14. Gue mau bantuin, lo.

129 18 162
                                    

14. Gue mau bantuin,lo.

"Lo—Reka, ya?"

Pertanyaan itu sontak membuat lawan bicaranya menjawab, "Iya. ada apa?"

Nesya menghembuskan napas lega. Akhirnya ia bisa bertemu dengan Reka. Seseorang yang muncul di dalam mimpinya tadi malam.

"Lo ... pulang sama siapa, nanti?" tanya Nesya.

Reka terlihat berpikir sebentar, sebelum menjawab, "Sama cowok gue. Emang kenapa?—"

"Jangan," potong Nesya reflek.

Reka mendelik. Ekspresinya melukiskan bahwa ia sedang terkejut. "Ha? Gimana?" tanya Reka memastikan.

Nesya diam sebentar. Ia sedang merangkai kalimat yang pas untuk menjelaskan tentang mimpinya tadi malam. Namun sialnya, otaknya tak bisa berkompromi kali ini.

"Ya, pokoknya jangan." Akhirnya hanya itu yang bisa Nesya ucapkan.

Reka masih terlihat bingung. "Apaan, sih, gak jelas deh," cicit Reka yang hendak beranjak.

"Reka, dengerin gue." Nesya menahan tangan Reka. Mensejajarkan pandangannya dengan pandangan Reka, agar mempermudahkannya berbicara.

Reka membalas tatapan Nesya dengan ngeri. Entah kenapa, Reka jadi sawan sama Nesya. Takut-takut, ia menepis tangan Nesya pelan.

"Gue mau pulang. Udah, ya, cowok gue nungguin, nih," ucap Reka yang melengos ngeri.

Lagi-lagi Nesya menahannya. "Gue bilang jangan. Lo bisa kecelakaan nanti."

Reka terdiam menatapnya dengan sebelah alis terangkat. "Ha? Apaan?" tanya Reka.

Nesya berdecak. "Lo bisa kecelakaan nanti. Plis, percaya sama gue," jawab Nesya meyakinkan.

Reka masih menatapnya dengan tatapan bingung bercampur ngeri. Diam-diam ia menelan ludahnya sendiri. "L-lo ... nggak gila, 'kan?" tanyanya terbata.

Sedetik kemudian Nesya mendelik. Secara tak langsung Reka bermaksud mengatinya orang gila. Wah ngajak war ni bocil, batin Nesya.

Nesya menghentak tangan Reka. "Eh Jubaedah! Sembarangan lo ye kalau ngomong. Bisa-bisanya miss yunipers secantik gue, dikatain gila sama bocil macam lo!"

"Eh Ropeah! Bilang aja lo iri karena jomblo. Makanya punya muka tuh yang elit kek gue! Muka debuan aja dipake."

Mata Nesya melebar seketika mendengar ejekan itu. "Wah lo ngajak tempur beneran ya Juba!" seru Nesya seraya menyibak rambutnya kebelakang.

"Tuh kenop pintu wc umum singkirin dulu dari mata lo!" lanjutnya.

Reka reflek menyentuh kacamata bulatnya. Kemudian ia berdesis, "Ayok siapa takut, Rope!" tantang Reka.

"Rope? Ropeah?"

"Iya! Ngapa?!"

"Wah-wah bener-bener ni bocil. Dibantuin malah ngajak war." Nesya mulai mengambil posisi kuda-kuda.

"Ayok buruan!"

"Wah lu belum tau jurus menembus bantal andalan gue, kayaknya."

Reka melepas kacamata bulatnya, lalu ia masukkan dalam saku seragamnya. "Lo juga belum tau jurus belut maraton andalan gue, kayaknya."

Mereka bertatapan dengan tatapan nyalang. Dengan aba-aba telepati antar kedua pihak. Mereka mulai mendekat guna memulai pertempuran.

"Ciahhh!!"

"Hiyakkk!!"

"Ada apa ini, Mi?"

Keduanya terhenti ketika suara berat dengan gurat jenaka itu, terdengar. Reka langsung memakai kacamata bulatnya untuk melihat lebih jelas siapa yang baru saja bersuara.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang