52. Tatapan

36 4 0
                                    

52. Tatapan

Bagi sebagian orang, menutupi kesedihan adalah hal biasa saja. Bahkan lumrah bagi mereka yang lebih sering memendam semuanya sendiri. Namun, tidak dengan Nesya. Ia tak bisa bersikap seolah semua terlihat baik-baik saja ketika melihat Rifan melewatinya dengan Tyas di belakang boncengannya. Tempat yang semestinya dirinya berada sekarang.

Mata yang sedari tadi awas, menatap Rifan berhenti tepat di parkiran seketika redup saat tangan Rifan membantu Tyas untuk turun dari motor ninja merahnya. Ada sesuatu di dalam hatinya yang menjerit tak terima hanya dengan melihat perlakuan yang dulu Rifan berikan padanya kini terganti oleh orang lain. Dan kabar buruknya, orang itu adalah Tyas.

"Mau sarapan di kantin dulu nggak?" Ajakan Rifan terdengar sangat lembut di telinga Nesya. Sayang, ajakan tersebut bukan untuknya. Bukan lagi untuknya.

"Boleh," jawab Tyas. Kemudian mereka berdua berjalan berdampingan ke arah kantin.

Sepintas lirikan Rifan seakan tertuju padanya, padahal ia tengah melirik Reza yang melambaikan tangan ke arahnya. Nesya membuang tatapan itu. Ia sudah berjanji untuk tidak berakting hari ini. Namun, ia juga tak bisa menunjukan kebenarannya di depan Rifan. Alhasil jalan satu-satunya adalah menjauh.

Nesya bergegas pergi dari tempat terakhir kali ia melihat Rifan berdampingan dengan Tyas. Dengan dada yang sesak, Nesya tak menghiraukan sapaan yang tertuju untuknya. Ia terus melangkah tanpa mau menatap sekitar. Tundukan yang sedari tadi ia pertahankan, harus membuatnya mendongak ketika sepasang kaki di depannya menghadang jalannya.

"Kantin, yuk, sarapan dulu." Ucapan pertama Tresna membuat Nesya yang belum sempat mengganti atensi wajahnya menjadi terbungkam.

"Yuk, mumpung jam masuk masih lama." Tak mengindahkan raut Nesya yang kebingungannya, Tresna menarik tangan Nesya untuk ikut dengannya.

"Aduh, Tres, nggak usah, deh. Gue sarapannya nanti aja," tolak Nesya.

"Udah, ayok, nggak boleh nolak."

Akhirnya mereka berhenti di satu meja yang kosong. Kantin memang tak terlalu ramai jika masih pagi seperti ini. Banyak dari siswa yang memilih untuk sarapan di rumahnya saja. Atau kalau memang tak sempat sarapan di rumah mereka akan memilih menghabiskan makanannya di kelas saja. Itu adalah kebiasaan buruk yang belum pernah hilang dari sekolahnya ini.

"Lo mau nasi goreng atau roti aja?"

Belum sempat Nesya menjawab, Tresna kembali bersuara, "Nasi goreng aja, ya. Tunggu gue pesenin."

Tresna bangkit ke arah Bu kantin untuk memesan nasi goreng mereka. Nesya lagi-lagi hanya diam. Tresna begitu baik kepadanya. Nesya jadi merasa tak enak jika harus terus menerus menolak niat baik cowok itu.

Saat Nesya memilih untuk menatap sekitar. Matanya tak sengaja menangkap wajah seseorang yang berpaling darinya.

Rifan. Cowok itu dengan cepat menoleh ke arah Tyas yang berada di sampingnya. Entah sebelumnya Rifan tengah menatap apa, yang jelas setelah itu rasa sakit di dadanya kembali datang.

"Tyas," panggil Rifan.

Tyas yang sedang menyendok nasi gorengnya menoleh pada Rifan. "Em?" gumamnya.

"Nanti sibuk nggak?"

"Nggak, emangnya kenapa?"

"Jalan, yuk. Gue lagi nggak ada temen."

Jawaban Rifan membuat Tyas kaget. Susah payah gadis itu menelan sisa-sisa kunyahannya. "Jalan?" tanyanya memastikan.

Rifan mengangguk. "Mau kan?"

Senyum Tyas seketika terbit begitu memastikan ajakan Rifan. "Mau banget. Kebetulan gue nggak ada acara setelah ini," ujarnya.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang