38. Ungkapan

52 8 25
                                    

38. Ungkapan

"Nek, ini Rifan."

Puspa, wanita berumur 65 tahun yang acap kali dipanggil dengan sebutan Nenek itu membuka pintu setelah mendengar suara cucunya dari arah depan.

"Rifan?" beo Nenek ketika melihat cucunya berdiri di depannya dengan masih menggunakan seragam lengkap. Sudah hampir seminggu cucunya tak lagi datang ke rumah ini. Puspa kira ia dan Ayahnya sudah berbaikan.

"Nek, Rifan minep sini, ya, malam ini," ucap Rifan seraya mengecup punggung tangan Neneknya.

"I-iya," jawab Nenek.

Rifan masuk dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa panjang ruang tamu. Ia memandang langit-langit plafon dengan pandangan nanar. Pikirannya kini masih dipenuhi oleh gadis bernama Nesya yang berhasil membuatnya uring-uringan tak tentu arah. Rifan sendiri mengaku jika ia salah, tapi tidak bisakah Nesya mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Kenapa jadi salah paham seperti ini.

"Kamu kenapa bengong? Capek, ya, sekolah seharian," ujar Nenek yang mengambil duduk di kursi khusus dirinya.

Rifan menoleh. "Iya, kalau gitu Rifan istirahat di kamar aja, ya, Nek." Rifan bangkit dari posisinya. Aktivitasnya berhenti ketika sesuatu yang sangat ingin ia tanyakan pada Neneknya tiba-tiba teringat.

"Oh, ya, Nek. Apa akhir-akhir ini Papa sering ke sini?"

Ke sini yang dimaksud Rifan adalah rumah ini. Karena Rifan curiga, Ayahnya itu menyalahkan Neneknya atas sikap Rifan. Sesuai yang dulu sering ia mimpikan.

Puspa sendiri mulai kesusahan mengatur ekspresinya. "Ng-nggak, kok, Papa kamu nggak pernah ke sini-sini lagi semenjak kamu dewasa ini," jawab Puspa terbata.

Meski dalam hati Rifan tak percaya, rasa lelahnya mengalahkan bisikan dari hati kecilnya itu. Rifan mengangguk. "Yaudah, Rifan, ke kamar dulu, ya, Nek."

Puspa mengangguk. "Iya, nanti Nenek bangunkan kalau sudah jam makan malam tiba. Sana istirahat," suruh Neneknya yang kemudian membuat kaki Rifan melangkah meninggalkan Puspa dan rasa bersalah telah membohongi cucu sematawayangnya itu.

Di kamar, Rifan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, setelah usai bersih-bersih badan terlebih dahulu.

Kini ia hanya menggunakan celana pendek seatas lutut ditemani dengan kaus oblong putih polosnya. Ia kembali memandangi langit-langit kamar, menghela napas berkali-kali. Sesuatu yang aneh memeluknya erat. Membuat Rifan sangat merasa gelisah sekarang. Apakah setelah ini ia tak bisa lagi bertemu dengan Nesya? Bagaimana jika ia atau Nesya bermimpi tentang masa depan seseorang, apakah mereka akan menyelamatkan masa depan seseorang itu bersama?

Lama Rifan bergelud dengan isi pikirannya tentang Nesya, sampai akhirnya ia berhasil terjun ke alam bawah sadarnya. Dengan pikiran yang masih perihal gadis yang sama. Nesya.

Seorang gadis dengan baju khas kasir supermarket berjalan gontai menyeberangi jalan raya. Pikirannya kalut, entah memikirkan apa. Saking asik dengan pikirannya sendiri ia sampai tak sadar dengan sinaran dari mobil yang berada tak jauh dari tempatnya melangkah sekarang.

"Nesya!"

Gadis itu menoleh kepada seseorang yang meneriaki namanya. Suara itu sangat ia kenali, ia pun tersenyum, tapi tak lantas mengerutkan kening ketika melihat seseorang itu berlari terburu-buru ke arahnya.

"Nesya! Awas!"

Rifan terbangun dengan cepat. Astaga, ia hanya bermimpi tadi. Namun, tak secepat itu ia melega. Karena seperti yang kalian tahu, setiap mimpi Rifan adalah kenyataan. Ia mengontrol degupan di dalam dadanya. Kemudian beralih melirik jam yang menempel di dinding kamarnya.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang