32. Perihal Mimpi

48 8 41
                                    

32. Perihal Mimpi

Fokus Nesya yang sedang menatap kosong pandangan di depannya seketika buyar ketika mendengar suara ketukan dari arah pintu.

Nesya menoleh. Siapa yang malam-malam gini berkunjung ke rumahnya? Apakah sahabat-sahabatnya? Tapi 'kan Nesya sudah memperingati mereka untuk memberikan waktu untuk Nesya sendiri dulu.

Lama ia berpikir, akhirnya ia memilih untuk segera membukakan pintu. Dan, betapa terkejutnya ia ketika melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.

"Rifan?" Mulutnya kontan menyebut nama itu. Karena memang yang sedang berdiri di hadapannya adalah Rifan.

"Ngapain lo malam-malam kesini?" tanya Nesya masih dengan ekspresi kagetnya.

"Silahkan masuk," ucap Rifan sarkas, yang langsung membuat Nesya terkesiap.

"I-iya, silahkan masuk," Kemudian Nesya bergeser memberi ruang agar Rifan bisa masuk ke dalam rumahnya.

"Lo ngapain ke sini?" Nesya kembali bertanya.

Yang ditanya hanya diam sembari menatap Nesya yang sekarang terlihat kucel di matanya. Pasti dia mimpi buruk lagi, pikir Rifan.

"Nih." Tanpa menjawab pertanyaan Nesya, Rifan meletakkan sebungkus bubur ayam yang sudah di wadahi box sterofoam.

Nesya menatap bubur itu dengan alis bertaut. "Apa ini?" tanyanya bodoh.

"Ck. Ya bubur lah, masa lo nggak liat. Emangnya sejak kapan lo buta?"

Raut wajah Nesya kontan berubah menjadi masam ketika mendengar ucapan Rifan barusan. "Kebiasaan, deh, mulutnya," cicit Nesya kemudian membuang mukanya kesal.

Rifan sedikit terkekeh melihat respon menggemaskan Nesya. Memang selalu ada kepuasan tersendiri ketika berhasil membuat Nesya kesal.

"Udah, dimakan, aja. Nggak gue kasih sianida kok, palingan cuma borax," Rifan menjiplak ucapan Nesya waktu itu. Msmbhat Nesya semakin memanyunkan mulutnya geram.

Rifan tertawa pelan. "Nggak-nggak, canda. Udah buruan dimakan." Dan kali ini Nesya pura-pura tak mendengar ucapan Rifan. Ia masih kesal pada cowok di sampingnya ini. Tak cukup kehadiran Tyas membuat suasana hatinya berubah menjadi suram. Sikap asli Rifan pun kembali, dan itu sangat menyebalkan. Harusnya Nesya tak usah membukakan pintu rumahnya untuk Rifan tadi.

"Lah, kok, diem. Lo nggak lumpuh 'kan?" Nesya kontan berdecak mendengar itu.

"Gue nggak napsu. Mending lo pulang sekarang. Gue nggak mau di ganggu."

"Lah kalau gue mau ganggu gimana?"

"Ya tapi kan gue nggak mau."

"Ya suka-suka gue dong. Kok lo yang sibuk."

"Ih nyebelin!" geram Nesya sembari menggebrak meja di depannya kesal.

"Berisik tau nggak?!"

Rifan melihat Nesya yang ngamuk semakin tak bisa menahan tawanya. "Iya-iya, maap. Yaudah sini gue suapin."

Nesya menoleh kaget. "Nggak mau!" tolaknya cepat.

"Harus mau, sini." Rifan membuka box makanan tersebut kemudian mulai mengaduk-aduk bubur di dalamnya.

"Ya-yaudah gue makan sendiri aja. Gue bukan anak kecil lagi, jadi nggak usah repot-repot suapin gue--"

Hap!

Satu suapan masuk ke dalam mulut Nesya tiba-tiba, memotong ucapannya dengan seenak jidat. Membuat Nesya mendelik kesal kepada Rifan yang hanya memasang cengiran kudanya.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang