19. Berbagi Kisah

92 10 126
                                    

19. Berbagi Kisah

"Hue ... mama ...."

Nesya terus menggerang-gerang tak jelas. Dan itu berhasil membuat Rifan frustasi. Pasalnya kini waktu audah menunjukan pukul 4 sore. Terhitung dari pulang sekolah, sudah 3 jam Nesya dan Rifan terdampar di lantai perpustakaan yang sudah terkunci ini.

"Lo berisik banget, sih!" Rifan kini menutup telingannya dengan telapak tangan. Berharap hal itu dapat membantunya meredam suara sumbang Nesya saat ini.

"Lo, sih! Udah tau gue hp-nya mati, malah ngebiarin hp lo juga mati. Alhasil, kita sama-sama kekurung di sini kan jadinya!" Nesya malah beralih menyalahkan Rifan.

"Ya gue mana tau lah, kalau mau kekurung di sini juga!" bela Rifan. "Jadi nyesel gue."

Nesya menoleh cepat pada Rifan yang juga duduk lesehan di sampingnya.

"Maksud lo apa?! Lo nyesel bantuin gue tadi?!" Nesya berteriak emosi. Cowok ini ... ah! Nesya tak jadi menobatkan cowok ini 'orang baik'. Nesya ralat ucapannya tadi malam!

Yang ditanya hanya menghembuskan napas jengah. Ia tak menjawab, buat apa juga. Hanya membuang-buat tenaganya saja berdebat dengan Nesya. Yang berakhir dengan kemengannya Nesya-dan Rifan yang berbaik hati mengalah.

Nesya kembali menatap kedepan. Tugas biologinha sudah selesai dari 1 jam yang lalu. Berkat Rifan yang bersikeras menyuruhnya mengerjakan tugas sialan itu. Kalau bukan karena tugas itu, Nesya tak mungkin duduk di lantai putih ini dengan wajah yang lusuh seperti sekarang.

"Gue nggak mandi dong sore ini," cicit Nesya bicara sendiri. Namun, Rifan tetap menoleh meski ia tahu, bukan dirinya lah yang diajak bicara.

"Gue nggak kerja, dong, hari ini," cicit Nesya kembali.

Kali ini, walaupun tak diajak bicara, Rifan menyahuti tanpa disuruh, "Lagian ngapain, sih, lo kerja?" Nesya bergeming mendengar itu.

Ia tak menjawab. Namun, ekspresinya menggambarkan semuanya.

Rifan berdeham. "Sorry ..." Nesya menoleh. "... maksud gue bukan kayak gitu." Rifan menyudahi ucapannya dengan sedikit rasa bersalah.

Nesya menikuk alis tak mengerti. Memangnya maksud Rifan apa? Ia tak bilang jika Rifan telah menyinggung perasaannya tadi.

"Kenapa nggak pake uang pensiunan bokap lo aja, buat keperluan sekolah dan yang lainnya?" Rifan mengajukan pertanyaan yang semakin membuat Nesya bingung. Namun, tak lantas menjawabnya dengan sedikit ragu-ragu. "E—nggak cukup."

"Emang bokap lo nggak ada harta warisan gitu buat lo?" tanya Rifan lagi. Nesya menatap Rifan makin dalam. Ia mencoba mencari jawaban atas pertanyaan di benaknya saat ini. Sampai ia sadar. Ia tidak bisa membaca pikiran orang. Dan sejak menyadari itu, Nesya menyerah.

"Mm ... ada, sih ...,"

"... tapi buat masa depan gue. Buat kuliah gue nanti," lanjut Nesya yang membuat Rifan mengangguk-angguk mengerti.

"Btw, lo ... tau apa aja tentang gue?"

Rifan menoleh santai. "Lumayan banyak," jawabnya.

Nesya sedikit tersentak. Lumayan. Banyak.

Reaksi sensitifnya hanya sebatas mendengar kata 'banyak' dari mulut Rifan. "Serius lo? Tau dari mana?" tanya Nesya menggebu.

"Mimpi." Rifan melengos sembari mengedikkan bahunya acuh.

Mata Nesya kontan membelalak. Mimpi?

"Mimpi? Maksudnya lo mimpiin gue juga gitu?"

Rifan mengangguk.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang