08. Mereka merasa bersalah

181 22 151
                                    

8. Mereka Merasa Bersalah

Nesya menutup pintu kamarnya pelan. Ia mulai berjalan munuju tempat tidurnya dengan langkah lunglai.

Perlahan ia menjatuhkan bokongnya di bibir kasur berseprai teddy bear itu, di lanjutkan dengan membuka sepatu sekolahnya juga yang lainnya. Kemudian ia beranjak ke kamar mandi guna membersihkan diri.

Setelah aktivitas malamnya selesai ia kembali menjatuhkan bokongnya yang kali ini tepat di tengah-tengah kasur.

Senyap. Tak ada bunyi sama sekali kecuali embusan napas Nesya sendiri. Nesya menatap lurus pandangan didepannya dengan tatapan kosong. Ia beberapa kali menghela napas. Entah kenapa dadanya terasa sesak sekarang. Mungkin karena ia terlalu bekerja keras hari ini. Baiklah kalau begitu Nesya harus cepat-cepat tidur. Besok ada pelajaran olahraga, ia harus mengumpulkan tenaganya untuk hari esok.

Kini ia sudah menjatuhkan seluruh tubuhnya ke tempat tidur. Ia menarik selimut yang berada tepat di atas lutut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Ia pun mulai menutup kelopak matanya berusaha membuat dirinya terlelap lalu melupakan kejadian yang ia alami bersama Rifan hari ini.

Jadi jangan berharap lebih sama gue, Nes.

Kalimat itu kembali terngiang di kepalanya membuat mata Nesya perlahan terbuka lagi. Nesya masih tak mengeluarkan suaranya, tatapan kosong itu pun masih ia tampilkan bedanya kini wajah seseorang mulai terlukis dipikirannya. Buru-buru Nesya mengerjapkan mata saat tahu siapa wajah seseorang itu.

Nesya kini memilih untuk tidur menyamping. Awalnya ia memilih menyamping ke sebelah kanan tapi posisi itu masih tidak nyaman baginya. Ia pun kini memilih tidur menyamping ke sebelah kirinya, tepat di samping meja yang di atasnya ada lampu tidur. Tapi sialnya, posisi itu lagi-lagi tak membuatnya terlelap.

Ia pun akhirnya memilih bangun dari posisinya menjadi duduk.

Jangan berharap lebih.

Astaga kata-kata itu tak bisa hilang dari pikirannya. Ia meremas rambutnya frustasi. "Ck. Emangnya siapa juga sih yang berharap lebih sama lo!" Nesya makin berdecak sebal ketika mengatahui bahwa kalimatnya barusan adalah sebuah kebohongan.

"Gue bisa kok ubah masa depan tanpa bantuan lo, Fan. Liat aja nanti."

🌾🌾🌾

"Nek Rifan pulang," ucap Rifan seraya mengunci pintu rumah neneknya. Sesuai yang ia bilang tadi, malam ini ia akan menginap di rumah neneknya. Lagi.

"Kamu habis dari mana? Kok pulangnya malam?" tanya Nenek ketika Rifan mendekat guna mencium punggung tangannya.

Rifan mengangkat kepalanya. "Abis cari angin, Nek," jawab Rifan.

"Cari angin kok sampai 2 jam lebih."

"Habis pacaran ya kamu?" tuduh Neneknya yang langsung membuat kedua mata Rifan kontan membulat.

"Rifan nggak punya pacar, Nek."

Nenek menghembuskan napas, lagi-lagi itu jawaban cucu sematawayangnya. Padahal jika dilihat-lihat cucunya ini tak jelek-jelek amat, malah terkesan tampan sama seperti anaknya. Tapi kenapa tak ada satu pun gadis yang bersedia menjadi pacarnya?

"Yaudah kamu istirahat sana. Capek kan?"

"Iya ... aku ke kamar dulu ya, Nek."

Baru saja dua langkah, Nenek kembali membuat langkahnya terhenti. "Udah bilang Papa mu belum kalau mau minep disini?"

Rifan terdiam untuk beberapa saat. "Nggak. Buat apa." Kemudian Rifan kembali melanjutkan langkah kakinya menuju kamar khusus dirinya dirumah ini.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang