[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]
~ Aku merasa tak pantas untuk menasehati, sedangkan hidupku hanya seperti ini dan jauh dari kata baik. Aku hanya berusaha mengingatkan apa yang aku ketahui dan aku paham.~
~Ai~
_________
"Hei kamu mau kabur ya?"
Melihat Zalfa berlari kencang, Zafran curiga akan gerak-gerik gadis itu. Apalagi ini jamnya jamaah magrib. Banyak kasus santri yang kabur saat jam-jam lengah seperti ini. Ia lalu menghampiri Zalfa yang terlihat kebingungan dengan kehadiran Zafran.
"Kenapa tidak ikut solat jamaah?" Interogasi Zafran, kebetulan hari ini menggantikan ustadzah Maimunah untuk mengecek santri yang tidak ikut jamaah.
"Astagfirullah ... Maaf Gus. Saya buru-buru." Zalfa tidak bermaksud kurang ajar, tapi dia benar-benar khawatir dengan Khalwa yang sendirian di asrama. Jangan sampai Khalwa kenapa - kenapa.
"Bener kan kamu mau kabur?" Zalfa menghela napas berat. Ia mengucap salam kemudian hengkang dari hadapan Zafran.
"Hei jangan kabur kamu!" Teriak Zafran, dia mengira Zalfa hendak kabur, ia kemudian berlari mengejar Zalfa. Jangan sampai lolos gadis itu.
Zafran mengernyitkan dahinya. Ketika melihat Zalfa berbelok ke arah klinik pesantren. Tanpa basa-basi Zafran mengikuti Zalfa masuk ke klinik pesantren. Dari ambang pintu Zafran mengamati Zalfa dari belakang.
"Bu maaf, teman saya panas tinggi jadi saya ke sini mau minta paracetamol, Bu." Kata Zalfa pada ustadzah yang jaga. Kebetulan dokter jaga sudah pulang. Hanya beberapa pengurus yang menjaga klinik, jika santri butuh obat mendadak.
"Dari kapan sakitnya teman kamu?" Tanya Ustadzah Ari sembari mencarikan obat yang dimaksud Zalfa tadi.
"Baru tadi habis magrib." Jawab Zalfa yang duduk di depan meja tugas Bu Ari.
"Oh ini, paracetamol-nya diminumkan biar cepat sembuh teman kamu itu." Zalfa menerima uluran obat dari Bu Ari. Sembari berucap terima kasih.
"Gus Zafran? Ada yang bisa saya bantu?" Kata Ustadzah Ari, ia bingung melihat kedatangan Zafran, yang tidak seperti biasanya datang ke klinik. Mendengar itu Zalfa mengikuti arah pandang Ustazah Ari.
"Tidak ada apa-apa, Bu. Hanya mau mengontrol sekitar." Zafran tersenyum tipis untuk menutupi kecanggungannya. Ia sudah salah paham dengan Zalfa. Sedangkan Zalfa, gadis itu tersenyum tipis. Perhatikan sekali Zafran sampai mengikutinya ke sini.
"Kalau gitu saya permisi, Bu. Assalamualaikum." Sebelum pergi Zalfa terlebih dahulu bersalaman dengan Ustadzah Ari. Kemudian disusul juga Zafran yang pamit keluar. Ia lalu menyusul Zalfa berniat meminta maaf dengan gadis itu karena sempat su'udzon tadi. Sedangkan Zalfa yang hendak ke asrama dicegah oleh panggilan Zafran.
"Kamu? Saya minta maaf!"
Zalfa takut ingin menengok, pasalnya tidak tahu Gus-nya itu panggil siapa, nanti kalau Zalfa nengok dikira GR. Kamu? Siapa itu kamu yang dimaksud Zafran? Itulah yang terpikir dibenak Zalfa.
"Saya panggil kamu, Nengok Eh Zalfa." Zafran terkekeh pelan. Masih saya memanggil gadis itu dengan sebutan "Nengok". Siapa suruh perkenalan menggunakan kata nengok. Antara kesal dan jengkel sama saja. Zalfa menoleh ke arah Zafran di belakangnya. Ramah dengan Gus, Zalfa! Nanti su'ul adab.
"Saya cuma mau minta maaf, karena nuduh kamu kabur tadi." Nada bicara Zafran sedikit halus. Mungkin karena merasa bersalah atas kejadian tadi. Iya, dia mengakui kesalahannya. Zalfa tersenyum tipis, entah mendengar permintaan maaf Zafran ada yang beda begitu. Halus sekali di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Presma Pesantren
Fiction généraleGus dan Santri. Kisah klasik sering kali ditemukan. Tak lain dengan Zalfa gadis 19 tahun yang punya kegaguman dengan Zafran. Tidak lain ialah anak pemilik pondok pesantren yang ia tempat, dan lagi? Dia seorang Presiden Mahasiswa di kampusnya. Dia la...