Namarra sengaja datang pagi-pagi. Begitu ia masuk kelas, rupanya sudah ada Geraldy yang sedang bermain game di hapenya. Cowok itu terlihat begitu serius.Namarra yakin kalau Geraldy di ganggu, cowok itu akan menonjok siapapun yang menganggunya saat sedang fokus bermain game.
Namarra berjalan santai menuju tempat duduknya. Lisa, Sekar, dan Ocha belum datang. Bukan karena mereka bertiga biasa datang tepat ketika bel masuk berbunyi, tapi karena Namarra yang hari ini tumben sekali datang pagi-pagi begini.
Biasanya Namarra lah yang selalu datang tepat ketika bel masuk berbunyi bahkan Namarra pernah beberapa kali terlambat. Hal itu membuatnya harus kembali pulang ke rumah karena percuma juga ia mohon-mohon pada satpam karena pastinya gerbang tidak akan di buka begitu saja.
Saat sudah sampai di sebelah meja Geraldy yang juga sebelah mejanya, Namarra berdeham. Cewek itu menaruh jaket yang Geraldy pinjamkan padanya kemarin. Hal itu membuat Geraldy menghentikan aktivitasnya hanya untuk melirik Namarra yang masih berdiri didekat mejanya.
"Thanks," kata Namarra, cuek.
Bahkan mengucapkan terima kasih pun cewek itu masih saja cuek dan jutek. Tapi Geraldy bisa memaklumi itu. Justru ia akan heran kalau Namarra berbicara dengannya dengan wajah ceria dan senyuman lebar serta nada bicara yang lembut.
Geraldy memasang wajah datar. "Lo simpen dulu aja."
Namarra yang baru saja duduk di tempat duduknya lantas menoleh. "Hah?"
Geraldy menaruh jaketnya di atas meja Namarra. Tanpa menatap Namarra, cowok itu bicara, "Kalo nanti lo ... 'tembus' lagi, lo pake jaket gue lagi."
'Halah sial! Kenapa gue jadi deg-degan begini?!'
'Anjrit! Akhirnya gue ngobrol lagi sama dia.'
"O-oke," kata Namarra, mengambil jaket Geraldy dan memasukannya ke dalam tas.
Geraldy kembali ke aktivitasnya. Cowok itu kembali fokus bermain game. Sementara Namarra menidurkan kepalanya di meja. Keadaan seketika hening. Tidak ada percakapan lagi diantara keduanya.
"Namarra? Biasanya belum dateng sih kalo jam segini."
Terdengar samar-samar suara Iqbaal yang sepertinya sedang mengobrol dengan seseorang. Yang membuat Namarra mengernyitkan dahi adalah Iqbaal menyebut namanya.
"Eh?" Iqbaal yang baru masuk kelas langsung berhenti. Ia lantas menoleh ke seorang cowok yang baru membalikan badan hendak pergi dari kelasnya. "Namarra udah dateng tuh, Kak."
Raihan menghentikan langkah, ia kembali menatap Iqbaal yang cengengesan didepan kelas.
"Gue panggilin ya. Kirain tadi dia belom dateng," kata Iqbaal sebelum akhirnya ia benar-benar masuk kelas.
Iqbaal melangkah masuk kelas dengan wajah ceria seperti biasa. Apalagi tadi malam grup chat kelas ramai membahas Namarra dan Geraldy yang menjadi pemeran utama.
"Selamat pagi, Namarra," sapa Iqbaal sambil tersenyum lebar pada Namarra. Ia lalu tersenyum pada Geraldy. "Selamat pagi, Geraldy."
"Sinting," sahut Geraldy masih fokus pada hape.
Iqbaal terbahak. "Yaelah, yang jadi pasangan di drama galak banget nih."
Namarra mengumpat pelan. Iqbaal sudah mulai meledeknya. Cowok itu memang tidak mengenal waktu. Kapanpun dan dimanapun, Iqbaal pasti meledek Namarra dan Geraldy.
"Bacot," ketus Namarra.
Iqbaal semakin tertawa melihat Namarra yang ikutkesal. "Princess Charlotte jangan kesel gitu dong..."
"Bacot anjir," sahut Namarra semakin emosi dengan Iqbaal.
"Iya iya santai dong elah, masih pagi nih!" balas Iqbaal ikutan sewot. "Ada Kak Raihan tuh didepan."
Mendengar Namarra Raihan membuat Geraldy menatap ke luar kelas. Disana memang ada siluet seorang laki-laki. Geraldy juga menjadi bertanya-tanya, apa tujuan Raihan datang ke kelasnya pagi-pagi begini.
"Kak Raihan? Ngapain?" tanya Namarra.
"Ya mana gue tau!" jawab Iqbaal. "Lo samperin aja sana."
Namarra segera beranjak menghampiri Raihan yang sudah menunggunya didepan kelas. Cewek itu tidak sadar kalau Geraldy dengan mata tajamnya mengamati Namarra sejak cewek itu beranjak dari tempat duduknya.
"Ngeliatnya biasa aja kali," cibir Iqbaal.
"Berisik lo," balas Geraldy.
Mata Geraldy kini memperhatikan Namarra dan Raihan. Ada perasaan kesal tapi ia sadar kalau ia bukan siapa-siapanya Namarra lagi.
"Eh, Kak Raihan, ngapain kesini, Kak?" tanya Namarra begitu melihat Raihan dengan senyumannya yang begitu menyejukkan hati.
"Mau ngomong sama lo," jawab Raihan, begitu tenang.
"Ngomong apa?"
"Ehm, lo nanti ekskul kan?" tanya Raihan, memastikan.
Namarra mengangguk. "Iya. Emang kenapa, Kak?"
"Abis ekskul, lo mau nggak nemenin gue ke toko buku?"
Namarra membulatkan mata. Menatap Raihan penuh tanda tanya. Ia bingung kenapa tiba-tiba Raihan memintanya untuk menemaninya ke toko buku. Padahal sebelum-sebelumnya keduanya tidak pernah dekat.
"Ke toko buku? Kenapa nggak minta temenin sama yang lain aja?"
Iqbaal yang kebetulan mendengar itu langsung melotot dan ingin melempar Namarra dengan botol minumnya.
Namarra itu memang begitu. Dideketin cowok ganteng, pinter, malah seakan nolak dan bersikap sok jual mahal.
Ya pantas aja kalau sampai sekarang ia belum memiliki pacar lagi.
Bukannya menjawab, Raihan justru balik bertanya. "Lo nggak mau nemenin gue?"
"Eh? Nggak gitu maksudnya," kata Namarra, panik sendiri.
Raihan tertawa. "Jadi mau nggak nemenin gue ke toko buku? Nanti gue tungguin lo selesai sama urusan mading."
Walau sejujurnya ia bingung dan juga heran dengan Raihan yang tiba-tiba mengajaknya ke toko buku, tapi akhirnya Namarra mengangguk juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namarra [END]
Teen FictionStory by @matchalatte_xx ─────────────────────────────── Namarra tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya selama satu tahun kedepan dikelas 11 IPS 2. Niat hati ingin menghindari Geraldy, tapi takdir justru mempersatukan mereka lagi. Geraldy yang m...