07:00 PM
Tampaknya sudah malam. Benar, waktu terasa sangat cepat. Tapi tidak bagi sesosok manusia kecil di sana. Di balkon apartemen itu. Menikmati hembusan angin malam yang terasa semakin dingin saja. Waktu baginya adalah sebuah siksaan, terasa sangat berat dan panjang. Otaknya masih terus memikirkan apa yang baru saja terjadi. Benar, ia sudah menikah.
Lucu sekali, benar-benar menggelikan ketika mengingat apa yang terjadi di masa lalu dan sekarang. Suaminya adalah orang yang paling ia benci. Dan apa yang bisa ia lakukan sekarang? Tidak ada.
Kabur? Percuma saja, ia sudah lelah. Jadi, hal terbaik yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah diam dan menerima semuanya. Menjadi seorang budak dari keluarga yang gila harta.
"Sayang."
Suara itu lagi. Suara pengganggu indra pendengarannya. Dan itu tampaknya akan terus terjadi. Namun seperti yang ia pikirkan sebelumnya, ia akan diam. Diam dan menerima apapun mulai saat ini. Tak akan mempedulikan apapun lagi. Dia hanya akan bergerak untuk makan, mandi dan berak.
Iya, berak itu penting.
"Ada yang menganggu pikiranmu, Hyung?"
Sepasang tangan melingkar di pinggang Jinho. Menjijikkan memang. Tapi dia tak melawan, membiarkan orang menyebalkan itu merasa puas, lalu jenuh dan menghilang dengan sendirinya. Meski bulu Jinho yang ada di belakang kepalanya sedikit memberikan respon saat orang itu meletakkan kepalanya di sana. Perlahan mengambil kesempatan untuk menghirup aroma dari kulit putih yang ada di depannya, yang memang saat ini sudah menjadi hak miliknya.
"Tak ada," jawab Jinho singkat tanpa mengalihkan perhatiannya.
Namun dengan kurang ajarnya, Hui melangkah lebih jauh. Dia mencium leher itu. Menciuminya dengan lapar, dia sudah menantiikaan saat-saat seperti ini. Saat di mana dia bisa memperlakukan Jinho semaunya. Mendapatkan hak penuh atas orang yang dicintainya. Dan sekarang impian itu sudah terwujud.
"Segera katakan apa yang kau mau Hui," Ucap Jinho menahan emosinya. Hui yang tau orang di depannya ini sudah emosi, memilih menghentikan pergerakannya. Dia menumpangkan dagunya di bahu pria yang lebih kecil.
"Aku hanya ingin kau tidur Hyung," ucapnya lirih dan hanya ditanggapi anggukan singkat oleh Jinho. Hanya itu, maka dengan senang hati Jinho akan melakukannya. Namun orang ini masih saja menempel dan susah sekali untuk dilepaskan
"Aku akan tidur. Jadi lepaskan aku."
"Nanti saja. Aku ingin tetap seperti ini."
Jinho menghela nafas. Kesabarannya benar-benar diuji. Dia sudah mengenakan piyama, dia hanya ingin tertidur. Tapi ia lupa bahwa ia tidak tidur sendiri lagi setelah ini. Dia akan tidur dengan iblis.
Jinho hanya diam saat Hui kembali melakukan kegiatannya yang tadi tertunda. Ia menutup matanya, lebih memilih untuk memberikan perhatiannya pada hembusan angin di sana. Namun di tengah itu semua, satu pemikiran menyebalkan memasuki otaknya.
"Hui."
"Hmm," gumam Hui yang masih sibuk dengan leher itu.
"Apa kau akan melakukan itu padaku?"
"Itu? Seks?"
Menyebalkan bukan? Iya, memang. Lihatlah, Jinho rasanya ingin memukulnya saja. Jinho itu tidak ingin menyebut istilah menjijikkan seperti itu di hadapannya. Hah, benar-benar menyebalkan. Dengan rasa malas Jinho meresponnya dengan anggukan. Hui tersenyum dan memejamkan matanya, menunduk dan bertumpu pada bahu Jinho. Memikirkan jawaban yang akan ia berikan.
"Tidak."
Jinho mengeryitkan dahinya. Dia pikir Hui akan mengatakan yang sebaliknya. Namun- Ah lupakan saja, ini adalah sebuah kabar baik, setidaknya untuk hari ini. Jinho tersenyum penuh kemenangan, berharap semoga Hui membenarkan kata-katanya untuk tidak melakukan hal menjijikkan itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝐑𝐀𝐕𝐈𝐓𝐘 || 𝐉𝐨 𝐉𝐢𝐧𝐡𝐨
Fanfic[Love, Fall, Hurt, Crazy] Mereka datang. Mereka yang merasakan Cinta, Luka, Sakit, dan Gila. Mereka yang berlomba untuk merebutnya. Mereka yang tidak membiarkan makhluk manis itu tertawa barang sedetik saja. Entah ini kisah mengesankan atau mengena...