Tanganku gemetar. Jantungku berdebar. Menatap layar laptop yang menyala. Dengan segenap jiwa dan raga, kalau misal tidak lulus aku akan tetap kuat.
"Mo, gimana kalau nggak lulus?" tanyaku pada Mocca yang sedang bergulat dengan Molly di kasur. Suka sekali mereka membuat kamarku berantakan. Abis tu di tinggal begitu saja, tanpa mau merapikan lagi.
"Lulus, bismillah aja."
Aku menarik napas panjang. Berharap keajaiban datang kepadaku. Membuangnya perlahan.
Tap. Aku menekan enter. Muncul loading di sana. Sedetik kemudian layar menampilkan laman pengumuman SNMPTN.
Aku mengeja satu-persatu. Jantungku berdetak kencang.
"INI BENERAN?" pekikku senang.
"KENAPA?" balas Mocca kaget.
"Moo, lulus" ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Mocca mengembangkan senyumnya.
"Selamat, Ca. Gue yakin, Lo nggak akan gagal. Usaha Lo buat sampe di sini patut diacungi jempol" sambungnya berjalan mendekatiku. Memelukku hangat.
"Makasih, Mo."
Ya, semenjak Dareel pergi, aku berusaha mati-matian untuk mengimbanginya. Nggak mungkin kan, Dareel yang pintarnya nggak ketulungan itu, punya pacar yang bodohnya seperti aku.
Aku tidak mau membuatnya malu. Ya, meskipun Dareel tidak akan memikirkan masalah itu.
Aku segera mengambil ponselku. Memberi kabar baik ini kepadanya. Aku menghela napas pelan. Lagi-lagi centang satu muncul di sana. Kesel.
****
Lima hari berlalu. Beratus-ratus chat yang ku kirim, sudah centang dua. Tapi belum berwarna biru. Telfonku juga sama sekali tidak diangkatnya.
Ngasih kabar berapa menit siiihh??
Emang balas chat sampe berjam-jam?
Kenapa?
Pikiran jahat datang ke kepalaku.
Apa jangan-jangan, dia?
Ah, nggak mungkin. Dia sudah janji sama aku. Dia tidak mungkin kan, mengingkari janjinya sendiri?
Aku terus memandangi ponselku. Mengirimnya chat lagi. Aku uring-uringan, bergulung-gulung di kasur tidak jelas.
"Ca, udah. Gue pusing ngeliat Lo kayak gangsingan" protes Mocca.
"Moo, kamu kok gitu siiihhhhhhh!!!" kesalku.
"Dari lima hari yang lalu, Moo. Dareel sama sekali nggak kasih kabar ke aku. Boro-boro, chat yang aku kirim nggak di bales.Telpon apalagi, sama sekali nggak diangkat. Maunya apa cobaaaaa" pekikku frustasi.
"Ya mungkin sibuk."
"Sesibuk apa sih, sampe ngasih kabar aja nggak sempet. Nggak nyampe lima menit, Mo."
"Mo, jangan-jangan, dia—" sambungku.
"Apa? Selingkuh?" potongnya.
Aku mengangguk lemah.
"Nggak mungkin. Cowok kutub itu mana mungkin kepikiran buat ke arah sana."
"Bisa jadi, Mo" aku menyangkalnya.
"Nggak, jangan mikir aneh-aneh."
"BTW, dua hari lagi kan dia balik ke indo?" tanya Mocca.
Aku membelalakkan kedua mataku.
"Kok tau?" pekikku.
Alih-alih menjawab, Mocca malah menoyor kepalaku. "Lo yang bilang" ucapnya datar.
"Udah mau meletus, Ca" ucapku dramatis.
"Apanya yang mau meletus?" tanya Mocca heran.
"Kangennya."
Mocca memutar bola mata jengah. Bersiap untuk keluar dari kamarku menuju kamarnya. Sepertinya Mocca muak denganku.
Aku tertawa puas melihatnya kesal seperti itu.
Aku kembali memandangi ponselku. Nama Dareel aku pinned. Supaya tidak tenggelam dengan chat lainnya.
Akhirnya, setelah berhari-hari, dua berwarna biru muncul di sana. Beberapa saat kemudian, muncul dari notifikasi. Aku tercengang. Dari beratus-ratus chat yang ku kirim, balasannya hanya satu doang. Wah, benar-benar ni orang.
Tunggu gue dua hari lagi.
Balasnya singkat, jelas, padat. Tapi kekesalanku melebur entah kemana. Kenapa aku bisa begini jika menghadapi Dareel?
Ponselku berdering. Dareel menelepon. Dengan semangat, ku usap layar ke atas.
"Hallooowwww" pekikku heboh.
"Lagi apa?" tanya Dareel dari ujung sana.
"Guling-guling di kasur."
Dareel bergumam. "Sorry, Ca. Gue sibuk akhir-akhir ini. Lo masih percaya kan sama gue? Lo nggak mikir gue macem-macem, kan?"
Aku terkekeh pelan. "Sedikit" jujurku.
"Lo mikir kalo gue se—"
"Iya" potongku cepat.
"Nggak, Ca. Gue udah janji."
"Reelll, reellll" teriakku teringat sesuatu.
"Apa?" ucapnya datar.
"Tauuu nggakk, aku masuk UGM, reeelll. Nyangkaa gaa??"
"Congratss, Ca. Gue bangga sama Lo" dari suaranya, ucapan Dareel terlihat tulus.
"Maaciwww" ucapku senang.
"Reel, kuliah jadi di sana?" tanyaku teringat dua tahun yang lalu, saat Moana bilang Dareel bakal kuliah di Kanada.
"Sepertinya."
Aku menghembuskan napas berat. Jika memang nantinya Dareel jadi di sana, harus berapa lama lagi aku menunggu? Terus, bakal berapa lama Dareel di Indo kali ini?
Aku menepis pikiran itu. Untuk kali ini biarkan aku menikmati kebersamaan yang jarang terjadi ini. Karena Dareel yang super duper sibuk. Obrolan mengalir, membahas apapun sampai kantuk menyerang.
"Good night, Ca" ucapnya samar. Alam bawah sadar ku sudah bekerja.
*****
Aku berlari saat melihatnya dari jauh. Itu dia, orang yang ku tunggu sejak kepergiannya. Akhirnya.. dua tahun penantian, dia datang. Dia benar-benar datang.
Aku menghambur ke pelukannya. Mengeratkan jemariku, Dareel juga. Tak kalah eratnya dariku. Dia tidak berubah. Tetap dengan hoodie pink yang selalu di pakainya dulu. Hanya saja, sepertinya tubuhnya yang semakin tumbuh ke atas.
Buliran bening siap meluncur. Tak lagi ku tahan. Aku bahagia. Dia pulang. Rinduku sudah memecah. Meluap bersama udara karena kedatangannya.
Kejadian ini seperti de javu. 2 tahun yang lalu. Saat aku melepasnya pergi. Sekarang, terjadi lagi. Bukan untuk pergi, tapi untuk kembali.
"Apa kabar?" ucapnya melepas pelukan, tangannya beralih mengusap lembut rambutku.
Aku mengembangkan senyum lebar.
"Baik, setelah kamu di sini."
Dareel kembali menarikku ke pelukannya. Pelukannya hangat, hanya saja, sikapnya dingin seperti suhu di planet Uranus. Tidak apa, toh aku sudah terbiasa dan tidak lagi mempermasalahkan.
"Gue kangen" bisiknya.
Pandangan mataku mengabur, buliran bening siap meluncur.
"Kangenku lebih besar, Reel. Makasih udah mau kembali" ucapku sesegukan.
"Jangan nangis."
Aku mengangguk kan kepala. Ku seka air mata yang masih saja turun.
"Ayo, pulang" ajaknya menautkan jari-jarinya ke sela jari-jariku. aku tersenyum lebar, dan kembali mengangguk.
Kini, Dareel tidak lagi berjalan di depanku. Tidak lagi meninggalkanku seperti dulu. Ia menungguku, bahkan menggandeng tanganku untuk melangkah bersama.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/230271123-288-k804077.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...