Epilog

49 4 0
                                    

19 Oktober 2028

Rifan membuka kelopak matanya dengan cepat. Tubuhnya tersentak hebat, ia bangkit dari posisinya. Dengan tangan yang reflek memegang kepalanya yang terasa berputar, cowok itu menyibak selimutnya, dan menjatuhkan telapak kakinya di atas lantai.

Rifan menghembuskan napas. "Mimpi itu lagi," ucapnya pelan.

Kemudian ia mencoba menetralisir keadaan dengan mengerjab-ngerjab. Menarik napas dalam, lalu menghembuskannya. Ia lakukan berkali-kali. Itu adalah cara ampuh untuk meredakan shock-nya.

Tepat pada hembusan napas terakhir. Kedua tangan mungil menyusup dari arah belakang. Memeluk pinggangnya lembut. Rifan tak perlu terkejut lagi dengan tindakan itu, ia hanya cukup menoleh ke arah seseorang yang kini menumpukan dagunya pada pundak Rifan.

"Mimpi itu lagi, ya?" ucap cewek yang sudah satu tahun ini menemani hari-harinya di rumah.

"Maaf, ya, gara-gara aku, kamu jadi dihantui mimpi buruk itu sampai sekarang."

Rifan terkekeh mendengar ekspresi istrinya yang terlihat imut. Ia melepas pelukan, dan mengganti posisinya menjadi berhadap-hadapan.

"Nggak perlu minta maaf. Aku nggak pernah nyesel ngelakuin hal itu dulu. Lumayan di umur aku yang sekarang, masih bisa ketemu Nesya versi 17 tahun," balas Rifan seraya mencubit lembut pipi Nesya.

Gadis itu--eh, sudah bukan gadis lagi. Ah, Nesya memanyunkan bibirnya. "Ish, nyebelin, deh," cebik Nesya, membuat Rifan gemas sendiri. Alhasil cowok itu menarik istrinya ke dalam dekapannya.

Walaupun sudah menempuh umur yang ke-25 tahun. Nesya masih tetap terlihat menggemaskan di matanya. Selalu. Semenjak kejadian terjun dari atap gedung Rifan tak pernah bisa lepas dari Nesya. Itu adalah kejadian yang akan selalu membuat keduanya tertawa jika mengingat betapa bodohnya mereka dulu.

Rifan mempererat pelukannya. Matanya menangkap bingkai di dinding kamar mereka. Itu adalah bingkai foto pernikahan mereka. Rifan tersenyum melihat foto itu.

Ia tak menyangka, Nesya bisa kembali untuknya. Dari indah yang sekadar singgah, melewati datang dan kemudian pulang. Sempat terhenti karena takdir memintanya untuk pergi. Sekarang, senjanya kembali lagi.

"Kamu tau nggak? Kayaknya kamu beneran senja, deh," cetus Rifan membuat Nesya melepas dekapan seraya menatap suaminya itu bingung.

"Hm? Kok gitu?" gumamnya.

Pupil mata Nesya membesar, karena rasa ingin tahunya. Dan lagi-lagi hal menggemaskan itu membuat Rifan terkekeh.

"Iya, datang, pulang dan kembali," jawab Rifan, "tapi bedanya, kini kamu menentap. Jangan tanya seberapa indahnya kamu sekarang. Bahkan saat kamu memutuskan untuk tak kembali. Kamu masih indah di mata aku."

Setelah mendengar itu, pipi Nesya kontan bersemu. Perkataan Rifan kali ini mengingatkannya tentang kejadian sore itu di bukit Ina Dahayu. Ia sangat ingat bagaimana indahnya senja saat itu. Biasan oranyenya tak akan bisa ia lupakan. Meski sekarang sudah banyak kejadian manis yang ia ukir bersama dengan Rifan. Namun, kejadian di bukit itu akan terus ia kenang. Karena di sana, Rifan benar-benar terlihat sangat mencintainya.

"Karena aku yakin, senja akan pulang ke tempatnya berpulang," lanjut Rifan.

Nesya semakin melebarkan senyumannya, tanpa ragu dan tanpa takut akan apa pun lagi, Nesya mendekat mengelus pipi Rifan dengan lembut. "Iya. Dan kamu adalah tempat aku pulang," balas Nesya sama manisnya.

Mereka saling melempar tatapan penuh cinta. Benar sudah tak ada lagi ragu di antara mereka. Rifan pun juga sudah tak memikirkan apa pun lagi jika ingin menarik Nesya dalam dekapannya.

Seperti sekarang, Rifan kembali menarik miliknya ke dalam rengkuhannya. Memberikan kehangatan juga kasih sayang yang terus bertambah setiap harinya.

"Aku nggak pernah nyesel udah ketemu sama kamu. Karena kamu adalah kenyataan terindahku," bisik Rifan seraya mendaratkan kecupan singkat pada kening Nesya.

Kini mereka benar-benar bersama.

Bersama untuk selamanya.

--TAMAT--

562 kata

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang