34. Ternyata benar

57 8 50
                                    

34. Ternyata benar

"Rifan!"

Tresna mendongak, mengangkat pandangannya yang semula fokus pada ransel di tangannya, ketika mendengar pekikan Nesya.

"Aduh, Fan, sorry, nggak sengaja," ucap Nesya yang langsung membantu Rifan berdiri dari posisinya sekarang.

Rifan meringis seraya meraih uluran tangan Nesya di depannya. Dielus-elusnya bokong yang terasa nyeri akibat terjatuh cukup keras tanpa aba-aba.

"Sakit, ya?" tanya Nesya yang langsung membuat Rifan berdecak.

"Ya, iyalah, namanya juga jatoh, ya sakit," jawab Rifan.

Tresna yang sedari tadi hanya diam memandangi Nesya dan Rifan yang entah sedang berbuat apa sebelumnya sampai-sampai Rifan terjatuh. Sayangnya ia tak melihat kejadian itu langsung tadi. Jika iya, mungkin ia sudah terbahak sekarang.

"Lorang ngapain sih? Kok Rifan bisa jatuh?" Pertanyaan Tresna membuat keduanya menegang. Perlahan mereka saling melirik karena teringat apa yang hampir saja mereka lakukan tadi.

"Ehem," deham Rifan menjauh.

"Nggak pa-pa. Nih bocil nggak sengaja dorong gue tadi. Saking kelewatannya karisma gue ampe nggak kuat dia liatnya. Alhasil didorong deh gue," kilah Rifan dengan nyeleneh.

Sebenarnya Nesya hendak protes. Namun, mengingat apa risiko terburuknya jika Tresna tahu tentang apa yang sedang terjadi, Nesya memilih untuk bungkam saja. Membiarkan Rifan berkata semaunya untuk memutar percekapan.

Tresna mengambil duduk di depan mereka dengan alis yang masih mengkerut, tapi tak lantas melupakan hal aneh tersebut seiring Rifan memancingnya untuk menjauh dari persoalan itu.

"Btw, kenapa kalian ngajak gue kesini, ya? Katanya mau ada hal penting yang diomongin?" tanya Tresna menyudahi basa-basi mereka. Sekarang ia fokus pada tujuan awalnya kesini.

"Iya, emang ada yang mau diomongin."

Tresna reflek bertanya. "Apaan?"

Rifan membuka mulutnya. Nesya hanya diam menunggu Rifan menjelaskan perihal mimpi tentang cowok ini kemarin, dengan rasa gelisah yang kembali menyergap tubuhnya.

Berbagai kemungkinan bisa terjadi, jikalau Rifan tak berhasil membujuk Tresna. Dan yang paling buruk ialah, mimpi Nesya menjadi kenyataan.

Rifan masih stay membuka mulutnya. "A ... bukan gue yang mau ngomong, tapi Nesya." Dan pada akhirnya Nesya terperanjat di tempat dia duduk. Gadis itu menoleh kaget ke arah Rifan sembari bercicit gelagapan.

"Kok, gue?"

"Lah, emang lo yang mau bantu dia 'kan?" Suara Rifan sengaja diperbesar agar Tresna bisa mendengarnya. Hal itu semakin membuat Nesya merasa gelisah. Kenapa jadi nggak sesuai rencana gini, sih? Pikir Nesya.

"Bantu gue? Maksudnya?" Tresna yang tak mengerti hanya bisa mengernyit bingung.

"Jelasin aja, Nes."

"Fan," tegur Nesya.

"Dia bukan anak kecil lagi, gue yakin dia bisa terima keadaan."

Ucapan Rifan barusan serasa menyindir harga diri Tresna sebagai laki-laki. Tresna mulai tak sabaran menanti akan hadirnya penjelasan. "Maksud lo apa, sih, Fan? Yang jelas dong, tudep," ujar Tresna.

Rifan rasa Tresna mulai kesal dengan uluran waktu ini. Ia pun menghembuskan napas pelan sebelum akhirnya memilih untuk langsung to the point.

"Hadang nyokap lo pulang ke rumah hari ini."

Alis Tresna kontan tertekuk juga dengan air muka yang berubah seiring pikirannya berjalan ke arah yang sangat sensitif bagi dirinya. Dan Nesya, di samping Rifan ia hanya bisa menegur Rifan pelan seraya meremas ujung seragam sekolah cowok itu di bawah meja.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang