Jangan lupa like ya teman² 😋"Kenapa sih Ca, kok bete gituu" ucap Jeje saat aku sudah kembali ke kamar.
"Kak Agam walaupun agak gesrek tapi ganteng kokk" sambung Jeje seakan tau bahwa kak Agam yang menyebabkan aku badmood.
"Kak Agam tu nggak serius Je, dia cuma mau main-main. Bisa jadi aku dijadikan yang kesekian. Kan ga lucu." Ucapku mencak-mencak.
"Mending Dareel kemana-mana tau. Ya walaupun dia dingin bangeetttt,"
"Hiliihh, Ca. Dareel aja ga pernah nganggep Lo ada, kan?"
Bener juga apa yang dibilang Jeje. "Ahh, Jee. Jangan jadi orang ketiga dooongg."
"Lah, kok orang ketiga? Lo ngira gue suka sama Dareel gitu?" Protes Jeje.
"Habisnya, kamu gitu. Kayak mau ngejauhin aku sama Dareel."
"Yaaa ga gituu, Caa. Gue cuman kasian sama Lo."
"Udah ihh, niih bagian Lo. Kerjain, gue mau pulang." Jeje menyerahkan buku tulis yang sudah ada tulisan tangannya.
"Ehh, cepet banget. Ajarin dong Je, aku nggak ngertii."
"Ogah banget, gue capek mau pulang. Itu juga masih la ngumpulnya. Okee, jadi Lo bisa mikir dah tu" ucapnya seraya siap-siap untuk pulang.
"Daahhh, gue balik" Sambungnya.
"Jeee, awass kamu yaaa, mana bagianku yang susaah lagii."
Jeje menyemburkan tawanya. "Sengaja" ucapnya enteng.
***
Ruang jurnalistik kini sudah dipenuhi oleh calon anggota. Ditambah lagi ada kakak senior. Tapi, sudah sekitar 10 menit belum juga dimulai.
"Kita tunggu satu orang lagi ya, tadi izin telat" ucap Kak Aldo dari depan.
"Nah itu dia" Sambungnya setelah beberapa detik diam.
Aku memutar kepala, melihat siapa yang barusan dibilang Kak Aldo. Betapa senangnya aku, setelah tahu bahwa hoodie pink juga ikut ekskul jurnalistik.
Tatapan kami bertemu. Ia tampak kaget saat aku menyunggingkan senyum termanis ku.
"Oke, jadi kali ini, gue mau umumin, bahwa akan ada seleksi untuk bisa lolos ke ekskul ini."
"Tiap-tiap orang, wajib mengumpulkan karya nya baik berupa cerpen, puisi, dan artikel. Deadline besok pagi sebelum bel masuk."
"Buat semenarik mungkin, se apik mungkin. Bagi yang tidak mengumpulkan bakal gugur. Tidak bisa lolos ke seleksi berikutnya" Sambungnya enteng.
Deadline besok pagi? Sebelum bel masuk? Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Sekarang aja udah jam 3 sore. Buat cerpen, puisi, dan artikel dalam satu malam? Waahh, nggak masuk akal nih. Tapi aku harus bisa. Kesempatan baik kalo Dareel juga ikut ekskul ini. Jika aku gugur, bakal rugi besar.
"Sampai di sini paham?"
"Paham Kak" seru kami bersamaan.
"Oke kalo sudah paham semua, kita udah sampai di sini. Kalian boleh pulang."
****
Aku menungguinya depan pintu utama. Sengaja duluan, supaya bisa ketemu sama Dareel. Aku berencana untuk menjalankan misi yang udah aku buat.
"Nah, itu dia." Aku berlari menghampiri Dareel yang baru keluar dari pintu utama.
"Dareel, kamu nggak lupa kan?" Tanyaku. Dia terlihat bingung.
"Apa?"
"Ihhh, bimbel dong. Kan kemarin aku udah bilang!" Aku sudah tau, kalo reaksi Dareel bakal seperti ini.
"Kan gue bilang enggak."
"Kan aku juga ga peduli."
"Pokoknya hari ini aku mau ikut kamu dan kamu harus jadi guru bimbel yang baik buat aku" ucapku. Sengaja, hari ini aku tidak membawa motor. Supaya nggak jadi beban.
Lagi-lagi Dareel mengacuhkanku. Hufftt, harus ekstra sabar menghadapi makhluk planet. Juga, kann barang siapa yang bersabar, dia akan beruntung.
"Dareel, tungguin dong" teriakku lalu berlari menyamai langkahnya.
"Reel, kamu hobby ninggalin orang ya,"
"Ngacuhin orang juga" ucapku, meskipun aku tau Dareel tidak akan merespon.
Kan bener. Dareel diem aja.
"Rumah kamu jauh ya, Reel?" Ucapku masih berusaha.
"Serasa ngomong sama patung, ih" ucapku lirih.
Dareel langsung menatap tajam kearah ku.
"Pisss" aku mengangkat kedua tanganku. Jari telunjuk dan jari manis sengaja ku bentuk huruf V.
Aku dan Dareel terus berjalan. Meskipun aku ngoceh kemana ga jelas, tetep aja. Dareel terlalu beku untuk dicairin sekarang. Mesti pelan-pelan.
Dareel masuk ke gang sempit dan aku masih setia mengikutinya dari belakang. Ada sedikit perasaan aneh. Aku takut Dareel mau berbuat yang tidak-tidak. Mengingat selama ini aku selalu mengganggunya.
Gang sempit ini berbelok-belok. Aku sampai tidak ingat, berapa cabang yang ku lalui tadi.
Akhirnya, Dareel berhenti di sebuah rumah. "Ohh, ini rumahnya" gumamku.
Dareel berbalik arah. Menatapku.
"Lo tu ga bisa dibilangin, ya" ucapnya.
"Gue ga mauu,"
"Gak peduli, bweek" ucapku. Aku mendahuluinya masuk ke rumah. Lalu duduk di sofa nya.
Ia menyusul. "Reel, air putih ya. Hauss" ucapku saat melihatnya masuk ke rumah.
"Nggak tau diri banget" ucapnya menggumam, tapi Indra pendengaranku masih bisa menangkap suaranya.
"Nggak perduli" ucapku enteng.
****
Holla, assalamualaikum guys. Gimana kabarnya hari ini? Makasih udah mampir yaa😍 jangan lupa vote dan komennya.
Maafin typo yang merusak mata kalian. Harap maklum😊
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...