01 : Sekelas Lagi

801 60 28
                                    

Namarra Movelazelia.

Tidak perlu waktu lama, Namarra sudah menemukan namanya dikertas yang tertempel di mading itu.

Namarra kembali membaca nama murid-murid yang akan menjadi teman sekelasnya selama beberapa bulan kedepan.

Awalnya raut wajah cewek itu biasa saja. Tapi ketika jari telunjuknya berhenti tepat di sebuah nama dengan nomor absen 10, mata Namarra langsung membulat sempurna.

WHAT THE HELL?!

Namarra berteriak dalam hati! Mood nya langsung anjlok begitu saja hanya karena melihat nama itu! Namarra langsung bergegas menemui sang Wali Kelas.

Ia mendadak tidak terima karena sudah ditempatkan dikelas 11 IPS 2.

"Permisi, Pak,"

Pak Sigit kebingungan dengan kehadiran Namarra. "Kenapa ya?"

"Saya boleh pindah kelas nggak, Pak?" tanya Namarra langsung to the point.

"Loh? Kenapa ini? Belum juga masuk kelas, kamu udah minta pindah aja."

"Saya ... nggak mau dikelas 11 IPS 2."

"Ya memang kenapa?"

Otak Namarra berpikir keras. Cewek itu memikirkan alasan yang logis untuk diberikan pada Wali Kelas nya ini. Setelah beberapa detik berpikir, Namarra langsung teringat satu nama.

Jiyya!

"Ehm, saya mau sekelas sama temen saya. Namanya Jiyya," jawab Namarra.

"Jiyya?"

Namarra mengangguk dan menampilkan senyum lucu. "Boleh kan, Pak?"

Namarra berharap dengan ia menampilkan wajah lucu dipagi hari yang cerah ini, sang Wali Kelas akan mengizinkannya pindah kelas. Tapi ternyata...

"Nggak."

Mendengar jawaban yang singkat, padat, dan teramat jelas itu, raut wajah Namarra seketika langsung berubah datar.

Tapi meskipun sudah mendapat jawaban 'nggak' dari Pak Sigit. Namarra tidak mau menyerah. Kalau pertama, Namarra menampilkan senyuman lucu, kali ini ia menampilkan wajah memelas.

"Nggak boleh, Pak? Saya mau sekelas sama Jiyya. Nanti kalo dikelas 11 IPS 2 saya nggak ada temen gimana?"

"Nggak boleh, Namarra. Lagian siapa sih yang nggak mau berteman sama kamu? Semuanya pasti mau."

Oke. Sudah tidak ada harapan lagi untuk Namarra memperjuangkan keinginannya. Pak Sigit ternyata susah juga dibujuk.

"Emangnya kamu kenapa nggak mau dikelas 11 IPS 2? Saya yakin bukan karena kamu nggak mau pisah sama Jiyya. Tapi pasti ada hal lain."

Namarra menggelengkan kepalanya. Nggak ngebolehin pindah kelas, tapi nanya-nanya. Huh! Dasar kepo!

Namarra segera pamit dan kembali ke kelas walau dengan perasaan terpaksa. Rasanya ia ingin mencakar siapapun yang membuat Namarra kembali satu kelas dengan orang itu!

"Jiyyaaa..."

Jiyya yang baru saja ingin masuk kelas lantas kebingungan melihat Namarra yang datang-datang langsung merengek seperti anak kecil.

"Lo kenapa?" tanya Jiyya.

"Gue sekelas sama dia."

"Sama siapa?" tanya Jiyya yang belum mengerti. Tapi tak lama kemudian bola mata cewek itu membulat. "Lo sekelas sama tuh orang lagi?"

Namarra mengangguk malas. Jiyya yang melihat itu malah tertawa. Menertawakan nasib Namarra yang akan sekelas dengan orang yang ingin sekali ia jauhi selama ini.

Jiyya merangkul Namarra. "Gue anterin ke kelas deh. Mau nggak?"

"Gimana kalo lo juga ikut ke kelas gue. Pindah kelas gitu, Ji."

"Mana boleh."

"Iya sih, gue juga tadi udah bilang mau pindah kelas tapi nggak dibolehin."

Jiyya lagi-lagi tertawa. "Niat amat ya lo mau pindah kelas cuma karena nggak mau sekelas sama dia."

Sebagai teman yang baik, Jiyya dengan senang hati mengantar Namarra ke kelas baru nya. Cewek itu juga memilihkan tempat duduk untuk Namarra.

"Sa, Namarra duduk disini ya sama lo," kata Jiyya pada seorang cewek cantik yang sibuk dengan dirinya sendiri.

"Oh, boleh-boleh. Sini duduk sama gue." Cewek itu menepuk kursi kosong disebelahnya, menyuruh Namarra duduk disitu.

"Ra, gue ke kelas ya. Udah mau bel nih. Bye!" pamit Jiyya. Cewek itu langsung lari keluar kelas sebelum bel masuk berbunyi.

Namarra melirik Lisa yang sedang asyik memoles kuku-kuku nya agar terlihat cantik. Dalam hati Namarra ingin ikutan tapi ia masih canggung karena ia dan Lisa tidak terlalu dekat.

"Lo dikelas ini juga, Dy?"

Pertanyaan yang masuk samar-samar ditelinga Namarra membuat cewek itu menoleh, dan pandangannya langsung tertuju pada cowok tinggi yang baru saja datang dengan hoddie hitam yang ia sampirkan di bahu kanan.

Mata Namarra membulat. Terlebih lagi tanpa di duga-duga, cowok itu menggerakan matanya menatap Namarra. Mata mereka berdua bertemu.

"Gue naro tas dulu," cowok itu berjalan meninggalkan gerombolan teman-temannya.

Namarra memalingkan wajah dan segera memejamkan matanya saat suara langkah kaki mendekat. Namarra berharap agar cowok itu memilih tempat duduk yang jauh darinya.

Tapi harapan itu langsung musnah saat terdengar kursi disebelah meja Namarra sedikit bergeser dan diikuti dengan sebuah kalimat yang mampu membuat bahu Namarra turun.

"Widihh, lo duduk disini, Dy? Gue duduk sama lo ya. Biar bisa nyontek bareng."

Namarra membuka mata dan berdecak malas. Setelah sekelas lagi dengan orang yang paling ingin ia jauhi. Lalu entah sengaja atau tidak, orang itu justru memilih duduk disebelah Namarra. Dan setelah ini apalagi?

"Ra,"

Namarra menoleh malas pada Iqbaal. "Apaan?"

"Sekelas lagi nih sama mantan," kata Iqbaal tersenyum lebar dengan alis naik-turun.

Namarra mengacungkan jari tengah kearah Iqbaal. Membuat cowok itu terbahak-bahak sambil memukul meja.

Pandangan Namarra beralih pada cowok yang menjadi teman sebangku Iqbaal.

Cowok itu, Geraldy Arsenio Mahardika. Mantan Namarra saat kelas 10. Cowok yang paling Namarra benci. Seseorang yang paling ingin Namarra jauhi.

Tapi takdir terlalu lucu. Disaat Namarra mati-matian menjauhi Geraldy, takdir justru dengan mudahnya membuat mereka dipersatukan lagi.

Namarra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang