Part 14- Mencair?

46 2 4
                                    

Sayang kalian deh 😍






"Nggak perduli" ucapku enteng.

Dareel masuk ke dalam. Mungkin meletakkan tasnya dan ngambilin minum buatku. Mataku memutar. Melihat sepetak ruang tamu rumah Dareel. Meskipun tidak terlalu besar, tapi rumahnya bersih dan rapi. Debu sepertinya enggan untuk singgah. Aku mengamati  foto yang tertempel di dinding satu persatu.

Ada satu foto yang menarik perhatianku. 2 orang anak kecil berpose memperlihatkan giginya yang ompong. Aku menebak salah satunya pasti Dareel. Soalnya aura ketampanannya sudah terlihat sejak kecil. Dan satu orang lagi, cewek  berambut panjang. Wajahnya sangat mirip dengan cowok di sampingnya. Aku menduga jika cewek ini adalah adiknya, atau bisa jadi kakaknya.

"Nih," ucapnya meletakkan segelas air putih di meja kursi tamu. Sontak aku langsung memutar badan, mengarah ke arahnya.

"Terimakasih makhluk planet"ucapku duduk di kursi, lalu meminumnya sampai kandas. Aku memang haus beneran. Dareel masih berdiri, melihatku dengan tatapan anehnya itu.

"Duduk Reel," aku menepuk-nepuk kursi di sampingku. Mengisyaratkan Dareel untuk duduk.

Ia tampak menaikkan satu alisnya. Mungkin dalam batinnya, memaki-maki aku karena kurang ajar. Ahh, bodo amat lah.

"Siapa tamu kita ini" tiba-tiba seorang wanita berumur sekitar 60 tahunan keluar dari ruang tengah menuju ruang tamu.

Sontak aku langsung berdiri. Malu. Karena sudah sembarangan di rumah orang.

"Siapa Reel?" Tanyanya kepada Dareel.

"Temen sekolah, Oma" jawab Dareel.

"Oh, Omanya Dareel" ucapku dalam hati.

"Eh, iya Oma" ucapku menyalaminya.

"Namanya siapa, Nak?"tanya Oma sambil menepuk-nepuk pundakku.

"Micca, Oma."

"Namanya cantik, seperti orangnya. Ya sudah dilanjut ya."

Oma mendekat. Membisikkan sesuatu. "Kamu orang pertama yang Dareel bawa ke rumah" ucap Oma lirih. Aku hanya tersenyum miris.

"Oma mau ke dalem dulu" ucapnya lalu beranjak.

Ahh, andai saja Oma tau. Bahwa bukan Dareel yang membawaku. Tapi aku sendiri yang memaksa ikut.

"Reel, itu siapa?" Tanyaku saat Oma udah masuk ke dalam.

"Oma gue" jawabnya singkat.

"Kalo itu aku udah tauu. Maksudnya yang itu lho, foto kamu sama cewek pas kecil."

"Penting banget buat Lo?" Ucapnya ketus.

"Kan cuman nanya, santai doongg" ucapku meninju lengannya.

"Oh, yaaa." Aku mengeluarkan buku yang berisi tugas bagianku kemarin.

"Kan tujuan aku kesini buat belajar. Jaaadii, ajarin aku dongg" ucapku lalu menyodorkan buku ku ke hadapan Dareel. Tugas Fisika membuat otakku berasap. Memang berkelompok. Tapi Jeje mengerjakan duluan, mana milih yang gampang-gampang lagi.

Dareel sepertinya hendak protes. "Pliisssss, aku mohooonnn. Gaa paham benerr, sumpah ga boong" aku mengeluarkan jurus andalan. My puppy eyes. Semoga bisa mencairkan hati Dareel yang keras kayak es batu.

Dareel mengamati buku yang aku sodorkan. Air mukanya serius. Ahh, Dareel. Kegantengannya tambah berkali-kali lipat. Siapapun tolong, keraskan kakiku yang mulai melunak seperti jeli.

"Lo yakin ga bisa" tanyanya mengerutkan alisnya.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Ia menghela napas berat. Menghembuskan dengan kasar.

"Lo tau? Ini tu pelajaran yang paling dasar di fisika. Bodoh banget kalo sampe nggak tau." ucapnya sinis.

Huuuhh, sabar, Ca, sabar. Ingat kata Mama, orang yang sabar hidupnya akan beruntung.

"Ya mangkannya ajarin dong, Reel. Kalau aku pinter, ga mungkin aku ngintilin kamu nyampe sini." Alibiku.

Dareel menjelaskan rumus-rumus dan bagaimana cara memecahkan soalnya. Tapi aku sama sekali nggak paham dengan perkataan Dareel.

"Paham?" Ucapnya selesai menjelaskan.

"Nggak." Ucapku enteng.

Lagi-lagi ia menghembuskan napas, dan membuangnya kasar. Secepat kilat, ia mengerjakan soal-soal yang tadi ia jelaskan.

"Nah, kalo gitu kan, udah kelar dari tadi, Reel" ucapku memperhatikan Dareel.

Ia tak menjawab. Matanya fokus. Tangannya secepat kilat menuliskan angka-angka di sana.

"Udah kan? Pulang sekarang" ucapnya menutup buku.

"Kamu ngusir aku?"

"Hm" ia bergumam.

"Ihh, nanti dulu dong Reel, kenapa sihh?"

"Lo ganggu gue."

"Namanya juga lagi usaha, Reel" ucapku. Lalu terkekeh pelan. Plis, jangan anggap aku gila karena ketawa sendiri. Lagi-lagi Dareel melayangkan tatapan maut kepadaku.

"Iya, iya, aku pulang sekarang."

"Tapi anterin, pliss. Setidaknya sampe ke jalan raya aja." Ucapku memohon.

"Gak. Pulang sendiri" balasnya singkat.

"Pliss, Dareel. Kamu ga kasian sama aku?" Kini aku memelas kepadanya.

"Bodo."

"Astagfirullah, ayo donggg. Pliss, plisss."

Dareel menggeram. "Lo tu yaa." Ucapnya singkat lalu beranjak keluar rumah.

Aku menyunggingkan senyum. "Tunggu duluu, mau pamit sama Oma. Panggilan gih" ucapku menyuruhnya.

"Ga usah."

"Ga mau, pokoknya mau pamitan dulu" ucapku kekeuh.

Dareel terlihat kesal. Tapi ia melakukan apa yang aku suruh. Dareel masuk lagi ke dalem nyamperin Oma. Tak lama, Oma keluar.

"Oma, Micca pamit pulang ya." Ucapku.

"Ehhh, nanti dulu. Oma lagi mau buat banana cake di dapur. Micca tungguin ya." ucap Oma lembut.

"Waahhh" ucapku girang. "Micca bantuin boleh, Oma?"

"Boleh sayang. Yuk. Dareel bantuin Oma juga ya" ucap Oma memandang Dareel.

"Iya, Oma".

Aku melirik Dareel. Air mukanya bertambah kesal. Tapi tetep aja ganteng.

Aku menjulurkan lidahku ke arahnya. Lalu beranjak mengekori Oma menuju dapur. Ia terlihat menghela napas, dan membuangnya dengan kasar.

****

Holla, assalamualaikum guys. Gimana kabarnya hari ini? Makasih udah mampir yaa😍 jangan lupa vote dan komennya.
Maafin typo yang merusak mata kalian. Harap maklum😊

MICCA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang