mu'adzah

Masih penasaran? B aja Kak sudah pernah baca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih penasaran? B aja Kak sudah pernah baca.

Nggak apa-apa, baca lagi.

Sampai jumpa.

•Free comment, vote and follow •Wp. ain1_zulfa •Ig. ain1_zulfa

Pict form pinterest and Dena Haura's Instagram.

جزاكم الله خيرا كثيرا

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang