Jangan lupa tinggalkan jejak 😁
Namarra menidurkan kepalanya di meja, tangannya mengusap-usap perutnya yang masih terasa nyeri. Lisa, Sekar, dan Ocha justru malah asyik mengobrol. Mereka bertiga sudah mengajak Namarra agar ikut bergabung dengan mereka, tapi Namarra justru merespon dengan wajah jutek dan langsung melengos malas.
Iqbaal yang biasanya meledek Namarra, sejak pagi tadi cowok itu bungkam. Sekalinya meledek, ia justru kena amuk Namarra bahkan Namarra menimpuknya dengan buku paket tebal.
"Ra," panggil Iqbaal, tangannya sudah ingin mencolek Namarra tapi ia urungkan, Iqbaal menggelengkan kepalanya. "Enggak jadi deh."
Lisa yang duduk disebelah Namarra tertawa tanpa suara melihat Iqbaal yang tidak berani interaksi dengan Namarra.
"Kenapa lo?" tanya Ocha, dengan senyum geli kearah Iqbaal.
"Ngeri, anjir. Gue kena timpuk buku paket emang nggak sakit?!" jawab Iqbaal sambil menunjuk buku paket Geografi yang tergeletak di meja nya. "Bener-bener kayak macan betina."
"Wah parah, Ra, lo dikatain macan betina masa sama si biang gosip," kata Ocha mulai mengompori.
Namarra mengangkat kepalanya dan menoleh pada Iqbaal, membuat cowok itu dengan cepat menggelengkan kepalanya dan menatap takut Namarra.
"Apaan?!" tanya Namarra dengan nada bicara yang jutek.
Iqbaal meringis. "Gue minjem pulpen dong."
Namarra langsung melesatkan tatapan sinis. "Minjem mulu ya lo! Pulpen gue yang tiga hari lo pinjem aja belom di balikin!"
Iqbaal menunjukkan pulpen Namarra. "Ini pulpen lo, udah abis tinta nya. Jadi gue mau minjem lagi."
Namarra dengan wajah jutek mengambil pulpen nya dan melemparnya kearah Iqbaal. "Awas kalo nggak di balikin."
"Iya, Ra, ntar gue balikin kok," kata Iqbaal. "Kalo inget. Hehehe."
Minjam pulpen lalu dikembalikan setelah tintanya habis. Siapa coba yang tidak kesal menerimanya?!
"Selamat pagi menjelang siang, semuanya."
Seluruh murid 11 IPS 2 langsung duduk rapi dan mendadak suasana di kelas terasa hening dan sunyi karena tiba-tiba saja Bu Fitri—Guru Geografi kelas 11—sudah duduk di meja guru bersama dengan tas dan buku-buku pembelajaran.
"Oke, seperti biasa, Ibu akan bagi beberapa kelompok. Setiap kelompok harus menentukan ketua kelompoknya. Nantinya kalian akan Ibu beri tugas," kata Bu Fitri dengan nada tegas yang membuat guru cantik berkacamata itu di segani oleh seluruh murid di kelas manapun.
Namarra langsung menghela nafas saat mendengar kata 'kelompok'. Setiap pelajaran Geografi, memang selalu di bentuk kelompok yang berbeda-beda.
Didepan sana, Bu Fitri mulai menulis nama-nama murid dari kelompok pertama sampai kelompok terakhir. Namarra yang sempat menahan nafas dan berdoa agar tidak satu kelompok dengan Geraldy akhirnya bisa bernafas lega karena ia di tempatkan di kelompok yang berbeda dengan cowok itu.
"Sekarang kalian ke kelompok masing-masing," kata Bu Fitri setelah selesai menulis di papan tulis.
Namarra mengambil buku tulis dan buku paket Geografi, tidak lupa tempat pensil miliknya. Saat ia beranjak dari tempat duduk, tiba-tiba Lisa terbelalak dan menarik Namarra agar cewek itu duduk kembali.
Namarra menoleh. Cewek itu ingin bertanya tapi melihat raut wajah panik Lisa, Namarra jadi ikutan panik.
"Gue 'tembus' ya?" tanya Namarra dengan wajah panik.
Lisa mengangguk. "Banyak banget, Ra. Lo hari pertama sih."
"Terus gimana dong?" tanya Namarra, panik sekaligus bingung.
Namarra tidak pernah membawa cardigan. Bahkan saat keadaan begini pun cewek itu tidak pernah membawanya. Begitupun dengan Lisa yang hari ini kebetulan juga tidak membawanya.
"Terus gimana dong," rengek Namarra.
Ocha memajukan kepalanya, cewek itu berbisik pelan. "Kenapa?"
"Namarra 'itu' loh," jawab Lisa yang terdengar membingungkan tetapi Ocha dan juga Sekar sudah pasti paham.
"Yah terus gimana, Ra? Gue nggak bawa," kata Sekar yang ikutan panik dan ingin menangis melihat wajah Namarra.
"Gue juga nggak bawa," kata Ocha.
"Namarra, ayo cepat ke kelompok kamu. Ngapain masih duduk disitu?" tegur Bu Fitri.
"I-iya, Bu," jawab Namarra yang panik, gugup, dan bingung.
Iqbaal yang melihat itu tidak bisa berbuat banyak. Ada rasa kasihan juga saat melihat Namarra yang terlihat panik sampai segitunya. Seandainya cowok itu membawa jaket hitam miliknya, pasti sudah ia pinjamkan untuk Namarra.
"Kenapa, Ra?" tanya Iqbaal, pelan.
"Lo nggak bakal paham," ketus Namarra.
"Eh buset, gue nanya baik-baik juga," sahut Iqbaal langsung sewot.
Namarra berdecak sebal. "Udah deh sana lo. Ngapain sih ikut campur?!"
"Pake jaket si Geraldy aja tuh, mau nggak?" tawar Iqbaal.
Namarra langsung membulatkan mata. Tidak habis pikir dengan Iqbaal yang dengan mudah nya menawarkan bantuan berupa jaket, tetapi milik orang lain, milik Geraldy yang alias milik mantan nya. MANTAN NYA!
"Udah gila lo ya?" desis Namarra. Menahan diri untuk tidak menabok Iqbaal saat ini juga.
"Ya daripada rok lo ada bercak merah-merah, ewww," kata Iqbaal.
Namarra langsung melayangkan tatapan tajam. "Apaan maksud lo ngomong gitu?! Jijik lo? Mau gue lempar?!"
Iqbaal berdecak. Lagi-lagi ia salah bicara. Cowok itu menolehkan kepala kearah Geraldy yang ingin beranjak dari tempat duduknya.
"Eh, Dy," tahan Iqbaal.
"Apaan? Minjem pulpen? Kan lo udah minjem sama sebelah lo," ketus Geraldy.
Iqbaal berdecak sebal. "Bukan, anjir," katanya. "Mantan lo tuh, si Namarra," kata Iqbaal sambil menunjuk Namarra yang masih duduk di tempat duduk nya.
Geraldy mengangkat alis. "Kenapa?"
"Biasa lah, tembus. Lo pinjemin jaket lo sana."
Tanpa bicara apapun, Geraldy mengambil jaket nya dan memberikannya pada Iqbaal. Sebetulnya, ia ingin memberikannya sendiri pada Namarra namun ia merasa keadaan akan sangat canggung bagi keduanya.
Iqbaal langsung tersenyum menerimanya, senyum penuh arti dan siap meledek Geraldy nantinya. Cowok itu berbalik badan dan menaruh jaket itu di atas meja Namarra.
Namarra mengernyitkan dahi. "Apaan nih?"
Bukan karena bingung itu jaket siapa, tapi karena Namarra tau itu jaket milik Geraldy makanya ia bertanya seperti itu.
"Kata Geraldy lo pake jaket punya dia aja," kata Iqbaal sambil mengerlingkan mata ke arah Namarra.
Namarra benar-benar menampilkan wajah bingung dan kaget. Matanya melirik Geraldy yang masih berdiri di mejanya dengan tatapan mengarah kearah Namarra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namarra [END]
Teen FictionStory by @matchalatte_xx ─────────────────────────────── Namarra tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya selama satu tahun kedepan dikelas 11 IPS 2. Niat hati ingin menghindari Geraldy, tapi takdir justru mempersatukan mereka lagi. Geraldy yang m...