Will you be my future?

43 3 0
                                    

19 Oktober 2020

Tangan yang tertusuki infus itu bergerak perlahan. Sinar lampu di ruangan, juga suara pendingin yang terdengar sangat teratur mulai membangkitkan kesadaran cowok itu.

Matanya sedikit demi sedikit menemukan titik pencahayaan, dan akhirnya berhasil terbuka dengan sempurna. Meski masih buram, Rifan terus berusaha menyadarkan dirinya. Tangan yang ter-infus itu pun terangkat memegang pelipisnya yang terasa nyeri.

Rifan masih mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Sampai ada seseorang yang menggeliat pelan di samping.

Rifan terkejut ketika merasakan perutnya di peluk oleh tangan orang itu. Dengan cepat Rifan menoleh ke samping. Dan menemukan cewek yang sedang memejamkan matanya.

Rifan mengernyit. "Nesya?" panggilnya dengan suara serak.

Detik itu juga mata Nesya bergerak terbuka. Bertemu pandang dengan Rifan yang tengah ia peluk. "Eh, udah bangun, ya?" ucap Nesya.

Rifan diam masih tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Seingatnya, ia dan Nesya sama-sama terjun dari atap gedung malam itu. Seingat Rifan, ia dan Nesya sama-sama pergi.

"Kenapa, masih pusing?" Rifan kembali menoleh pada Nesya yang bersuara.

"Nesya, lo kok bisa ada di sini?" tanyanya.

"Kita, kok, bisa ada di sini?" ralatnya kemudian.

Mendengar itu Nesya tersenyum dan mempererat pelukannya. Membuat Rifan semakin tak mengerti.

"Kita sama-sama dirawat. Lo nggak liat baju rumah sakit kita couple-an," balas Nesya.

"Dirawat?" ulang Rifan.

Jadi maksudnya tadi malam mereka selamat?

"Tadi malam kita jatuh di matras. Pihak polisi udah nyiapin itu takut-takut Om beneran mau dorong kita," terang Nesya membuat Rifan mengangguk mengerti.

Benar, tadi malam kesadarannya hilang bahkan sebelum ia sampai ke daratan. Akibat minuman yang Rifan yakini diberi obat tidur, tenaganya benar-benar habis. Apalagi terjun dari lantai setinggi itu, ia dan Nesya tadi malam pasti shock berlebihan.

"Tapi kenapa lo ada di ranjang gue? Kenapa nggak istirahat di ruangan lo aja?"

Nesya kembali tersenyum. Mood-nya sangat baik pagi ini, meski mimpinya waktu itu terwujud, itu bukanlah sebuah penyesalan. Itu sebuah anugrah. Karena dengan begitu, ia jadi tahu, jika Rifan masih menyayanginya.

"Emangnya nggak boleh nemenin pacar sendiri?" jawab Nesya seraya tersenyum penuh arti.

Rifan terdiam. Pacar? Sudah lama sekali Rifan tak mendengar kata itu. Ada sedikit rasa rindu yang terobati di relung hatinya. Dan rasa kecewa yang dulu membentangkan jarak antara ia dan Nesya sudah benar-benar hilang. Sekarang Rifan sadar, rasa sayangnya lebih besar daripada apa pun.

"Gue ini masih pacar lo, 'kan, Fan?" lanjut Nesya, "kita masih pacaran, 'kan?"

Rifan sudah tak bisa menahan senyumannya. Dengan mantap ia mengangguk seraya mengubah posisi menjadi menyamping ke arah cewek itu. Mereka sama-sama mendekap sekarang.

Mereka berdua tersenyum sambil menukar pandang. Dari delapan bulan perpisahan, akhirnya kali ini mereka kembali. Dengan perasaan yang sama. Masih sama. Dan akan selalu sama.

"Nes," panggil Rifan.

"Hm?"

"Lo cantik. Masih cantik." Rifan terus mengamati setiap inci wajah Nesya. Rindunya benar-benar sudah akut.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang