06. Akan terjadi?

184 28 86
                                    

6. Akan terjadi?

Tok tok tok

Suara ketukan pintu itu berhasil menyita perhatian wanita lansia yang sedang duduk di bangku singgasananya. Sedangkan tangannya sibuk dengan jahitan yang sedari tadi ia pegang.

"Assalamualaikum, Nek, ini Rifan."

Wanita lansia itu pun menoleh. "Waalaikumsalam. Buka saja Nak, pintunya tidak dikunci," jawab wanita yang Rifan sebut 'nenek' itu.

Tak berapa lama pintu itu berhasil terbuka menampakan sosok cucu yang sangat ia rindukan. Membuat senyum manis tercetak di wajahnya yang tidak kencang lagi.

"Nek aku minep sini ya malam ini." ucap Rifan sesudah mencium tangan kanan Neneknya tanda hormat.

"Iya."

Neneknya sudah hapal jika Rifan memutuskan untuk menginap disini, berarti anak laki-lakinya lagi-lagi membuat Rifan tidak betah berada dirumah itu.

"Yaudah kamu istirahat, Nenek buatkan cokelat panas kesukaan kamu dulu, ya."

Rifan refleks tersenyum, "Makasih Nek."

Setelah neneknya hilang di telan dinding yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang dapur, Rifan memutuskan untuk menjatuhkan tubuhnya pada sofa dekat jendela.

Kini waktu menunjukan pukul 5 sore. Ia menghembuskan napas gusar. Lelah.

Matanya mulai terpejam, beberapa menit kemudian ia terlelap dengan keadaan masih menggunakan seragam sekolah dan sepatu yang belum sempat ia lepas.

Nenek datang dari arah dapur, menatap cucu nya yang kini sudah berumur 17 tahun. Cepat sekali, pikirnya. Ia mendekat ke arah cucunya dan meletaknya segelas cokelat panas di meja dekat Rifan terlelap.

Bagai rekaman yang dapat diputar ulang. Kejadian masa lalu itu terputar kembali dalam benaknya. Seutas rasa bersalah yang belum hilang pun kembali membelenggunya. Tanpa sadar air mata jatuh seraya mengelus puncak kepala Rifan pelan.

"Maafkan nenek, nak."

🌾🌾🌾

"Kembaliannya 32ribu. Ada lagi?" Tanya Nesya ramah kepada pelanggan yang berada tepat di depannya.

Pelanggan itu menggeleng kemudian beranjak pergi dari tempat kasir dan beralih keluar gedung supermarket.

Nesya masih tersenyum ramah sampai pelanggan itu benar - benar hilang dari balik pintu kaca menuju mobil miliknya—si pelanggan—baru lah senyum Nesya perlahan memudar.

Helaan napas lelah lolos begitu saja dari mulut. Kini baru pukul 7 malam, jadwal ia pulang kerja pun masih 2 jam lagi. Tapi rasanya badan Nesya sudah remuk saja.

Ia sedikit memijat-mijat bahu kanan dan kirinya yang terasa pegal. Ah Nesya jadi ingin pulang sekarang. Tapi sayangnya keinginan itu harus ia buang jauh-jauh. Yap! Ia harus konsisten dengan pekerjaannya.

Nesya menarik napas pelan-pelan juga menghembuskannya perlahan. "Semangat Nesya," ucapnya menyemangati diri sendiri, di ikutin acungan tangan yang terkepal guna menambah kobaran semangat yang sempat hilang tadi.

Mbak Yeni menatap Nesya yang terlihat lelah dengan iba. "Kalau capek istirahat aja Nes."

Nesya menoleh. "Nggak capek kok mbak," jawabnya bohong. Ia tidak enak jika harus istirahat pada jam kerja, apalagi dia baru 2 hari bekerja disini.

Mbak Yeni sendiri pun tahu jika Nesya sedang berbohong tapi sebisa mungkin ia menutupinya. Ia takut Nesya makin tak enak hati kepadanya.

"Yaudah. Nanti kalau capek istirahat aja ya," ujar Mbak Yeni akhirnya tak lupa dengan seulas senyuman manis khasnya.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang