57. Keinginan Guntur?

38 2 0
                                    

57. Keinginan Guntur?

Nesya benar-benar linglung. Seseorang di belakang menyeret tubuhnya tanpa jeda. Kejam sekali, padahal Nesya beberapa kali mencoba mengigit tangan besar itu.

Napas tertahan akhirnya keluar dengan kasar dari mulut Nesya yang sudah dilepas dari bekapannya. Seraya mengatur deru napas yang memburu, Nesya menatap sekitar. Orang misterius di belakangnya membawanya tepat di puncak hotel.

Angin malam hari benar-benar bergaung di telinganya. Membuat Nesya dengan sekejab teringat akan mimpinya waktu itu.

Seseorang di belakang menghembuskan napas. "Susah juga, ya, bawa bocah umur 17 tahun ke atas gedung," ujarnya dengan suara berat yang sangat Nesya kenali.

Cewet itu menoleh ke belakang, dan tatapan mereka bertemu.

"O--om?" beo Nesya dengan suara gemetar.

Guntur menyeringai. "Halo, keponakanku. Apa kabar?"

Jantung Nesya berdetak tak keruan. Ia benar-benar ketakutan, mimpi itu benar-benar akan terjadi malam ini.

Nesya meremas gaunnya. "Kenapa Om bisa ada di sini?"

"Mau tau?" Alis Guntur terangkat pongah.

Kemudian ia bergumam pura-pura berpikir. Hal itu benar-benar membuat Nesya semakin tertekan.

"Sebenarnya saya dan Tyas bekerjasama untuk melakukan ini. Dibantu orang dalam juga," terang Guntur membuat Nesya mengernyit kaget.

"Tyas?" ulang Nesya tak percaya.

"Iya, Tyas temanmu. Eh, rivalmu, ya?" Kemudian Guntur tertawa bak iblis.

Nesya menurunkan pandangannya yang mengabur akibat kaca-kaca di matanya pecah. Pantas saja dia hanya diam dan tak membantunya tadi. Apakah ini juga ada sangkut pautnya dengan Rifan yang ia kurung di kamar tadi? Berarti ini sudah mereka rencanakan dari jauh-jauh hari?

Guntur melihat Nesya yang terlihat sangat shock dengan fakta yang baru saja terkuak. Kemudian ia sedikit berdeham untuk memulai ucapannya, "Gini, biar saya jelaskan kenapa saya bisa ada di sini sekarang," ucap Guntur menarik perhatian Nesya untuk menatapnnya.

"Pertama dan yang paling utama, karena saya ada perlu dengan kamu. Kedua, kebetulan tantemu sedang ada klien di restoran depan. Dan saya memanfaatkan waktu yang pas ini untuk menemuimu. Dengan dalih memberi selamat atas kelulusanmu," papar Guntur.

"Selamat, ya, Nesya. Selamat menempuh jalan hidup baru," lanjutnya dengan suara tegas menyeramkan.

Bulu kuduk Nesya meremang. Jalan hidup baru? Maksudnya jalan hidup setelah kematiannya?

"Oke, jangan buang-buang waktu lagi, deh. Takutnya tantemu nyariin saya." Guntur melipat tangannya di depan dada. Menghunus Nesya dengan tatapan tajamnya.

"Om ... Om mau ngapain?" Gejolak ketakutan terus bergemuruh dalam dada Nesya. Ia terus memilin gaun kematiannya dengan tangan yang mendingin.

Guntur tersenyum mendengar getaran dari ucapan Nesya barusan. Terlihat sekali bahwa bocah ini sedang ketakutan. "Cuma mau mengingatkan lagi tentang permintaan saya 5 tahun lalu," ucap Guntur sedikit memberi jeda, "berikan seluruh harta warisan dari ayahmu. Itu saja. Apa susahnya, sih. Saya akan menjamin semua urusan pendidikanmu. Akan saya pastikan kamu tidak kekurangan apa pun. Ayolah, jangan tolak perjanjian ini untuk yang ke-6 kalinya."

Nesya reflek berteriak, "Nggak!"

Sudah bisa ia tebak, pasti Guntur akan meminta hal itu lagi. Selalu itu. Entah apa yang sebenarnya ingin Guntur capai di hidupnya. Intinya, orang tua itu sangat rakus. Haus akan harta, padahal semua itu tidak akan ia bawa ke liangnya kelak.

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang