Jangan lupa like and comment nya guys!
Luplup dari Author Micca 💞
"Udahh, diemm, makan" kataku kemudian melirik ke arah pintu kelas. Seseorang yang barusan lewat terlihat tidak asing.
"Jee, bentar yaa" ucapku seraya berlari keluar kelas.
"Kenapaaaa Caaa?" Teriakan Jeje dari kelas sudah tidak ku hiraukan lagi.
"Tuh kan bener" gumamku sambil memandang orang yang berjalan santai di depanku. "Dari belakang aja kamu udah buat jantungku dag dig dug nggak karuan."
"Reeelll" teriakku memanggilnya dari belakang.
Dareel menghentikan langkahnya. Tubuhnya berputar mencari sumber suara.
"Apa?"
"Reel, kamu liat yang di kantin tadi?"
"Nggak."
" Mustahil kalo kamu nggak liat. Aku dijambak lho tadi Reel."
"Bukan urusan gue."
Aku menahan napas. "Udah lah, lupain" sambungku balik badan menuju kelas. Berharap Dareel manggil aku.
Aku menghitung mundur. "Limaaaa.... Empaatt... Tigaaa.... Ihhh, kok nggak manggil sih."
"Duaaa... Saatuuuu."
"Issshhhhh," aku balik badan. Menatap nanar punggungnya yang sudah berjalan jauh di koridor. Hampir sampai di kelasnya. Sepertinya ekspetasiku sangat sangat jauh dengan realita yang ada.
"DAAAREEEELLLLL" aku berlari berusaha untuk menyamai langkahnya. Ahhhh, Reast In peace harga diriku.
"Apa lagi?" Katanya dengan raut muka yang sangat-sangat tidak sedap dipandang oleh mata cantik ku.
Ingin sekali aku memaki makhluk planet di depanku ini. Tapi sayang. Gimana dong?
Dengan terpaksa, aku membuat lengkungan di bibirku. Berharap agar cowok beku ini bisa meleleh melihat senyumku yang manis seperti gulali.
Dareel mengerutkan dahi. Lalu pergi meninggalkanku yang masih mematung dihadapannya.
"Oke, sabar Caa. Jangan menyerah. Besok harus lebih giat lagi usahanya."
"Ca," ucap seseorang di belakangku.
"Astaga." Aku memutar tubuhku.
"Sejak kapan di situ Je." Tanyaku pada gadis gempal yang entah kapan berada di belakangku.
"Lo kayak orang gila" bukannya njawab, Jeje malah ngatain.
"Haa, emang iya?" Aku mengggaruk tengkukku yang tidak gatal.
"Yeess, Baby. Kalo ga bisa luluhin hatinya Dareel, setidaknya jangan buat dia ilfeel dongg."
"Ya habis gimana Jee, kayaknya dia tu emang makhluk Uranus yang nyasar ke bumi dehh. Jutek iya, dingin iya, ngeselin juga iyaa."
"Tapi anehnya aku suka" sambungku.
"Iya kalo suka, yang bener pendekatannya Caa. Jangan kayak tadi. Senyam-senyum ga jelas."
"Eeehh, ituu bukan sembarang senyum Lo Jee. Tapi senyum yang khususkan untuk si makhluk planet."
"Elaahh Caa, apaan daah. Senyum khusus. Jijay banget Lo."
"Yaa emang begitu adanya Jeje sayang" ucapku seraya mencubit pipinya gemas. Lalu berlari mundur meninggalkannya.
"Bwleekkk" ucapku menjulurkan lidah.
Brukkkk.. aku menabrak seseorang.
"Awww" pekik ku.
"Hehh, kalo jalan pakeee---".
"Ehh, adik manisss" ucapnya saat aku menatap siapa orang yang ku tabrak. Lagi-lagi manusia sableng. Si bule nyasar.
"Sinii, kakak ganteng bantuin" Sambungnya mengulurkan tangannya ke hadapanku.
"Gausah, aku bisa sendiri Kak" ucapku berusaha berdiri sendiri. Ah, sial.
"Ca, Lo ga papa?" Tanya Jeje. Aku merasa bersalah sekali padanya. Mungkin ini yang ini sesuai dengan pepatah apa yang kamu tuai, itulah yang kamu tanam. Aku suka menjahilinya, dan sekarang aku ketiban apes.
"Gapapa kok Je" ucapku.
"Mangkannya Ca, kalo jalan itu ke depan. Bukan Mundur kayak undur-undur" ucap kak Agam.
"Hmm, sorry kak" ucapku acuh. Lalu pergi menuju kelas.
"Hey, tunggu duluu" Kak Agam mencekal pergelangan tanganku.
"Kenapa kaaakk?" Ucapku menepis tangannya.
"Udah terima coklat dari kakak ganteng ini?"
"Udah, apa lagi? Suratnya juga udah ku baca. Jadi stop ya Kak, jangan ganggu aku ataupun ngasih-ngasih kayak tadi."
"Ohhh, tidak bisa. Gue suka sama Lo. Dan selama elo belum jadi milik gue, gue ga bakal diem aja."
Aku langsung membulatkan mataku. Gila. Benar-benar udah geser otaknya.
"Gaje banget, sumpah" ucapku benar-benar pergi.
"Caa, gue bakal miliki elo. Dan Lo bakal jadi milik gue. Inget" ucapnya dari belakang.
Aku bergidik ngeri. Jangan-jangan bener apa yang dibilang Jeje. Bisa jadi coklat pemberian dari Kak Agam tadi ada mantra nya.
****
Aku melirik jam dinding yang menempel di depan ruangan kelas.
"Tigaa...duaaa...satu..." Kringg....kringgg... Suara bel pulang sekolah berbunyi tepat saat aku menyebutkan angka satu.
"Yes" aku mengepalkan tangan. Jam terakhir, pelajaran Bahasa Indonesia. Buk Lusi dari tadi ngomong tidak ada titik komanya. Mulus kayak rel kereta api. Kantuk ku hilang seketika saat mendengar bel pulang.
Form pendaftaran eskul sudah ditangan. Lengkap beserta isi-isinya. Niatnya sehabis sekolah ini mau langsung ke ruangan jurnalistik untuk mengumpulkan formnya.
"Je, aku mau ke ruang jurnalistik dulu. Kamu pulang duluan aja." Ucapku seraya memasukkan peralatan belajar ke dalam tas.
"Iya, gue juga mau cepet-cepet pulang. Cacing-cacing di perut udah minta jatah" katanya sambil memegangi perutnya.
"Ehhh, dasaarr. Jangan makan Mulu Je, ntar aku makin semangat lagii nyubitin Your cheeck yang kayak donat ituh."
Jeje mendengus.
"Aku duluann, daahh" ucapku meninggalkannya.
Ruang jurnalistik berada di gedung dua, lantai dua. Huhh, lumayan ngos-ngosan. Walaupun sekolah ini terdapat lift di masing-masing lantai.
Lift terbuka, saat akan turun seseorang mengganjal lift dengan kakinya. Alhasil, lift yang tadinya akan menutup, terbuka kembali.
Mataku berbinar melihat siapa yang masuk ke dalam lift.
"Hai" ucapku menyapanya.
****
Hollaaaa, assalamualaikum. Makasih udah mau mampir. Jangn lupa vote dan komentarnya❤Ps: Maafin typo yang bertebaran dimana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...