Mata indah itu masih terus saja menatap kosong secangkir teh panas di depannya. Bahkan dinginnya ruangan itu ditambah hujan deras di luar sana sudah berhasil membuat benda panas itu kehilangan derajat suhunya. Maka jangan ditanyakan lagi seberapa dingin keadaan manusia mungil itu sekarang ini.
Semuanya begitu suram. Hati dan pikirannya sudah tak ada lagi kehangatan. Matanya melukiskan kesedihan dan badannya yang sedari tadi masih menggigil kedinginan. Memang menyedihkan ketika seseorang harus dipaksa untuk menikahi orang yang dibenci. Namun bagaimana lagi? Ini adalah pilihan terbaik untuknya saat ini.
Telinganya seakan tuli sejak tadi. Mengabaikan perbincangan orang-orang menyebalkan di ruangan itu sekarang ini. Namun Jinho tak bisa kabur lagi. Kali ini dia harus menerimanya. Sudah banyak orang tersakiti karena menyelamatkannya. Dan itu semua sudah cukup untuk membuatnya menerima ini semua.
"Kita akan melaksanakan secepatnya."
Kalimat itu membuat Jinho mendongakkan kepala menatap pria tua yang memilih untuk berdiri dari tempatnya. Mata Jinho yang menatapnya kosong dan badannya yang menggigil kedinginan membuat Jian menatapnya iba. Jinho memang semenyedihkan itu bahkan di mata musuhnya sendiri
"Hui, Jinho, ayah harap kalian bisa lebih dekat."
"Dan Jinho, Paman selalu memegang persetujuanmu," ujarnya dengan senyuman. Berharap Jinho merasa lebih baik dengan itu. Namun percuma, karena Jinho tak mendengarkan itu semua bahkan setiap katanya.
"Pernikahan akan dilakukan minggu depan."
Hening. Suara Jian menggema di ruangan itu diiringi suara derasnya hujan di luar sana. Tak ada yang menyangkal ataupun memberi perlawanan. Hanya ada orang-orang yang mengangguk dan tersenyum penuh kemenangan.
"Persiapan pernikahan akan dilakukan secepatnya. Dan selama persiapan itu tak ada yang boleh menemuimu, Jinho."
Tak ada yang terkejut. Jinho sekalipun. Memang itu yang sedari tadi mereka perbincangkan, namun otak Jinho memilih untuk mengabaikan itu semua. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia sudah memutuskan untuk mengikuti ini semua dan meninggalkan semua orang-orangnya.
"Besok kita akan mulai mencari gedung dan sebagainya. Jadi bersiaplah."
Jian dan anak laki-lakinya berdiri dari tempat duduknya. Mengabaikan Jinho yang saat ini masih setia dengan posisinya. Persetujuan manusia mungil itu pada kenyataannya jauh lebih penting daripada perasaannya. Jadi jangan heran jika orang-orang itu akan mengabaikannya setelah ini.
"Yunho, aku dan Hui pamit. Senang bisa bekerjasama denganmu."
Kedua bapak-bapak itu saling bersalaman. Tak lupa dengan putra mahkota mereka yang sedari tadi tak berhenti menyunggingkan senyum ramahnya.
Kedua tamu besar itu mulai berjalan meninggalkan tempat duduknya. Tentu dengan sang tuan rumah yang dengan senang hati mengantarkan dan mengabaikan makhluk kecil yang sedari tadi menggigil kedinginan. Namun telinga Jinho seakan bergetar ketika mendengar suara tipis dari orang yang saat ini paling di bencinya. Hui. Namja itu masih sempat mengucapkan perpisahan bahkan saat ia sudah berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Terimakasih banyak, sayang."
《GRAVITY》
Next day
13.00Jinho masih betah saja berdiam diri. Mengabaikan seseorang yang menemaninya untuk menghabiskan waktu sejak pagi tadi. Tunangannya. Mereka memang tak bertunangan secara resmi. Cincin pun tak terlihat di jari manis keduannya. Namun apapun kalian menyebutnya, kedua orang itu akan menikah seminggu lagi. Menyenangkan sekali bukan?
![](https://img.wattpad.com/cover/229599576-288-k57487.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝐑𝐀𝐕𝐈𝐓𝐘 || 𝐉𝐨 𝐉𝐢𝐧𝐡𝐨
Fiksi Penggemar[Love, Fall, Hurt, Crazy] Mereka datang. Mereka yang merasakan Cinta, Luka, Sakit, dan Gila. Mereka yang berlomba untuk merebutnya. Mereka yang tidak membiarkan makhluk manis itu tertawa barang sedetik saja. Entah ini kisah mengesankan atau mengena...