25. Tunggu nanti malam

68 10 67
                                    

25. Tunggu nanti malam


"Sepertinya mereka sedang dekat, ya? Apa mereka pacaran?"

Guntur menyugar rambut klimisnya ke belakang. Ia menatap pantulan dirinya dari kaca laptopnya yang mati. Senyum bak iblis yang selalu ia tampilkan kini melebar ketika ajudannya menjawab, "Menurut informasi yang saya dapat. Belum ada yang tahu pasti seperti apa status hubungan mereka sekarang. Bahkan ada yang terang-terangan bilang tak mengenali Nesya di sekolah itu."

Kekehan pongah sedikit ia keluarkan. Semakin membuat lelukan iblisnya kian kentara. "Terus ikuti mereka. Terus keruk informasi tentang hubungan mereka berdua, dan ingat jangan sampai Rina tahu. Paham kamu?" ucapnya menegaskan kalimat akhirnya.

"Paham, Tuan."

🌾🌾🌾

"Lo suka 'kan sama gue? Ngaku lo?"

Nesya menatap Rifan dengan senyum jailnya.

Rifan menghembuskan napasnya, jengah. Ia membuka pengait helm full facenya kemudian menatap Nesya kesal. "Lo mau gue tinggalin disini?" ucapnya mengancam.

Nesya berdecak berkali-kali sembari menggelengkan kepalanya sok imut. "Fiks lo suka sama gue," putus Nesya dengan PDnya.

Rifan kontan mendelik. "Ada akhlak lo begitu?" cibir Rifan geram.

Pasalnya sejak kejadian di dekat lampu merah tadi. Nesya bukannya tersipu atau semacamnya, justru berbanding terbalik dengan harapannya. Rifan kira tatapan yang Nesya berikan tadi adalah bukti bahwa ia akan mendapat pujian atau mungkin rasa terimakasih dari Nesya. Namun nyatanya, malah ejekan yang ia dapatkan. Dan sialnya, ejekan itu berhasil membuat pipi Rifan bersemu padam. Alasannya? Jangan tanyakan Rifan. Ia sendiri pun tak tahu alasannya.

Senyum Nesya makin melebar ketika ia melihat guratan merah di kedua pipi Rifan. "Yee, lagian kalau lo nggak suka sama gue ngapain coba dari kemarin genggam-genggam tangan gue terus? Apalagi dengan adanya kejadian tadi," Nesya mendekat ke arah Rifan, berbisik seolah misterius, "Ada. Untuk. Lo," bisiknya menusuk gendang telinga Rifan.

Rifan berdecak. Sia-sia usahanya tadi. Seharusnya memang ia tak perlu susah-susah mengajak Nesya hari ini. Rifan lupa jika Nesya berbeda dari cewek yang lain. Dalam artian, Nesya punya kelainan dalam menjadi perempuan. Oke ini terlalu kejam. Namun, Rifan sendiri tak bisa mendeskripsikannya. Jadi pakailah kata-kata itu sementara, ya.

"Gue cuma mau ngasih lo sedikit ruang jeda buat diri lo sendiri. Dan stop dengan dugaan gak jelas lo itu. Sampai kapan pun gue nggak mungkin suka sama lo," kilah Rifan.

Nesya mencibir. Songong sekali, pikir Nesya. "Awas ya lo sampai jatuh cinta sama gue, baru tau rasa lo." Rifan tak menjawab ia beralih memakai helmnya kemudian menyuruh Nesya cepat naik ke motornya.

Di perjalanan pulang ke rumah Nesya. Tak ada yang mencoba memecah dinding keheningan di antara mereka. Hanya ada deru angin yang kian menerpa pendengaran masing-masing.

"Fan!" Nesya mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Rifan. Namun, mungkin suaranya memang sudah keras dari lahir, jadi ketika dikeraskan lagi menjadi 'terlewat keras'.

"Lo pikir gue sebudeg itu, huh? Biasa aja dong, jangan kek lagi ngajak orang tempur!" jawab Rifan kesal.

Nesya hanya menyengir seperti tak punya dosa. "Fan, jadi sekarang kita udah temenan ya?" Rifan tahu Nesya hanya sedang berbasa-basi. Karena memang gadis satu ini tak betah jika semenit saja berdiam diri. Ada yang kayak Nesya?

Bunga Tidur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang