My brother's

213 92 200
                                    

" Jangan berpikir bahwa lo adalah orang yang paling menderita di dunia, pikirkan orang yang menderita karena lo!"- kim Syera.

" Syera pulang!" Seruku diambang pintu.

Sudah biasa, tak ada balasan dari siapapun. Jika ada bibi, pasti hanya dia yang akan membalasnya. Sayangnya bibi sedang cuti, anaknya sakit disana. Baiklah, tentu anaknya lebih membutuhkan ibunya dari pada aku.

Pandanganku terus terarah ke ubin kayu lantai rumaku. Hanya saja, pemandangan dihadapan ku terlaku miris untuk ku lihat. Bukan miris untuknya, tapi untukku.

Disana ada Papah dan kak Doyoung, mereka sedang menonton televisi bersama ditemani gelak tawa yang tak pernah kudengar saat denganku. kak Doyoung juga memeluk Papah dengan manja, bolehkah aku cemburu? Papah tentu membiarkan kak Doyoung bermanja-manja dengannya, karena kak Doyoung itu anak kesayangannya, tentu saja. Apalah aku, anak pungut?

Baru saja kakiku menapak di anak tangga pertama. Suara tuan Kim memanggilku.

" Hei kamu!" Bisakah anda memakai nama tuan Kim, anakmu-eh orang ini mempunyai nama.
Aku berbalik, berjalan mendekati orang yang memanggilku.

" I-iya pah?" Firasat ku ini adalah hal yang tidak baik.

" Kamu bolos kan?!" Tegasnya. Aku akan mendapatkannya, baiklah ini memang salahmu Kim Syera. Pasti kak Doyoung yang mengadu ke Papah, sudah pasti. Tercetak senyum smrik di wajahnya.

" Jawab!" Perintahnya lagi.

Aku hanya mengangguk, lidah ku terlalu kelu untuk menjawabnya.

" Minggu ini kamu yang menggantikan bibi dan nanti malam, Kamu tidur di gudang!" Sudah ku duga.

" Ta-tapi Pah-" ucapanku di potong cepat olehnya.

" Tidak ada penolakan! Titik! Sekarang pergi! Sebelum saya menambah hukuman anda." Gaya bicaranya sudah berubah, itu berarti tidak ada keringanan.

" Kau bodoh Syera! Bodoh! Membolos saat Papah dirumah. Sungguh Bodoh!" Runtukku seraya memukul kepala ku yang seperti tak memiliki otak.

Aku berjalan gontai, menuju kamar ku untuk mengambil bantal dan beberapa tugas sekolah. Walau seperti ini -bodoh, aku tetap berusaha untuk belajar agar bisa sepintar kak Doyoung, walau itu tidak mungkin.

"Pepatah ' Usaha tidak akan pernah mengingkari hasil ' sepertinya sudah tidak berlaku. Jika kita tidak memiliki sesuatu yang dinamakan kesempatan"

Atau Pepatah itu hanya tidak berlaku kepada ku? Sepertinya...

" Enak ya dihukum?" Sejak kapan dia berdiri di depan pintu kamar ku. Dapat kulihat senyum menyebalkan itu. Seolah derita ku adalah bahagia-nya.

" Kak pliss aku capek." Aku sedang tidak ingin meladeni kakak ku yang satu ini.

" Uhhhh pembunuh kecil ini capek!" Ucapnya dengan nada yang menggelikan.
Apa dia bilang tadi pembunuh, bisakah ia berhenti memanggilku dengan sebutan itu?Membuat ku merasa bahwa hanya aku yang patut disalahkan disini.

" KAK!" Mulut ku berteriak secara refleks.

" Syera jangan membuat keributan lagi dirumah ini!" Teriak Papah dari lantai bawah. Dasar mulut sialan. Tapi bukankah kak Doyoung yang memulainya, kenapa selalu aku yang disalahkan? Memang kau ini tempat sepertinya tempat kesalahan Kim Syera.

" Lo mau tau ga siapa yang ngaduin lo  ke Papah?" Aku berusaha menghiraukan perkataannya.

" Jawabannya bukan gue, tapi Pak Kepala sekolah. Pasti Lo nuduh gue kan?" Lanjutnya. Dasar cenayang, tapi apakah Aku harus meminta maaf karena menuduhnya?

" Tau ga, Kenapa gue ga ngadu ke Papah? Jawabannya gue ga peduli." Tanpa perintah air mata ku mengalir, memperlihatkan betapa lemahnya diriku.
Lebih baik aku dipanggil pembunuh olehnya dari pada mendengar kalimat itu.

" Lo harus kuat Syer, masih banyak yang peduli sama lo!...Semoga." Semangat ku dalam hati.

" Nangis aja yang lo bisa! Mau lo Nangis kek, sakit kek, atau lo bunuh diri sekalian! Gue tetep ga peduli." Cercanya lalu berlalu. Seorang kakak menginginkan adiknya bunuh diri? Hah! Seharusnya kini aku sudah gila.

Apakah aku memang tidak pantas untuk kau pedulikan kak?

Menangis dalam diam adalah pilihanku. Memangnya siapa yang ku miliki? hingga aku bisa membagi tangis bersama.

...

"Krieeet!" Debu-debu menyambut Syera saat ia membuka pintu gudang. Ia mengibas-ibaskan tangannya untuk menghalau debu itu masuk ke pernapasannya.

" Berdebu banget sih! Masa gue harus bersihin semua sih? Udah jam 9 lagi. Tugasnya juga banyak banget anjir." Tak ada pilihan lain, Syera tak ingin tidur bersama debu-debu itu.

Baru saja Syera akan memasukkan debu-debu itu kedalam tempat sampah. Tiba-tiba, seseorang menendangnya hingga debu-debu itu berhamburan. Tentu dia...

" Kak! Lo kenapa sih?! Kurang kerjaan?!Suka banget liat gue menderita." Sepertinya kesabaran Syera sudah habis.

" Iya." Jawab Doyoung enteng tanpa rasa bersalah. Tak ada rasa bersalah bagi Doyoung untuk Kim Syera, tentu saja.

" Bukannya Lo yang bikin gue menderita, dengan cara... Lo bunuh ibu gue." Selalu saja Syera yang di sudutkan. Baiklah Doyoung akan mulai mengungkit itu kembali.

" Kenapa lo selalu salahin gue? Saat itu gue masih ga tau apa-apa kak. Kak Doyoung harusnya ngerti dong!"

" Karena lo gue gak punya ibu Syer! Lo ga tau gimana rasanya gue diejek karena ga punya ibu! Dan itu semua karena-"

" Dan lo ga ngerasain gimana rasanya ga punya siapa-siapa kak! Rasanya dibenci semua orang, dikhianati sama semua orang, rasanya dibenci kakak sendiri. Hiks...hiks..." Syera mengeluarkan segala keluh kesah yang selama ini ia simpan. Tak terlupa liquid bening yang selama ini berusaha ia tahan.

" Jangan berpikir bahwa lo adalah orang yang paling menderita di dunia, pikirkan orang yang menderita karena lo!" Tegas Syera lantang.

Kata-kata Syera berhasil menyentuh sedikit hati kecil Doyoung. Tetapi, sebagian besar hati Doyoung mengatakan... lalu, siapa yang akan kau salahkan selain adik terkutukmu itu? Bukan kah disetiap kesalahan harus memiliki pelampiasan?

Doyoung itu tidak jahat, hanya hatinya masih tertutupi awan kelam rasa dendamnya.

Doyoung memilih untuk meninggalkan adiknya yang berderai air mata itu. Ia tak mau hatinya kembali tersentuh. Ia tau ia jahat, tapi hatinya terlalu keras untuk memaafkan.

...

Syera duduk sembari sesenggukan, ia tak percaya dirinya berkata seperti itu kepada kakaknya sendiri. Bagaimana jika kak Doyoung merasa sedih atau sakit hati?

Bahkan kini Syera tak melihat bagaimana keadaan dirinya sendiri.

'Hatinya yang berusaha sekeras batu, perlahan akan terkikis dengan kekelaman dunia yang mengalir seperti air, lalu hancur'

Thanks ya, buat yang udah mau baca.
Maaf kalo ga dapet feel-nya.

Aku cuap-cuap bentar ya, kalo mau diskip juga ga papa. Kalo mau baca makasih

Disini aku cuman mau minta maaf kalo ceritanya jelek, ga nyambung, atau mirip sama yang lain.

Karena jujur ini ceritanya aku bikin dari beberapa cerita wp yang aku baca dan aku gabungin pake ide pas pas an aku sendiri. Dan aku bikin karena gabutz saat karantina cororong hehe.

Oh ya, maaf kalo quotesnya ada yg mirip, atau bahkan sama persis sama yang kalian baca. Tapi ini aku bikin sendiri kok
Dan maafin aku yang sok puitis hehe

Dah itu aja sih. Janlup votment ya
Semoga suka sama ceritanya

Thx😊

Can I Love You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang