43. Tentang Nenek

36 6 1
                                    

43. Tentang Nenek

"Aaaa!!"

Suara pecahan keramik terdengar begitu keras di dalam kamar Rifan. Ia anarkis terhadap dirinya sendiri. Seluruh benda yang ada di dalam sana ia hancurkan demi melampiaskan penyesalannya.

"Kenapa! Kenapa gue nggak bisa nolong Nenek!"

Sekujur tubuh yang memerah padam akibat emosi yang meluap, membuat tenaga Rifan sedikit demi sedikit terasa habis. Ia jatuh. Bersandar di balik pintu yang tertutup rapat. Tak mengizinkan seseorang pun masuk ke dalam kabungan emosinya.

"Gue benci sama lo Arwan."

Nesya membuka kelopak matanya cepat. Dadanya naik-turun, mengatur napas yang tersenggal. Ia bangkit dari posisi tidurnya. Mimpi tak jelasnya tentang Rifan yang dulu sering ia mimpikan kini sudah menjadi gambaran yang jelas. Nesya bahkan bisa merasakan elegi pahit yang menimpa Rifan kala itu. Gadis dengan piyama karakter BT21 itu tanpa sadar mengeluarkan setitik air mata. Ia buru-buru mencari ponselnya untuk menghubungi Rifan.

Dapat.

Ia melirik angka jam yang tertera di layar datar itu. 02.53, AM. Astaga, dini hari. Apakah Rifan masih bisa mengangkatnya?

"Gue chat aja, deh," putus Nesya.

Nesya:

P
Fan?
Lo baik-baik aja, 'kan?
Fan?
Gue mimpi ....
Gue takut lo kenapa-napa.

08.12, AM, Rifan mengucek matanya. Memastikan pesan yang baca ini adalah pesan dari kekasihnya--Nesya. Benar, itu adalah pesan dari Nesya. Kenapa gadis itu mengiriminya pesan jam 2 pagi? Dan mengapa ia mengkhawatirkan Rifan?

Tanpa berpikir panjang lagi, Rifan langsung menelpon Nesya.

"Halo, Nes--"

"Fan! Lo nggak pa-pa, 'kan?" potong Nesya dari seberang sana.

"Ha? Emangnya gue kenapa?"

Lama Rifan menunggu balasan. Namun, Nesya tak kunjung bicara. Membuat Rifan jadi khawatir dengan Nesya.

"Nes?"

Masih hening.

"Nesya?"

Suara isakan kecil terdengar. Walau hanya isakan kecil, tapi Rifan tetap saja khawatir berlebih. Pasti Nesya mimpi buruk, dan itu pasti tentangnya. Rifan melirik jam beker yang kini menunjukan pukul 08.15 pagi.

"Nes, tunggu, gue ke rumah lo sekarang."

Pukul itu juga, Rifan langsung bersiap-siap ke rumah Nesya. Persetan dengan Ayahnya yang sudah menegur sinis. Rifan terus berjalan ke arah bagasi guna mengambil motornya.

Jalanan di minggu pagi tak begitu ramai. Ia dengan cepat melesat sampai rumah Nesya.

"Nesya!" Tanpa permisi Rifan mendorong pintu rumah Nesya yang ternyata tidak terkunci.

"Nesya!" Rifan melangkah maju mendekat ke arah Nesya yang langsung berdiri ketika medengar suara Rifan memanggil namanya.

"Rifan," balas Nesya pelan.

Ternyata laki-laki ini sungguh langsung ke rumahnya.

"Nesya, lo nggak kenapa-napa kan?" Rifan memegang kedua bahu Nesya, menatap gadis itu dengan khawatir.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang