"Eum Ca" ucap Mocca memandangi langit-langit kamar. Perasaanku tidak enak.
"Lo buat masalah apa sama kakak kelas di sekolah tadi?"
Tuh kan bener. "Kok Mocca bisa tahu ya?" Aku membatin.
"Iyaa" ucapku menyengir.
"Loo itu berani banget yaaa!! Ucap Mocca seraya mencubit pipiku. Seketika perih langsung menjalar.
"Mooo lepaaassss!!" Teriakku. Tanganku berusaha untuk menarik tangannya Mocca dari pipiku.
Molly yang tadinya tertidur, langsung terbangun melihat pertengkaranku dengan Mocca.
"Caa, jangan buat masalah lagi. Pliss janji sama gue" ucap Mocca menatap mataku.
"Iya, iya Moo. Tapi aku ga bisa janjii" ucapku sambil tertawa jahat.
Mocca membulatka bola matanya. "Cubit lagi niihhh" sekarang Mocca terlihat mengerikan.
"Udahh, ampuunn. Jangan, Mo."
"Moo" kini giliran aku yang menatap matanya.
"Dareel nantangin aku." Kata yang dari tadinya tertahan, akhirnya keluar juga.
"Nantangin gelud?" Tanya Mocca.
"Moccaaa, seriuuuuussss" rengekku padanya. Kenapa dia malah ngelawak sih?
"Iya apa?"
"Katanya kalau mau temenan sama dia, aku harus lolos seleksi pertukaran pelajar ke Kanada tahun depan. Gilaa nggak sih Moo. Dareel tega banget sama aku. Masa iya mau temenan aja syaratnya keterlaluan. Apalagi kalau mau jadi pacar yaa. Bisa-bisa nanti aku disuruh ke luar angkasa lagi, neliti alien."
"Emang iya?"
"Iyaaa Moooo, aku harus gimaanaaaa?"
"Yaudah, buktiin" ucapnya enteng.
"Apa?"
"Yaa buktiin, Ca. Kalo Lo bisaa. Pasti lo udah Nerima tantangannya kann?"
"Kok tau Mo?" Ucapku heran. Dari mana Mocca tau kalau aku sudah nerima tantangan itu?
"Gue tau elo Ca, kalo pengen sesuatu lo bakal berusaha untuk dapetin, kan?" Ucapnya menatap lekat-lekat mataku. Kenapa Mocca jadi se serius ini?
Aku bergumam. "Tapi Mo, yang ini berat."
"Nggak, Ca. Lo tu cuman males buat belajar. Kalo lo belajar, gue yakin lo bisa."
Aku nggak tau, apakah ini hanya akal-akalan Mocca aja biar aku ga sedih, atau memang begitu adanya.
"Aaaaa, Dareel. Kamuu bikin aku streeesssss" ucapku teriak.
"Caaa, apasih teriak-teriak" protes Mocca.
"Molly kaget tuuhhhh" Sambungnya.
Pandanganku langsung beralih ke kucing gembul di depanku. Emang terlihat kaget, tapi ia kembali memejamkan matanya.
***
"Fix, telaat. Telaaaaat pakek bangeettt" ucapku berlari di sepanjang koridor sambil sesekali melirik jam hitam di pergelangan tanganku.
"Aduhhh, Bu anggun udah sampe di kelas belum yaa" ucapku cemas. Namanya boleh Anggun. Orang yang belum mengenalnya, pasti berfikiran bahwa Bu Anggun itu ramah, berwibawa, baik. Tapi, tapii yang perlu digaris bawahi, Bu Anggun tidak seperti itu. Sifatnya sangat bertolak belakang. Killernya jangan ditanya. Dari garis wajahnya saja sudah kelihatan. Jika telat 1 detiiikkk saja, jangan harap bisa mengikuti pelajaran yang diampunya.
Lift pas banget terbuka, memunculkan 6 manusia di sana. Satu orang yang mencolok, rambutnya yang pirang langsung menyilaukan mata. Aku menghembuskan napas gusar. Semoga saja Kak Agam tidak melihat, atau tidak menggangguku. Setidaknya untuk kalii iniii saja.
"Eitsss, tunggu guys." ucap kak Agam menghentikan langkah kelima temen-temennya.
"Ehh, ada adek manissss. Bel udah bunyi dari tadi lohhhh," Sambungnya menatap ke arahku.
Ahhh, Kak Agam ngapain sihh. "Iya mangkannya minggir dong kakk, udah tau telat masih juga gangguin" ucapku kesal.
"Ini cewek yang sering elo pamerin ke kita, Gam" ucap salah satu temennya. Aku melirik name tag di atas sakunya. Carl Bronson. Aku mengerutkan dahi. Namanya bule banget. Tapi mukanya, nggak ada bule-bulenya sama sekali.
"Cantik jugaa, buat gue aja ya, Gam" Sambungnya.
Bola mataku membesar seketika. Jantungku ku langsung berpacu. Aduh deg-degan. Takut di apa-apain.
"Enak aja Lo, sayangnya Gue ini" ucap kak Agam mengepalkan tangannya ke udara. Mengarah ke Kak Carl.
Bola mataku yang tadinya sudah mengecil, kini kembali membesar. Apa-apaan mengklaim orang seenak jidatnya.
"Udah ah Kak, minggiiirrrr. Sekarang aja ya, udah telaat pakek banget. Kakak jangan buang waktuku dehh."
"Kok galak sih, Gam" ucap temen yang disamping Kak Carl.
"Idih, jangan salah Lo. Gemessiiinn tauukkk" ucap kak Agam melirik ke arahku.
"Kaaakk, aku ga ada waktu ya ngeladenin kakak-kakak sekalian. Jadi pliss, tolongg. MINGGIIIRR." ucapku penuh dengan penekanan.
"Oishhh, marah Gaam" ucap kak Hazel menyeringai.
"Udah lah, Cabut yuk ahh. Nangis nanti anak orang" Sambungnya.
Aku tidak lagi memperdulikan mereka. Langsung ku serobot jalan ke dalam lift. Sedikit mendorong Kak Agam yang berdiri persis di depan lift.
"Dahh, Adek maniss" ucap kak Agam melambaikan tangan.
Sedangkan aku, sengaja ku pasang muka kecut biar kak Agam merasa bersalah. Tapi mana mungkin. Namanya juga si sableng. Rasa bersalah mungkin sudah ia tepis jauh-jauh. Sehingga tidak bisa lagi singgah di hidupnya.
Tanganku memencet dengan keras tombol menuju lantai sepuluh. Rooftop. Tempat favorit setelah Dareel mengajakku kesana.
Sudah tidak ada harapan lagi. Bu Anggun pasti sudah mengunci pintu kelas. Tidak akan membiarkan siapapun masuk ke kelasnya.
***
Hallooo guys, assalamualaikum. Makasih udah mampir. Jangan lupa vote dan komennya yaa😘
Maapkan typo yang mengganggu penglihatan kalian. Harap maklum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...