Hari libur, biasanya jam segini aku masih bergulung di kasur atau bergulat dengan Molly yang hampir tiap malam tidur di sampingku. Kucing gembul itu selalu saja bangun lebih cepat dariku. Biasanya Molly menyosor-nyosor untuk membuatku bangun.
Namun, tidak untuk hari ini. Bayangkan saja, aku masih enak-enak tidur, Mama membangunkanku. Katanya ada temenku di ruang tamu. Aku yang masih setengah sadar, melihat siapa tamu yang dibilang Mama.
Dengan rambut yang tergerai kusut, muka bantal, tidak cuci muka apalagi sikat gigi, aku berjalan ke ruang tengah. aku mengira Jeje yang datang. Karena kalau bukan dia siapa lagi?
Kak Agam? Tidak mungkin. Aku belum pernah melihatnya lagi setelah kejadian di rooftop.
Dareel? Sungguh-sungguh tidak mungkin. Ngapain dia harus repot-repot membuang waktunya kesini?
Aku mematung saat seseorang yang tengah duduk di ruang tamu menatapku.
DAREEL?!
OH TIDAAAKK!! Kenapa dia kesini? Kenapa dia harus melihat aku yang seperti singa ranggunan ini?
Tanpa berkata apapun, aku langsung terbirit ke kamar. Menetralisir jantung yang bekerja secara abnormal. Mandi adalah ide pertama yang harus dikerjakan dengan segera.
***
"REEL, KAMU NGAPAIN KE SINI?" teriakku dari dalam kamar. Karena jarak ruang tamu dan kamarku yang sangat dekat, aku yakin dia mendengar suaraku yang menggelegar ini.
"Jangan teriak-teriak, Ca. Cepetan kesini, Dareel sudah dari tadi" Bukannya Dareel yang menjawab, suara Mama yang keluar.
"Mama kenapa nggak bilang, sih, kalau Dareel yang kesini? Tau gitu Micca mandi dulu tadi" sungutku saat keluar dari kamar.
Mama terkekeh pelan. "Biar Dareel tau seperti apa kamu kalau bangun tidur. Yaudah, Mama tinggal dulu" Mama beranjak pergi ke kamarnya.
"Ada apa, Reel?" Ucapku saat sudah duduk di sofa.
"Gue mau ngambil hoodie gue" ucapnya.
Aku melongo, Dareel bela-belain ke sini cuman buat ngambil hoodie nya? Tapi aku yang tidak tahu diri. Hoodie itu sudah lama menjadi penghuni lemari, tanpa ada niat untuk mengembalikannya.
"Sekalian gue mau ganti waktu yang terbuang kemarin" Sambungnya.
Aku mengangkat alis sebelah, "waktu apa yang terbuang?" tanyaku.
Dareel berdecak pelan. "Harusnya Lo kemarin belajar, tapi malah buang waktu ke mall" jelasnya.
"Tapi, ini kan hari Minggu, Reel! Hari libur. Kalo hari libur gini harusnya kita free, nggak belajar" rengekku.
"Nggak. Ambil hoodie gue sekarang, sama buku-buku Lo. Kita ke perpustakaan umum. Gue udah izin sama nyokap Lo tadi."
Aku mendengus pelan. "Hari libur mana buka, Reel?"
"Buka 24/7. Cepetan."
Aku berdecak. Planningku di hari libur gagal total. Aturan hari ini aku hanya akan bersantai ria. Tanpa mau memikirkan sesuatu yang membuat otakku nge-hang.
Aku masuk ke kamar kembali. Mengambil hoodie tergantung di lemari dan memasukkan beberapa buku tulis acak ke dalam tas.
"Naahh" ucapku menyerahkan hoodie miliknya.
Dareel menyambar lalu memakainya. Yang sebelumnya Dareel hanya memakai kaos T-Shirt warna hitam.
***
Kali ini Dareel membawa Vespa hitamnya. Mengendarai dengan santai. Jalanan tampak lenggang, tidak ramai seperti biasanya. Ajaib sekali, yang semula langit tampak cerah berwarna biru, sekarang berubah menjadi awan hitam. Aku rasa sebentar lagi hujan akan turun.
Benar saja dugaanku, rintik hujan perlahan jatuh. Hanya gerimis. Tapi lama-kelamaan menjadi hujan deras. Untung saja, aku dan Dareel sudah hampir sampai di perpustakaan. Dengan segera, Dareel melajukan motornya. Hawa dingin menusuk, padahal tadi biasa-biasa aja.
Sudah sampai di perpus, aku dan Dareel buru-buru masuk ke dalam ruangan sebelum baju yang dipakai benar-benar basah. Kita langsung mengambil tempat duduk. Perpus ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama diisi oleh buku-buku fiksi dan non-fiksi. Lantai ini di dominasi oleh warna putih. Rak-rak yang terjejer rapi, berwarna coklat menambah kesan tenang jika ingin belajar.
Lantai kedua, ada Playground yang cocok dipakai untuk kalangan anak TK maupun anak SD. Dan lantai tiga berisi tentang referensi karya ilmiah yang hanya bisa dibaca di tempat.
AC langsung menusuk saat awal masuk tadi. Aku yang tidak memakai jaket atau sweater menggosok-gosokkan kedua tanganku. Berharap bisa meminimalisir dingin yang menguasai tubuhku. Aku memandang Dareel yang sibuk mencari buku yang cocok untuk dipakai belajar kali ini.
Tak berapa lama kemudian, Dareel kembali dengan beberapa tumpuk buku. Aku memutar bola mata, sambil terus menggosok-gosok tanganku. Dahi Dareel berkerut. Mungkin ia terheran melihat tingkah ku.
"Dingin" ucapku lirih saat menangkap mengapa Dareel mengerutkan dahinya.
Ia membuang muka. Merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Sejurus kemudian, ia mengambil hoodie yang terlipat rapi. Aku melongo melihatnya.
"Segitu cintanya dengan hoodie pinknya sampai membawa cadangan segala?" batinku.
"Pakek" ucapnya datar menyorokkan hoodie nya tepat ke depanku.
Aku semakin melongo di buatnya. Semakin bingung dengan sikapnya akhir-akhir ini.
Kenapa, Reel?
****
KAMU SEDANG MEMBACA
MICCA [END]
Teen FictionMicca Lotenna, Gadis mungil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. periang, usil, dan ceroboh. Awal masuk SMA, wajar jika ia bertemu dengan teman baru. Yang menarik perhatiannya adalah pria yang selalu memakai hoodie berwarna pink. Dia pendiam...