26. Pasar malam

65 8 96
                                    

26. Pasar malam


"Kamu kenapa, sih, senyum-senyum terus kayak gini?"

Nesya yang sedikit terkejut dengan ucapan Mbak Yeni barusan, menoleh. Ya, kini ia tengah berada di Supermarket tempatnya bekerja. Akibat terkurung di perpustakaan kemarin, ia harus membayar hutang tak masuk kerjanya hari ini. Padahal seharusnya ia sedang asik-asik menonton drama korea kesukaannya.

"Eh, nggak pa-pa, Mbak. Nggak senyum, kok, muka aku emang sudah secantik ini," ucapnya percaya diri.

Mbak Yeni menggeleng-gekeng tak mengerti. "Ada-ada aja kamu ini," keluhnya yang membuat Nesya terkekeh sesaat.

"Oh iya, kamu benaran kekurung di perpus semalaman kemarin?" tanya Mbak Yeni yang masih penasaran dengan cerita Nesya mengenai dirinya yang kemarin tak masuk kerja.

Ceritanya terpotong karena ada pelanggan yang ingin membayar barang belanjaannya. Dan jadilah Mbak Yeni menyibukkan diri selama Nesya melayani pelanggan itu. Namun, sayangnya ia baru ingat sekarang jika ceritanya belum ditamatkan oleh Nesya.

"Benaran lah, Mbak. Masa iya aku bohong. Kalau hidung aku panjang gimana?"

Mbak Yeni mendengkus. Ia sedang dalam kepo mode on. Candaan yang garing akan ia tendang jauh-jauh dari pembicaraan. "Kamu nggak takut gitu terkurung sendirian? Nggak gelap emang nya?"

"Nggak sendirian, kok." Nesya memasukan uang recehan yang baru saja ia hitung ke dalam berangkas kasir.

"Lah? Terus kamu terkurung sama siapa? Kunti? Pocong? Tuyul?"

"Intinya sama setan," ucap Nesya terkekeh mengingat siapa yang kemarin menemaninya di perpustakaan.

"Serius kamu? Sejak kapan kamu indihome?"

"Indigo, Mbak." ralat Nesya.

"Iya-iya, indigo. Biar nggak tegang aja gitu." kilah Mbak Yeni.

Nesya tertawa pelan. Kenapa suasana hatinya sangat baik sekali malam ini?  Mungkin karena ia telah berhasil membantu masa depan seseorang? Ah, ya, dengan bantuan Rifan tentunya. Omong-omong, Rifan sedang apa, ya? Nah, 'kan Nesya kembali tersenyum hanya dengan memikirkan pikirannya ini.

"Tuh, 'kan, malah senyum-senyum lagi. Kamu kenapa, sih, sebenarnya?" tanya Mbak Yeni gemas sendiri.

"Nggak pa-pa," jawab Nesya singkat tanpa melenyapkan senyumannya.

Mbak Yeni menyerah. Mungkin saja gadis yang umurnya 6 tahun di bawahnya ini sedang kasmaran. Begitukan remaja-remaja pada umumnya?

"Btw, kamu terkurung sama siapa kemarin?" Mbak Yeni mencoba mencari celah agar hening tak menyelimuti mereka. Bukan. Bukan karena merasa canggung. Namun, lebih ke sawan, melihat Nesya yang senyum-senyum sendiri seperti ini.

"Sama teman aku," jawab Nesya.

"Ya siapa? Cewek kah? Cowok kah?"

"Bencong."

Mbak Yeni menoleh cepat. "Serius kamu? Mbak kira sama banci," tambah Mbak Yeni yang  membuat obrolan mereka semakin tak bermutu.

"Skip. Kita nggak jelas."

Kemudian kedua tertawa. Mengisi setiap blok di ruangan lebar ini. Nesya kembali menyibukkan dirinya dengan uang-uang di berangkas kasir, ketika tawanya ia usaikan.

Mbak Yeni pun mengikut. Namun bedanya, kini ia kembali memfokuskan pembicaraan. "Serius ih, kamu terkurung sama siapa?"

Nesya mendorong berangkas kasir ke dalam. Ia menoleh pada Mbak Yeni yang menanti jawaban darinya. "Sama," Nesya menggantung ucapannya. Ia sedikit ragu memberitahu Mbak Yeni akan hal ini.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang