1-7 [Seorang Novelis dan Sebuah Boneka]

106 19 0
                                    

Akan kutunjukkan padamu suatu hari nanti

--Ah, itu benar kau, dengan suara itu, akan menghiburku dengan polosnya. Kau sudah mengatakan itu, bukan? Kita punya janji. Aku sudah lupa, aku sudah lupa semuanya. Untuk waktu yang lama, aku tidak bisa memaksa diri untuk mengingatmu dengan benar, jadi aku senang kita bertemu lagi. Walaupun sebagai ilusi, aku senang bisa bertemu denganmu. Wanita kecilku yang ramah. Milikku, harta yang kubagi dengan orang yang paling berharga. Aku tahu itu pasti tidak bisa terpenuhi. Namun kita tetap menjanjikannya.

--Janji itu, kematianmu, mereka menghancurkanku, sambil mendorongku untuk terus hidup sampai sekarang. Dan sampai sekarang, aku terus menyeret diriku melewati kehidupan. Aku hidup berantakan, mencari sisa-sisa dirimu. Aku telah menyesalinya, tapi saat ini adalah saat dimana seseorang yang bukan dirimu menghubungkanku denganmu adalah sebuah waktu, sebuah kesempatan, sebuah pertemuan dan sebuah pelukan, yang aku ingin melihatnya, berpikir itu akan membuatku ingin hidup lagi dengan benar.

--Yang namanya bahkan tidak bisa kubisikkan dari kesedihanku ini. Aku.. ingin sekali lagi melihatmu yang ramah sekali lagi. Anggota keluarga terakhir yang kutinggalkan. Selalu, selalu, aku selalu igin bertemu denganmu. Aku mencintaimu. Dia sangat senang dia sebenarnya ingin tersenyum, namun-

"Fu... eh... eh..."

isak tangisan saja yang keluar. Air mata yang mengalir seolah-seolah mulai membuat waktu Oscar yang terhenti dan memulai lagi.

"Ah.. tidak.."

Dia bisa mendengar bunyi sebuah jam. Itu suara detak jantungnya yang sebelumnya dingin.

"Aku benar-benar.."

Sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dia menyadari betapa tidak menyenangkan dan melelahkannya hal itu. Berapa lama waktunya sudah terhenti sejak kedua orang itu meninggal?

"tak ingin kau.. meninggal," wajahnya memudar saat dia bergumam dengan suara menangis,

"Aku ingin kau hidup hidup dan tumbuh lebih banyak"

--dan tunjukkan betapa cantiknya dirimu. Aku ingin melihatmu seperti itu. Dan setelah bisa melihat itu, aku ingin mati sebelum diri mu. Sebelum dirimu, setelah diurus oleh ku - aku ingin mati seperti ini. Tidak mampu untuk merawat mu dan melihatmu tumbuh. Bukan seperti itu yang ku inginkan.

"Aku ingin melihatmu"

Air mata Oscar mengalir dari pipinya dan menetes ke tanah. Suara Violet yang melangkah ke danau bergema di seputar dunia tangisannya. Saat kilau hilang, dan suara putrinya yang akhirnya diingatnya segera terlupakan lagi. Ilusi wajah tersenyum juga menghilang seperti gelombang sabun. Oscar, memblokir bidang penglihatannya tidak hanya dengan tangannya, tapi juga dengan mata terpejam. Dia menolak dunia yang tidak lagi dimilikinya.

--Ah, tidak apa-apa kalau aku mati sekarang juga. Tidak peduli berapa lama aku menghabiskan waktuku untuk berduka, mereka tidak akan kembali. Jantungku, napasku, tolong berhenti. Sejak istri dan anak perempuanku meninggal, aku menjadi sama seperti orang mati. Itu sebabnya, sekarang, saat ini, di detik ini.. aku ingin menjatuhkan diri ke tanah seolah-olah aku ditembak jatuh. Sama seperti bunga, yang tidak bisa tetap bernafas jika kelopaknya jatuh.

Dia memohon, tapi kalaupun dia menginginkannya ratusan juta kali, tidak ada yang akan berubah. Dia, yang sudah beberapa kali mengharap ratusan juta kali, dia tahu betul.

--biarkan aku mati, biarkan aku mati, biarkan aku mati. Jika satu-satunya pilihan hidup dalam kesepian, biarkan aku mati bersama mereka.

Meski dia memohon, tidak ada yang menjadi kenyataan. Tidak ada yang menjadi kenyataan, betapapun..

"Tuan!"

Di dunia yang terbelangkai, dia bisa mendengar suatu suara. Dengan napas yang tidak beraturan, sumber suara itu menuju ke arahnya.

Dia masih hidup. Dan, pada saat itu, dia berjuang untuk menghilang, seperti orang-orang yang dicintainya. Itu bukan doa yang akan dijawab dengan mengerahkan semuanya, dengan penglihatan yang diliputi kegelapan, di mana tidak ada sinar matahari yang bisa menembus, dia segera bertanya.

Tuhan, tolong..

--Jika aku belum mati, paling tidak bolehkah anak perempuanku bahagia dalam cerita itu? Semoga putriku puas dengan itu. Dan di sisiku. Mungkinkah dia disisiku selamanya. Sekalipun hanya dalam cerita. Bahkan sebagai gadis khayalan.

Di depan Oscar yang sedang menangis tanpa peduli usianya, Violet datang, basah kuyup dari air danau. Tetesan air menetes dari pakaiannya yang berantakan, yang sekarang hancur. Namun, dia memiliki ekspresi yang paling menyenangkan, yang bisa dianggap senyuman, yang pernah dia tunjukkan sampai saat itu.

"Apakah kamu melihat saya? Saya bisa berjalan tiga langkah."

Tanpa mengungkapkan bahwa dia tidak dapat melihat melalui air mata, Oscar menjawab sambil membersihkan wajahnya, "Hm, saya melihatnya. Terima kasih, Violet Evergarden." dia mengucapkan terima kasih dan rasa hormat pada kata-katanya.

--Terima kasih telah mewujudkannya, terima kasih. Itu semua benar-benar seperti sebuah keajaiban.

Violet Evergarden - Kana Akatsuki [Light Novel] Vol. 1 ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang