Part 23 - First time

30 3 0
                                    

Lanjuuttt Teroosss.




"Kenapa, Ann?" tanyaku saat berada di taman belakang sekolah.

"Oke, Ca. Gue nggak mau basa-basi. Langsung to the point aja."

Aku mengernyitkan dahi. Apa maksudnya Moana?

"Lo pasti tau maksud gue, Ca. Lo pasti juga tau kalo gue suka sama Dareel setelah pengakuan waktu gue ditembak Geska. Tapi gue lihat, kayaknya kalian deket ya?" ucap Mana diikuti senyum sumbangnya.

Aku tersenyum kikuk. Tidak tahu harus bagaimana menanggapi ucapan Moana.

"An, a-aku-"

"Gue tau Dareel, Ca. Dari balita gue sama Dareel udah bareng, dan rasa ini tumbuh sudah lama. Tapi apa? Dareel malah ngelarang gue buat suka sama dia," Moana memotong pembicaraanku. Matanya tampak berkaca-kaca.

"Gue nggak pernah ngelihat Dareel Deket dengan cewek lain, apalagi se-care ini sama orang. Jadi gue pikir, mungkin Dareel mau ngejaga perasaan gue. Tapi gue salah, Ca. Khayalan gue terlalu tinggi" ucap Moana tanpa memberikan celah untukku berbicara.

"Dareel cuman nganggep gue sebagai adeknya, Ca. Gue salah tanggep. Dareel perhatian, ngejagain gue cuman selayaknya kakak yang sayang terhadap adiknya" Moana tampak sesekali menyeka air matanya.

"Jadi, berjuang terus ya, Ca. Gue tau ini nggak mudah. Tapi gue bakal berusaha semaksimal mungkin untuk ngilangin perasaan gue ke Dareel. Lo nggak usah khawatir" sambung Moana dengan senyum yang dipaksakan.

"An-"

"Oke, Ca. Gue balik dulu ke kelas. Sorry, udah ganggu waktu Lo buat dengerin ocehan gue yang nggak berfaedah ini" ucapnya lalu pergi begitu saja.

Aku masih memandangnya. Menatap kepergiannya.

Lima langkah berjalan, Moana berbalik

"BTW, Dareel nggak pernah minjemin barangnya ke orang lain, Ca. Apalagi hoodie yang sering dia pakek" ucapnya kemudian berbalik arah, meneruskan langkahnya.

Setitik rasa bahagia mencuat. Namun di sisi lain, aku khawatir pertemananku dengan Moana akan merenggang.

****

"Daahhhh" ucapku melambaikan tangan ke Jeje.

Jeje pun melakukan hal yang sama denganku.

Pulang sekolah, kerumah Dareel sudah menjadi rutinitasku.  Meskipun begitu, belajar bersama dari awal sampai sekarang sama sekali belum membuahkan hasil. Tetap saja, otak ku masih ruwet jika harus berhubungan dengan pelajaran.

Aku menunggunya di depan gerbang utama. Mataku menangkap cowok berhoodie pink berjalan keluar dari pintu utama.

Tunggu..

Ia bersama kak Viola!!

Seketika itu, senyum yang sedari tadi ku pasang luntur seketika.

"Baru aja Bungaku mekar, Reel" ucapku lirih.

Aku kira, ucapan Moana tadi bisa membuatku yakin kalau Dareel udah menganggap ku istimewa. Tapi, lagi-lagi realita menamparku dengan keras. Menyadarkanku untuk tidak berharap setinggi langit.

Dengan kesal, aku melajukan motorku. Dareel mungkin tidak perduli jika aku tidak menunggunya seperti hari biasa. Rumah adalah tujuanku sekarang. Lebih baik bersenang-senang dengan Molly dari pada makan hati kalau sama Dareel.

Selang beberapa lama, akhirnya aku sampai tujuan. Molly mengeong menghampiriku saat aku sudah berada di depan pintu. Aku menggendongnya masuk ke dalam kamar.  Mocca? Sama sekali belum menampakkan Batang hidungnya.

Tok... Tok...

"Ituuu nyonya mu pulang, nakk!" Seruku ke Molly. Sementara Molly hanya mengeong.

"Tumben banget pakek ketok pintu segala. Biasanya nggak pernah, deh. Apa dikunci sama Mama?" Ucapku lirih. Aku bergegas membuka pintu. Tidak lupa menggendong Molly yang tidak mau lepas dariku.

"Tumbee-" ucapku lalu membuka knop pintu. Aku menahan napas sejenak saat mengetahui ternyata yang di depan pintu bukan Mocca.

Badan yang menjulang tinggi, membuatku mendongakkan kepala. Sementara dia berdiri tegap di sana.

"Udah ngerasa pinter?" tanya Dareel kemudian menghujaniku dengan tatapan tajamnya.

Aku menghela napas pelan, kemudian membuangnya dengan kasar.

"Bosen" balasku singkat. Aku masih kesal dengannya mengenai kejadian di sekolah tadi.

"Ganti tempat, jangan di rumah gue."

"Dimana?" tanyaku.

"Lo maunya dimana?" Bukannya menjawab, Dareel malah bertanya balik.

"Mmm" aku berpikir sejenak.

"Kebanyakan mikir, buruan sana" sela Dareel.

Aku mengerucutkan bibirku. Siapa dia nyuruh-nyuruh aku? Tapi bodohnya aku mau-mau saja.

Aku masuk ke kamar, siap-siap, kemudian menghampiri Dareel yang memilih untuk duduk di kursi teras.

"Reel, nggak bawa motor?" Tanyaku.

"Nggak, gue dari sekolah langsung ke sini."

"DEMI APA?"

"Hmm" Dareel hanya bergumam tidak jelas.

"Terus gimana? Mau pakek motorku?" tawarku.

"Jalan kaki aja."

"Ih, males banget. Nanti yang ada kamu ninggalin aku lagi" rajukku.

"Nggak. Mama mu mana?"

"Di dalem."

"Anterin. Mau pamit."

Aku berdecak sebal. Banyak mau sekali si makhluk planet ini. Aku masuk ke dalam, menghampiri Mama yang lagi asyik menonton televisi.

"Ma" panggilku ke Mama.

"Apa, Ca?" jawab Mama, matanya masih fokus ke drama yang sedang di tontonnya.

"Hallo Tante" sela Dareel menyapa Mama.

Sontak, Mama langsung mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

"Eh, ada tamu" ucap Mama lalu berdiri. Dareel mengulurkan tangan lalu menyalimi Mama. Mama menyambutnya.

"Saya Dareel tante. Dareel mau minta izin Tante, mau ngajak Micca keluar" terang Dareel. Ramah sekali dia. Giliran sama aku aja, cuek setengah mati. Memang, minta disleding ni anak.

"Ohh, boleh. Tapi jangan malem-malem pulangnya ya, nak!"

****

MICCA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang