10 : Upacara

249 29 6
                                    

Ekhem. Jgn lupa tinggalkan jejak ⚽





Namarra mendesah malas. Cewek itu berdiri dibelakang Lisa. Ia sudah tidak mendengarkan Pak Sigit yang berdiri di podium menyampaikan amanat.

Hari Senin dan Upacara adalah dua hal yang Namarra benci. Tapi sepertinya bertambah satu lagi, yaitu; pelajaran Matematika.

Bayangkan saja, hari Senin harus upacara bermenit-menit terkena sinar matahari, lalu ketika masuk kelas langsung belajar Matematika. Apa tidak meledekan itu otak?

"Hihihi,"

Namarra menoleh pada Iqbaal yang cekikikan disebelahnya. "Kayak kunti ketawa lo."

"Anj—" Iqbaal hampir saja mengumpat kalau Geraldy tidak menabok kepalanya dari belakang. Matanya melotot pada Namarra. "Sialan lo." ketusnya.

"Eh lo tau nggak si Ajay anak kelas sebelah?" tanya Iqbaal, lagi. Kali ini dengan wajah serius dan berbisik pelan.

Namarra mendesah malas. Kalau Iqbaal sudah begini, itu artinya perghibahan akan segera dimulai. Kalau sedang upacara begini, Iqbaal, Sekar dan Lisa memang yang paling tidak bisa diam.

Ada saja yang mereka bicarakan. Apalagi Iqbaal dengan segala gosip yang ia tau. Namarra sampai terheran-heran dengan cowok satu itu.

Sekar yang berdiri dibelakang Namarra memajukan badannya. "Tau. Yang pacar nya sekelas sama dia juga kan? Kenapa dia?"

"Gue kemaren liat dia jalan sama adek kelas anjir!" kata Iqbaal menggebu-gebu.

"Serius dia jalan sama cewek lain?" tanya Lisa, menoleh sedikit sambil berbisik.

Iqbaal mengangguk semangat. "Iya anjir. Gue liat sendiri. Suer dah!"

Ocha yang berdiri disebelah Namarra, memiringkan badan dan ikut berbisik. "Lah dia masih sama pacar nya nggak sih?"

"Masih lah! Gue liat tuh di Instagram nya masih ada foto dia sama cewek nya," jawab Iqbaal.

"Ini ngomongin apaan sih?" tanya Geraldy yang tidak tahu-menahu tentang gosip.

Iqbaal berdecak. "Itu si Ajay anak kelas sebelah."

"Kenapa?" tanya Geraldy, lagi. Masih tidak mengerti.

"Bego ya," Iqbaal dengan santai menoyor kepala Geraldy. "Kan lo denger gue ngomong dari tadi!"

"Ya kalo urusan gosip gue mana ngerti!" balas Geraldy.

Namarra menahan tawa. Berusaha sebisa mungkin menampilkan wajah biasa saja. Walau dalam hati ia ingin sekali tertawa melihat ekspresi polos Geraldy dan ekspresi nyolot Iqbaal.

"Cewek nya anak mana, Bal?" tanya Ocha, kembali memulai gosip.

Iqbaal yang sempat emosi sekarang kembali bersemangat. "Adek kelas! Yang sok cantik itu."

Namarra mendelik kearah Iqbaal. "Mulut lo kayak cewek," celetuknya.

Iqbaal menoleh, tangan nya dengan cepat menoyor kepala Namarra. Tapi sedetik kemudian, justru kepala Iqbaal yang kena tabok Geraldy dari belakang.

Geraldy melakukan itu hanya refleks semata. Dari dulu kalau ada seseorang yang mendekati, meledek, atau menggoda Namarra pasti Geraldy akan menoyor kepalanya atau menabok orang itu.

Dan kebiasaan itu berlangsung sampai sekarang. Walau status mereka sudah menjadi mantan.

Ocha berdecih. "Selingkuh dong si Ajay?"

"Iya lah, lo pikir aja coba. Udah punya pacar terus jalan sama cewek lain. Apaan namanya kalo bukan selingkuh?!" sahut Namarra, tiba-tiba saja sewot.

Ucapan Namarra membuat beberapa murid disekitarnya langsung menoleh.

Iqbaal membelalakan mata. "Woi, kenapa jadi elo yang sewot begini?"

Namarra menghela nafas. "Maap, gue emosi."

Sekar tersenyum, tangan nya memainkan rambut Namarra yang dikuncir satu. "Keinget masa lalu ya, Ra?" tanyanya sambil melirik Geraldy.

Namarra berdecak malas. "Apaan sih?!"

"Dulu juga lo pernah ngalamin kayak gitu kan?" tanya Sekar.

'Hah? Sama siapa?' tanya Geraldy dalam hati.

Namarra menepis tangan Sekar dan Ocha. "Bisa diem nggak?!"

Sekar dan Ocha langsung merengut. Keduanya lebih memilih bergosip kembali dengan Iqbaal dan Lisa. Tidak memperdulikan Namarra yang mendadak badmood.

"Eh eh kenapa lo?"

Semua pasang mata langsung mengarah pada Iqbaal yang panik karena tiba-tiba Ari jongkok sambil megang kepalanya.

Namarra ikut jongkok, cewek itu natap Ari khawatir. "Kenapa, Ri?"

"Gue pusing," lirih Ari.

"Ke UKS aja. Mau gue anterin?" tawar Namarra dengan suara lembut yang mampu membuat Iqbaal membulatkan mata dan membuat Geraldy mengulum senyum.

Ini salah satu sifat yang bisa dibilang Namarra sembunyikan dari orang-orang sekitar.

Semua murid akan beranggapan kalau Namarra adalah cewek yang berwajah jutek dan terkesan susah didekati. Padahal kalau sudah dekat dan sekelas dengan cewek itu, Namarra berubah menjadi cewek yang tidak bisa diam dan selalu saja mengumpat.

Meskipun terlihat jutek dan tidak peduli dengan sekitarnya, Namarra sebenarnya punya sisi baik juga. Seperti sekarang ini, disaat murid lain hanya memperhatikan Ari yang berjongkok sembari memegang kepalanya, Namarra dengan baik hati menawarkan Ari ke UKS.

"Ri? Ayo," anak Namarra. Kali ini cewek itu menarik pelan tangan Ari.

Namarra berdecak malas, matanya menatap tajam sekitarnya yang malah memperhatikan ia dan Ari.

"Ngapain lo liat-liat?! Bukannya bantuin!" ketus Namarra. Kembali ke mode biasanya. Galak dan ketus.

"Woi, PMR! Sini dong! Nggak liat apa orang mau detik-detik pingsan begini!" omel Iqbaal pada anggota PMR yang masih berdiri santai dibelakang.

Geraldy menatap tangan Namarra yang memegang tangan Ari. Lalu mengamati raut wajah khawatir cewek itu saat berbicara dengan Ari.

Tidak bisa dipungkiri, kalau melihat perhatian yang Namarra tujukan pada cowok lain, membuatnya iri dan kesal sendiri.

'Elo ... kapan bisa perhatian kayak begitu ke gue, Ra?' tanya Geraldy dalam hati.

Aneh memang. Saat Namarra dan Geraldy berpacaran, Namarra memang bisa dibilang cuek. Bahkan ia meminta agar Geraldy tidak berbicara pada orang-orang kalau keduanya berpacaran. Dalam artinya mereka berdua backstreet.

Tetapi kalau dengan cowok lain, Namarra bisa dibilang menunjukkan perhatiannya walau cuma sedikit. Wajar kan kalau Geraldy iri dengan itu?

Namarra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang