33 : Mengejutkan

186 23 0
                                    

Geraldy menatap Raihan yang berpamitan pada Namarra, cowok itu bilang kalau ia harus pergi dari situ. Geraldy ingin bersikap bersahabat namun nyatanya tidak bisa. Tatapan matanya yang menunjukkan itu semua.

Bahkan tatapan Geraldy mengikuti Raihan hingga cowok itu benar-benar keluar dari UKS.

Tatapannya sama sekali tidak bersahabat.

"Ngapain dia?" tanya Geraldy dengan nada datar dan tanpa ekspresi.

"Nemenin gue," jawab Namarra. "Mana sini roti nya."

Geraldy memberikan sebungkus roti coklat pada Namarra dan menaruh secangkir teh manis hangat didekat Namarra. Ia lalu duduk di depan Namarra, memandang cewek cantik itu.

"Ngapain nemenin lo?" tanya Geraldy, merasa tidak senang.

"Lah emang kenapa? Terserah dia lah mau nemenin gue apa nggak. Kenapa lo nanya-nanya?" balas Namara.

Geraldy terdiam. Tidak mampu membalas ucapan Namarra. Ia mendadak sadar kalau Namarra bukan siapa-siapanya.

"Lo masih suka sama Kak Raihan, Ra?" tanya Geraldy. Matanya menatap was-was Namarra. Takut dengan jawaban Namarra.

Namarra terdiam beberapa detik. Lalu akhirnya menggeleng. Membuat Geraldy menghela nafas lega.

"Emangnya siapa yang bilang kalo gue suka sama Kak Raihan?" tanya Namarra.

"Lah kan elo sendiri yang bilang. Lo selalu bahas Kak Raihan, bangga-banggain Kak Raihan, bilang dia ganteng lah, pinter lah, idaman lah. Itu kan artinya lo suka sama dia," jawab Geraldy, terselip nada kesal dan cemburu saat ia mengatakan itu.

"Iya sih," gumam Namarra. "Tapi gue sadar kalo gue tuh bukan suka dalam artian mau jadiin Kak Raihan tuh pacar gue, bukan suka dalam artian gue harus jadian sama Kak Raihan."

"Terus?"

"Suka nya tuh dalam artian kagum gitu loh. Ya siapa sih yang nggak suka sama Kak Raihan di sekolah ini?"

"Jadi ... lo cuma sebatas kagum sama dia? Nggak beneran suka?"

Namarra mengangguk. "Iya lah."

Geraldy memejamkan mata, menyenderkan punggungnya pada kursi lalu ia terkekeh pelan.

"Kenapa lo?" tanya Namarra, bingung melihat Geraldy yang tiba-tiba tertawa.

Geraldy membuka mata dan menatap Namarra. "Lo kenapa nggak bilang dari dulu kalo lo tuh cuma sebatas kagum doang sama Kak Raihan?"

"Lah emang kenapa?"

Geraldy merubah posisi duduknya. "Alasan gue mutusin lo tuh karena gue pikir lo beneran suka sama Kak Raihan."

"Hah?"

Geraldy meringis, ia menggaruk kepalanya begitu melihat Namarra yang melongo bingung.

"Gue males dengerin lo yang setiap hari bahas dia mulu, muji-muji tuh cowok mulu, senyum-senyum tiap dia nggak sengaja lewat didepan lo. Gue pikir lo beneran suka sama dia. Apalagi ... setelah itu lo bener-bener cuek sama gue. Ya gue emang tau kalo lo orangnya cuek banget tapi cuek lo tuh beda, Ra. Apalagi kita waktu itu lagi berantem."

"Terus?"

"Gue udah nggak bisa mikir apa-apa lagi. Keadaan kita lagi berantem dan lo selalu bahas Kak Raihan mulu setiap kita chatan. Ditambah lagi lo berubah cuek banget ke gue. Disitu tanpa mikir apapun lagi gue lebih milih mutusin elo. Karena gue pikir lo emang udah bosen sama gue dan lo suka sama Kak Raihan."

"Jadi lo nyalahin gue?! Lo sadar dong dulu lo tuh nggak ada kabar! Pas hari ulang tahun lo, lo juga ngilang kan waktu gue ucapin selamat ulang tahun ke lo walau cuma lewat chat doang."

Geraldy mengerjap kaget melihat reaksi Namarra yang langsung berapi-api membalas ucapannya.

"Ya gue kesel sama lo," kata Geraldy.

"Gue yang harusnya kesel sama lo!" balas Namarra.

Geraldy merapatkan bibir. Namarra itu kalau lagi marah emang menyeramkan walau itu sama sekali tidak mengurangi kadar kecantikan cewek itu.

"Lo minta break kan waktu itu? Lo kalo mau putus sama gue ya bilang aja dari awal. Nggak usah pake acara break segala. Lo pikir gue nggak tau, malemnya lo ketemuan sama mantan lo kan?!"

Geraldy tersentak. Ia berpikir dan mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya dan Namarra sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Vallencia.

Muncul satu nama yang membuat Geraldy langsung merutuk dirinya sendiri. Ia memang bertemu Vallencia. Mantannya. Tapi itu hanya sekedar bertemu biasa karena Vallencia ingin memberikan Geraldy kado ulang tahunnya.

Dan yang membuat Geraldy aneh, bingung, heran sekaligus takjub adalah Namarra yang mengetahui itu. Padahal ia tidak cerita apa-apa.

"Kenapa lo diem?" tanya Namarra, tatapannya berubah sinis. "Bener kan. Lo emang ketemuan sama mantan lo itu."

Geraldy menarik nafas dalam. "Iya. Gue emang ketemuan sama dia. Tapi cuma ketemuan biasa, dia cuma ngasih gue kado abis itu gue langsung pulang. Gue chat lo tapi nggak lo bales."

Namarra memutar bola mata. Cewek itu turun dari ranjang dan hendak berjalan menuju pintu UKS.

"Lo mau kemana?" tanya Geraldy, tangannya menarik lengan Namarra.

Namarra menoleh sinis. "Ya mau keluar lah! Gue males bahas yang udah berlalu."

"Ra," panggil Geraldy dengan nada memelas.

"Apaan si lo? Lepasin!" Namarra berusaha melepaskan tangannya yang di genggam Geraldy.

"Oke kalo lo nggak mau bahas yang udah berlalu. Kita bahas yang sekarang aja," kata Geraldy.

"Apaan sih?" ketus Namarra.

Geraldy membasahi bibir bawahnya sebelum ia bicara. "Jujur, gue masih sayang sama lo."

Ucapan Geraldy yang terdengar lantang itu membuat Namarra terdiam. Matanya membulat menatap Geraldy.


Kamu tau nggak alasan aku putus sama Geraldy karena apa? Karena aku nggak bisa pacaran sama orang yang masih sayang sama mantannya.

Geraldy masih sayang sama lo, Namarra.


Seketika ia ingat ucapan Liana dan Raihan. Namarra pikir omongan itu hanya omong kosong belaka. Ia juga tidak ingin mempercayai itu. Tapi mendengarnya langsung dari bibir Geraldy sekarang malah membuat Namarra tidak bisa bereaksi apa-apa.

"Ra," Geraldy menatap Namarra yang masih terdiam. "Kalo gue ngajak balikan, lo mau nggak?"

Namarra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang