15 : Jaket (2)

196 25 0
                                    

Namarra tidak ikut ke kantin. Cewek itu memilih untuk menikmati bekal Rani sambil menonton Iqbaal konser di kelas. Meski Iqbaal itu lambe turah nya kelas 11 IPS 2 yang kerjaannya gosip setiap saat, tapi cowok itu juga memiliki bakat. Yaitu, bisa bermain alat musik. Salah satunya adalah gitar.

"Mau request lagu apa nih?" tanya Iqbaal yang kebetulan duduk didepan Namarra dengan gitar di pangkuannya.

"Terserah," jawab Namarra, sibuk memakan nugget milik Rani.

Iqbaal memetik gitar nya, Namarra langsung mendelik ketika tau lagu apa yang akan Iqbaal bawakan.

"Lagunya itu mulu. Nggak bisa lagu lain ya lo?" sindir Namarra.

"Bisa, anjir," jawab Iqbaal sedikit ngegas. "Tadi gue tanya lo malah jawabnya terserah, gimana sih?!"

"Imagination aja," usul Rani.

"Yaelah, kalo nggak celengan rindu ya imagination. Sumpah gue bosen anjir. Dari kelas 10, awal kelas 11, sampe sekarang kayak nya si Iqbaal bisanya cuma dua lagu itu doang ya?"

Iqbaal menghela nafas. Kalau saja Namarra sedang tidak dalam mood hancur begini dan keadaannya seperti biasa mungkin Iqbaal sudah menoyor kepalanya.

Iqbaal tersenyum pada Namarra. "Terus lagu apa dong, Namarra cantik?"

Geraldy yang sedang menulis di meja nya seketika mendelik ketika mendengar Iqbaal bicara seperti itu pada Namarra. Sementara Namarra merasa biasa saja.

"Ra, lo di panggil Jiyya tuh di depan," kata Vina yang baru saja datang ke kelas.

Namarra mendongak menatap Vina dengan kedua alis menyatu. "Ngapain?"

"Ya mana gue tau," jawab Vina.

"Jiyya temen lo yang anak kelas sebelah ya, Ra? Yang rambut nya pendek?" tanya Iqbaal tiba-tiba.

Namarra langsung menoleh dan menatap cowok itu. "Iya. Kenapa? Naksir lo?"

"Dih? Apaan? Enggak lah anjir. Lagian dia tuh udah sama Razan," elak Iqbaal.

"Kalo kelas sebelah mah jangan deh, Baal, ada si Diza soalnya," sahut Bisma ikut-ikutan.

"Eh tapi boleh juga tuh si Diza. Cakep," kata Iqbaal menaik-turunkan alisnya.

"Lo emang berani deketin si Diza?" tanya Ari sambil tertawa meledek.

Iqbaal berdecak malas. "Kagak sih."

"NAMARRA ADA NGGAK SIH DI DALEM?! ADA TEMEN NYA NIH!"

Terdengar teriakan nyaring di depan pintu kelas. Siapa lagi kalau bukan Erin. Dan ternyata disusul dengan teriakan lebih cempreng yang tidak lain adalah Jiyya.

"NAMARRA, YUHUUU~"

"BERISIK, WOI! INI BUKAN KELAS LO."

"BODO AMAT BUKAN KELAS GUE. YANG PENTING ADA TEMEN GUE DI DALEM."

Dan selanjutnya terdengar suara yang saling sahut-menyahut. Erin yang hobi teriak-teriak, bertemu dengan Jiyya yang sama-sama hobi teriak. Sangat cocok.

Cocok merusak pendengaran siapapun yang mendengarnya.

"Rin, jangan marah-marah gitu dong ke cewek gue."

Namarra memijit pelipisnya saat mendengar suara cowok yang berusaha ikut campur.

Ya, siapalagi kalau bukan Razan. Cowok yang dikabarkan mendekati Jiyya dan selalu ada dimanapun Jiyya berada.

"Apaan sih?" tanya Namarra, mendekati Erin, Jiyya, dan juga Razan.

"Lo urus deh temen lo nih," kata Erin yang langsung masuk kelas.

Jiyya langsung menarik Namarra agar lebih dekat dengannya. "Ra, lo tuh gue panggil malah baru keluar sekarang. Padahal kan gue udah ngasih tau Vina, kalo gue ada disini. Ngapain sih lo?"

Namarra menatap Jiyya, lalu menatap Razan. "Lah ... lo ngapain nyamperin gue?"

"Katanya lo 'tembus' ya? Nah, kebetulan banget gue bawa cardigan. Gue mau minjemin elo—EHHHH?????"

Namarra dan Razan dengan kompak mundur selangkah mendengar Jiyya yang menjerit begitu.

Pandangan Jiyya mengarah pada sebuah jaket hitam yang terikat dipinggang Namarra.

"ITU JAKET PUNYA SIAPA?!" tanya Jiyya, masih dengan teriakan. Matanya masih fokus mengamati jaket hitam tersebut. "BENTAR-BENTAR, kayak nya gue kenal jaket ini deh."

Namarra hanya memandang Jiyya dengan tatapan malas. Walaupun raut wajah Namarra terlihat biasa saja, tapi cewek itu sebenarnya sedang menahan rasa malunya.

Suara Jiyya ini pasti terdengar sampai dalam kelas. Apalagi di dalam kelas ada Geraldy yang duduk anteng sedang menulis catatan.

"Punya Geraldy ya?!" pekik Jiyya yang langsung menutup bibir nya sendiri. Matanya membulat. "Gimana bisa?! Gimana bisa lo pake jaket dia?"

Razan yang mengantar Jiyya hanya diam saja. Ia tidak mau ikut campur. Lagipula ia tidak terlalu mengenal cowok bernama Geraldy itu.

"Jiyya." Namarra mendorong Jiyya agar menjauh dari kelas nya. "Daripada lo berisik di depan kelas gue, mending lo balik aja ke kelas lo. Okeee?"

"Eh, tapi—"

Namarra langsung menyuruh Jiyya masuk kelasnya sendiri sebelum Jiyya melanjutkan ucapannya. Setelah Jiyya benar-benar masuk kelas, Namarra langsung berbalik.

Secara bersamaan, didepan sana Liana sedang berjalan seorang diri. Sudah pasti hendak ke kelas nya untuk bertemu dengan Geraldy. Tatapan Liana langsung mengarah pada Namarra. Lebih tepatnya kearah jaket yang melingkar di pinggang cewek itu.

Namarra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang