3-2 [Boneka Kenangan Otomatis dan Tentara]

72 13 0
                                    

--terima kasih, dia hidup.

"tunggu aku...."

Setelah mendengar suara anak laki-laki itu, dia merasa lega.

--dia hidup. Dia hidup.

Kepala kecil itu bergerak sedikit, berbalik untuk menatapnya. Dia berlumuran darah, tapi masih hidup. Aiden hendak pergi menjemputnya dan melarikan diri dengan bocah itu bahkan jika dia harus menggendongnya, tapi begitu dia bergerak, terdengar lagi tembakan senjata. Itu bukan peluru mencolok seperti sebelumnya, dan itu menyerupai suara senjata rifle. Aiden dengan putus asa menunduk untuk menghindari tembakan itu sementara ada sedikit suara dari seseorang yang terdengar dari dalam kegelapan.

-ya.. seseorang

Satu-satunya orang disekitarnya adalah Ale dan dirinya sendiri. Dia tidak bangkit sampai suara tembakan hilang. Jantungnya berdegup kencang.

-detak jantungku terlalu keras. Aah, diamlah diamlah..

Mengapa kau menembak begitu banyak? Apakah kau begitu bersenang-senang dengan ini? hujan lebat peluru itu membuatnya ingin menanyakan hal itu.

Begitu hujan peluru itu berhenti, dia mengangkat lehernya dan menyadari kepala kecil itu berhenti bergerak.

"Ale?"

Mata yang menatapnya seolah-olah dia adalah satu-satunya yang bisa diandalkan sekarang, seakan hendak keluar. Mulut anak itu terbuka saat dia mengucapkan kata-kata terakhirnya. Ale telah tewas saat menatap Aiden dengan mata terbelalak.

"Ahh ah aah ! Ah!"

Jeritan aneh berhasil lolos dari tenggorokan Aiden. Dia keluar dari tempat itu secepat mungkin dan masih merasakan tatapan mata itu di punggungnya, dia berlari dengan panik.

Hatinya memukul dadanya. Pikirannya menjadi gempar, seolah-olah ada teriakan serratus orang. Apa mungkin itu karena tembakan tadi? Atau apakah karena Ale yang menunggu aku? setiap bagian tubuuhnya terasa menjijikan dan terlalu hangat. Rasanya seperti dipanggang dalam suhu tubuhnya sendiri.

-Sudah mati, Ale sudah mati

Dia tahu ada beberapa orang lain di medan pertempuran yang telah berakhir dengan cara yang sama. Banyak yang sudah bisa mati karena menginjak ranjau darat atau ditembak jatuh.

-Sudah mati, Ale sudah mati, ale kecil itu sudah mati.

"Ah aah aah ah ah!"

Jeritan terus keluar dari tenggorokannya mengingat perasaannya, yang bahkan tidak dia pahami dengan baik.

Meskipun dia bermaksud menjerit sekuat tenaga, suaranya terlalu samar, tidak penting di lautan banyak orang.

"Ah aah ah ah ah AAAAAHH!" air mata menetes dari matanya. Hidungnya dipenuhi ingus. Meski begitu, hanya kakinya yang bergerak, dan dia tidak berhenti berlari.

- tidak, aku tidak ingin mati

Itulah sentimen yang palig jelas – naluri bertahan hidup, dari terror kematian.

-Aku tidak menginginkannya, aku tidak menginginkannya, aku tidak menginginkannya.. tidak masaah bahkan jika aku tidak bisa bermain baseball lagi. Tidak apa-apa, jadi aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin mati, aku tidak ingin mati. Aku tidak datang ke tempat ini karena aku menginginkannya!

"Ibu, Ayah!"

-sekali lagi aku ingin sekali bertemu dengan ibu dan ayah sekali lagi. Aku tidak ingin mati. Aku memiliki begitu banyak orang yang ingin kutemui lagi.

Wajah orang-orang dari kampung halamannya terus menerus muncul di benaknya satu per satu. Dan yang terakhir dia ingat adalah senyuman seorang gadis tertentu. Itu adalah wajah kekasihnya, yang dia tingalkan tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal atau bahkan tahu rasa bibirnya.

"Maria"

-jika aku tahu semuanya akan jadi seperti ini, aku pasti akan mencium dan memeluknya meski dengan paksa.

"Ah.. Mariaa.."

Bahkan pada saat seperti itu, dia memikirkannya dengan penuh kasih sayang.

"Maria!"

Jika dia menahannya, dia merasa bisa mati kapan saja, bahkan tanpa mengalami kerusakan fisik.

"Maria! Maria! Maria!"

Dan semoga hal itu tidak terjadi, akan sangat menyedihkan bila dia tetap mengingat Aiden bahkan setelah kematiannya.

-Tidak, aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati!

Itu akan terlalu menyedihkan, pikirnya.

-Tidak, aku tidak ingin mati! Tidak, aku tidak ingin mati! Tidak, aku tidak ingin mati! Tidak, aku tidak ingin mati! Tidak, aku tidak ingin mati! Tidak, aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati! Aku tidak ingin mati!

--Aku tidak ingin mati di tempat yang dingin di bawah langit sepi sebuah negara yang bahkan tidak kuketahui namanya. Aku masih tidak tahu apa-apa tentang sukacita sejati dan kebahagiaan sejati. Aku hanya hidup selama delapan belas tahun. Aku memiliki hak untuk hidup lebih lama. Apakah aku telah lahir untuk mati seperti anjing di tempat seperti ini? Bukan untuk itu aku terlahir, aku terlahir unruk bahagia, bukan? Apakah aku dilahirkan untuk menderita? Bukankah aku lahir dari cinta orang tuaku? Ya ; aku punya hak untuk bahagia. Begitulah seharusnya. Selain itu, aku tidak ingin membunuh orang dari negara ini. Pemerintah memutuskan sendiri bahwa kita berkewajiban untuk dating kesini.

--Aku tidak ingin menyakiti siapa pun. Aku tidak ingin menyakiti siapapun aku tidak ingin dibunuh siapapun. Aku tidak ingin dibunuh siapapun. Kenapa di dunia ini ada orang yang terlahir untuk membunuh orang lain? Bukankah itu tak berarti?mengapa kita harus berkelahi satu sama lain? Apa yang tersisa setelah kita melakukannya dan meninggal? Siapa yang memutuskan bahwa semuanya harus berakhir seperti ini? Aku adalah manusia. Aku punya orang tua yang menyayangiku. Aku punya rumah yang merupakan tempatku untuk kembali. Aku punya orang yang menungguku. Meski begitu, mengapa anak muda sepertiku harus ikut dalam peperangan? Siapa yang memulai sesuatu seperti ini? Paling tidak, itu bukan aku! Aku tidak pernah menginginkan sesuatu seperti ini terjadi. Aku tidak menginginkan ini, aku ingin pukang ke rumah.

Aku ingin kembali ke kampung halamanku. Aku ingin kembali ke kampung halamanku! Aah, aku ingin kembali. Saat ini, aku ingin meninggalkan tempat ini dan kembali ke kota pedesaan yang indah.

Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga.

Ah...

Aku teringat suara yang penuh keterkejutan dari bibirnya. Punggungnya panas sekali dan dia harus berjongkok setelah tertembak. Karena lututnya tidak bisa segera menopang berat tubuhnya sendiri, dia terjatuh dari depan ke permukaan.

-Apa ini? Rasanya seperti ada lava yang mengalir dari tulang belakangku terlalu panas.

Violet Evergarden - Kana Akatsuki [Light Novel] Vol. 1 ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang