#Bab 24. Ada Rasa

47K 5.4K 237
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

~Akan bagaimana ke depan, bismillah tawakal."
________

Rembulan kian meninggi. Saat ini Zafran masih di kamar rumah ndalemnya bersiap untuk mengajar madrasah putra, pesantren putra berjarak lumayan dari kediaman Zafran. Tepatnya ndalem Kyai Abdullah terletak diarea Pondok pesantren Putri di bagian depan. Walaupun sering melihat Mbak santri yang berlalu lalang. Sedikitpun belum ada yang membuat hati Zafran tertarik.

"Umi, Zafran pamit ngajar dulu." Pamit Zafran saat berada diruang keluarga, ia segera menghampiri umi yang saat itu bermain dengan cucunya, Zidan.

"Abang tungguin Zahra!" teriak Zahra, turun tergopoh - gopoh dari tangga. Zafran mengernyitkan dahinya, ada apa lagi dengan adiknya ini. "Anterin aku sebentar ke kelas, takut sendirian habis nonton film horor tadi.

Laki-laki iti hanya mengangguk sebagai jawaban. "Hati-hati Om, Aunti." ucap Zidan melambaikan tangannya.

Dengan terpaksa Zafran mengantarkan adiknya itu. Jikalau tidak, biasanya bocah ini bisa mengadukan ke Abahnya. Jalanan pesantren terlihat sepi, mungkin sudah memasuki kelas, hanya terdengar suara lalaran nadzom dari santri. Ia tersentak saat tiba-tiba Zahra memeluk tangannya erat.

"Kenapa? Lihat sesuatu?"

"Takut Bang, seram banget suasananya, pokoknya beda." Zafran berdecak, mungkin adiknya ini masih terbawa suasana hantu di film yang dia tonton.

"Makanya jangan kebanyakan nonton film horor kalau takut mah."

"Kan seru Bang." Zafran hanya bisa menghela napas, keras kepala.

Mata Zahra membulat tertuju sosok putih samar-samar berlari cepat ke arahnya. Ia semakin erat memeluk tangan Zafran. "Bang apa itu yang lari-lari, itu manusia apa bukan?"

Zafran hanya menaikkan bahunya tak acuh.

"Abang Zahra takut." teriak Zahra, bayangan itu makin mendekat.
Zafran memfokuskan pandangannya ke sosok putih  yang di maksud adiknya itu. Ia menghela napas, itu manusia jelas-jelas kakinya napak di tanah. Namun wajahnya terlihat samar-samar karena kurangnya penerangan.

"Apaan itu Bang? Aaa..."

Gabruk....

"Hadeuh." rintih seseorang.

"Hah? Hantu jatuh?" Mata Zahra terbuka, ternyata yang ia lihat manusia juga. Kemudian ia menghampiri sosok itu, memastikan siapa orang itu.

"Mbak Zalfa, ya Allah." Ucap Zahra ketika mengetahui sosok itu adalah  Zalfa, kenapa tadi tadi berlari kencang? Masih mengenakan mukena lengkap dengan sajadah yang masih menggantung di bahu lagi.

"Gus Zafran? Ning Zahra?" Sama, Zalfa juga terkejut dengan kehadiran kedua putra, putri Kyai itu. Ia segera bangkit, melihat bawahan mukenahnya, sayang mukena yang baru ia cuci harus terkena noda lagi. Terdengar helaan napas berat dari Zalfa, lelah.

"Ya Allah Mbak Zalfa, Zahra kira Mbak hantu, ngapain lari-lari kaya gitu sampai hampir melorot itu sarungnya. " Zafran yang melihat itu hanya bisa menahan tawa sedalam dalamnya, kok bisa? Mungkin Jika tidak dihadapan Zalfa, Zafran sudah terbahak-bahak akan itu.

"Tenang, Zalfa! Muka kamu masih ditempat, jangan mikir mau taruh dimana." Dia hanya bisa mengafirmasi dirinya sebisa mungkin. Ia berdehem sebentar menetralkan rasa canggung lebih tepatnya malu.

"Iya, Ning. Tadi buru-buru takut telat madin." Jawab Zalfa, jika berbicara sejujurnya kalau dia ditinggal yang lain karena ketiduran, malah semakin malu. Beruntung Zahra tidak bertanya-tanya lagi.

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang