Part 15 - Kesempatan

36 3 1
                                    

Salam hangat Author Micca 😍

"Lo mendingan pulang aja," ucapnya saat berada di dapur.

"Omaa, liat Dareel" rengekku kepada Oma. Meminta perlindungan.

Oma hanya tersenyum menanggapi aku dan Dareel.

"Dareel, nggak boleh gitu ya. Micca kan mau bantuin Oma. Masa nggak boleh" ucap Oma lembut. Selembut kapas.

"Tapi udah sore lho, Oma. Nanti kemaleman pulangnya" Dareel tetap kekeuh.

"Gampang. Kan ada Dareel."

"Hubungannya?" Tanyanya dengan dahi berkerut.

"Nanti temenin Micca pulang ya, Nak."

"Nggak Oma. Dareel nggak mau."

"Nggak boleh ngelawan orang tua, ya kan Oma" sambungku.

"Iya bener sekali" ucap Oma mengusap rambutku pelan.

Dua kosong. Muka Dareel yang semula asem, sekarang tambah berkali-kali lipat.

****

Asyik membuat kue, tak sadar matahari sudah mau menenggelamkan dirinya. Bergantian dengan bulan sebagai penerang planet ke tiga di tata Surya.

Suara khas nada pesan masuk terdengar. Aku bergegas membuka ponsel yang ada di dalam ransel hitamku.

Moccacinoo:

PUULAAANGGGGG

UDAH MALEEMMM

DI CARIIN MAMA

LOO DIMANA?? JAM SEGINI BELUM PULANG

CAAAA, IHH LO BUAT GUE KHAWATIR

Mataku membulat membaca pesan dari Mocca. Caplock nya jebol apa gimana dah. Tapi salahku juga tidak mengabarinya lebih dulu.

Moooo, maaapp lupa ngabariinnnn.

Aku lagi di rumah Dareel neeehh, lagi berjuang menjalankan misi. Doain.

Ini bentar lagi pulang.

"Siapa, Nak" aku buru-buru menutup ponselku.

"Mocca Oma, kakaknya Micca."

"Oma, Micca pulang sekarang ya. Udah di cariin Mama soalnya."

"Ohh, iya-iya. Bentar, Oma panggilan Dareel buat anter kamu ya." ucap Oma melangkahkan kaki ke kamar Dareel. Mungkin.

Tak lama, Dareel keluar. Lagi-lagi hoodie pink yang dipakainya.

"Buru" ucapnya melewatiku. Ia menggenggam kunci motor.

"Oma, pulang dulu" ucapku menyalaminya.

"Hati-hati ya, Nak. Micca kalau ada waktu nanti main ke sini lagi ya." Ucapnya.

"Siap, Oma" ucapku mengangkat tangan ke dahi. Seperti prajurit yang bersedia mematuhi komando atasannya. Kemudian, aku berjalan keluar rumah. Menyusul Dareel yang sudah menungguku di luar.

Aku kaget saat melihatnya nangkring di atas motor Vespa berwarna hitam metalic. Dareel punya motor? Kok selama ini jalan kaki terus kalau ke sekolah?

Aku berjalan ke arahnya. Dengan sigap, ia mengerahkan helm boggo ke arahku. Aku menerimanya, dan memasangnya sendiri. Iya lah, masang sendiri. "Lalu apa yang kamu harapkan dari makhluk beku ini?" Aku bermonolog. Beharap dipasangin kaya sinetron yang di tivi? JANGAN HARAP.

"Yuk" ucapku. Ia memandangku sejenak. Dahinya mengkerut saat melihat tali pengikat yang belum aku kaitkan.

Dareel mendekat.

MICCA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang