Salam Cinta dari Author Micca 😩
Aku mematut diri di depan cermin. Bagaimana ini? Kantung mata yang membesar, ditambah lagi warna hitam melingkar di area mata. Oh tidak. Ini pasti akibat dari begadang semalam. Aku lupa jika Kak Aldo memberikan tugas untuk seleksi anggota ekskul jurnalistik. Untung saja, tugas kelompok sudah dikerjakan Dareel. Kalau tidak, sudah dipastikan aku tidak akan bisa tidur.
"Ca, mata lo kenapa? serem tau" ucap Mocca tiba-tiba menyembulkan mukanya di depan pintu kamar. Kemudian berjalan ke arahku. Ikut memperhatikan mata pandaku lekat-lekat.
"Keliatan banget ya, Mo?" Tanyaku tanpa memandangnya. Mataku masih fokus ke pantulan wajah di cermin.
Ia menganggukan kepala. "Ngapain emang? Begadang?"
Aku menggumam. Mengiyakan apa yang di bilang Mocca.
"Dasar Lo, sok-sok bergadang" Ucapnya seraya mencubit pipiku. Emang dasar Moccacinoo.
"Saakiitt" ucapku berusaha melepaskan tangannya dari pipiku.
"Masih pagi jangan buat gara-gara dehh" rajukku.
"Ihh, marahhh. Gue duluan yaa, bay."
Heran aku sama si Mocca. Embun aja masih basah, mau ngapain coba? Biar aku tebak, begitu sampai di sekolah pasti Mocca belum ada siapa-siapa. Paling-paling pak Jodi, penjaga gerbang utama sekolah. Kalau tidak, Pak Midaf sama Bu Dewi tuh, guru BK tergalak yang ada di bumi.
****
Mataku menatap buku yang rapi berjejer di rak. Aku mengambil satu buku acak. Aku berjalan mencari meja kosong. Entah apa tujuanku kesini. Sekarang aku benar-benar pusing. Kok bisa sih, aku sebodoh ini? Mocca aja bisa tuh ikut olimpiade. Padahal kan kita satu produk. apa yang dia makan, aku juga makan. apa yang dia pakek, aku juga pakek. tapi kok bisa, kapasitas otaknya beda, heran.
Pelajaran Fisika yang paling dasar aja, tidak tahu. Apalagi mau nyaingi Dareel ikut pertukaran pelajar ke Kanada. Aku terlalu percaya diri, tidak memikirkan kemampuan sedangkal apa. Dareel? Dia sudah melangkah jauh di depanku. Sementara aku, masih di garis start. Tidak, di belakang garis start lebih tepatnya.
Tapi, bukankah masih ada kesempatan? Setidaknya untuk beberapa bulan ke depan. Yang penting usaha dulu, kan? Mengenai hasil, siapa yang tau. Semoga, ah tidak. Aku tidak mau ada kata semoga. Aku bisa ke Kanada bareng Dareel. Jika melangkah pelan-pelan pasti bisa. Iya, kan?
Perihal membanggakan Mama, Mocca sudah memberikan itu. Aku? Jaaaauuhhh tertinggal di belakangnya. Segudang prestasi sudah di tangannya. Ahh, aku jadi iri sama si Moccacinoo. Harusnya aku bisa seperti dia. Tapi balik lagi, bukankah kemampuan setiap orang itu beda-beda? Bukankah Tuhan adil? Setiap orang pasti di berikan kelemahan dan kekurangan. Insecure selalu menjadi penghalang untuk mensyukuri kelebihan. Jadi, kalahkan rasa insecure. Jangan mau di perbudak olehnya. 'fighting, Ca.'
"Hey" ucap seseorang yang entah sejak kapan duduk di depanku. Aku terlalu fokus berkelana dengan pikiran, sampai tak sadar dengan keadaan sekitar
"Jangan ngelamun, ntar kesambet gue yang repot" celetuknya.
Aku memutar bola mata jengah. Kenapa ni orang ada di mana-mana, sih?
"Kak, ganggu aja dehh" rajukku menautkan alis.
"Ganggu ngelamun?" Tanyanya.
"IYA." Ucapku ketus. Lalu membuka buku dengan kasar.
Bukannya merasa bersalah, Kak Agam malah cengengesan tidak jelas.
"Kecantikan Lo bertambah kalo lagi marah, Ca."
"Eits, bentar. Lo nggak tidur semalaman? Apa nggak bisa tidur karena mikirin gue yang ganteng ini?" Sambungnya sok.
"Kurang kerjaan banget mikirin kakak" celetukku.
"Sana ih Kak, aku mau belajar" ucapku mengibaskan tangan. Mengisyaratkan Kak Agam untuk cepat pergi.
"Gue juga mau belajar."
"Bangku perpus penuh semua," ucap seseorang tiba-tiba. Lalu duduk di bangku sampingku.
Aku menyunggingkan senyum, melihat siapa yang duduk di sampingku.
"Ca, pulang sekolah, mau nggak jalan sama kakak ganteng ini" tawar Kak Agam.
"Kemana?"
"Ada pokoknya, elo pasti suka."
Aku melirik orang yang tengah serius membaca di sampingku. Responku ke Kak Agam tadi hanya untuk memancingnya. Kamu terlalu naif, Ca. Dareel mana mungkin bereaksi. Sekedar melayangkan tatapan tajam, ataupun melarang.
Aku bergumam. Niat hati ingin meng-iyakan ajakan dari Kak Agam.
"Kalian kalo mau ngobrol, di luar aja mendingan. Ganggu" Dareel yang dari tadi diam kini berbicara.
"Dan elo," Ia memfokuskan pandangannya ke arahku.
"Privat sama gue sehabis pulang sekolah" Aku membulatkan mata. Tidak percaya dengan apa yang keluar dari mulut Dareel barusan.
"Siap, pak!"
"Ca, Lo ngapain privat sama dia" ucap Kak Agam mengerutkan dahinya.
"Biar pinter lah, Kak."
"Ya maksud gue, ngapain nggak ke tempat les aja. Kan banyak tuh."
"Mahall, mending sama Dareel aja. GRATIS, ga bayar" alibiku. Padahal bukan itu tujuanku. Tapi bisa lah, menyelam sambil minum air.
***
Hallo guys, assalamualaikum.
Gimana, gimana??
Micca-Dareel apa Micca-Agam😂😂
Jangan lupa vote, komen, dan share. Terimakasih semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...