#Bab 25. Menunggumu

48.2K 5.4K 116
                                        

[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم]

Jika keinginanmu tidak terpenuhi, kamu tidak akan lagi seperti anak kecil, keinginanmu akan terpenuhi dengan tangisanmu. Namun sekarang, harapan yang pupus itu tak bisa ditebus dengan tangismu.

______

Lalu lalang mahasiswa-mahasiswa masih terasa ramai. Masih ada yang buru-buru naik tangga untuk mencari kelas. Ada saja yang baru masuk saat Makul sudah setengah berjalan. Iya begitulah mereka. Saat ini Zalfa baru saja menyelesaikan jadwal mata kuliah pertama, di jam dua belas. Sementara Mata kuliah selanjutnya jam satu, masih ada waktu luang.

"Fat ke masjid yuk?"

"Aku lagi halangan, Za. Kamu saja sendiri ya aku tunggu di kantin." Zalfa mengangguk, kemudian ke masjid kampus. Nahas di depan masjid banyak mahasiswa duduk di serambi masjid. Jujur Malu, mana sendirian lagi. Ia memberanikan diri melewati banyak laki- laki itu. Sembari menundukkan pandangan, berjalan cuek saja.

Dalam masjid cukup ramai, mungkin ada yang sekedar beristirahat menunggu jam mata kuliah selanjutnya. Atau sekedar mengerjakan tugas karena deadline mepet, sementara jam buka perpus sehabis dzuhur. Iya mau gimana lagi, katanya mahasiswa harus sat-set.

Beruntung, mukena selalu tersedia di dalam tas ranselnya. Tak perlu mengantri dan meminjam kepada yang lain.

Setelah selesai solat ia kemudian segera bergegas ke kantin. Jam-jam makan siang seperti ini sepertinya sedang ramai-ramainya.

"Assalamualaikum Zalfa." Zalfa menoleh saat sapaan itu terdengar. Matanya menyipit saat tahu kalau itu Rizky.

"Waalaikumussalam." Dia Fakultas Hukum lumayan jauh dari Fakultas Kedokteran.  Kenapa ia jauh-jauh ke sini, toh di fakultasnya pasti ada musola. "ehh Rizky, habis solat juga?"

"Iya nih, boleh aku ngomong sesuatu sama kamu." Aku dan kamu mungkin agak spesial untuk warga ibu kota, namun aku kamu di Semarang mungkin terkesan biasa saja. Zalfa paham akan itu.

"Ngomong apa?" tanya Zalfa bingung.

"Tapi jangan di sini, bagaimana kalau di taman fakultas, agak ramai sepertinya." Mendengar itu, Zalfa hanya merespon dengan anggukan. Mereka kemudian sama-sama berjalan ke arah taman yang berhadapan langsung dengan dekanat.

Taman lumayan ramai. Menikmati fasilitas Wi-Fi kampus yang tidak boleh disia-siakan.

"Kamu mau ngomong apa, Ky?"

"Begini Za, maaf sebelumnya kalau aku lancang." Dari gesturnya, sepertinya dia gugup, terlihat juga keringat yang mengucur di pelipisnya. Mau ketemu dosen ta dia? Kepepet deadline kali. Batin Zalfa.

"Iya."

"Aku suka sama kamu Za, aku mau melamar kamu jadi istriku, aku sudah suka sama kamu dari awal kita ketemu, kamu mau kan jadi istriku?"

Pertanyaan entah pernyataan beruntun itu, mampu membuat Zalfa tidak bisa berkata-kata. Ini yakin melamar di kampus seperti ini. Jadi istri? Perasaan kemarin baru jadi Maba S1.

Zalfa menggelengkan kepalanya, melihat itu, wajah Rizky seperti kehilangan harapan. Tapi maksud Zalfa menggelengkan kepalanya hanya untuk mengusir pikiran aneh yang menjalar di kepalanya itu.

"Maaf banget sebelumnya. Kamu itu sudah good looking, good attitude juga, baik...." Ucapan Zalfa terhenti, sembari menarik napas.  Ia menyuruh Rizky untuk duduk sebentar, setelahnya ia membuka ponselnya, kemudian mengscroll aplikasi yang ada di ponselnya. "baca ini, Ky!"

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang