15. Sebuah Zona

7.8K 531 31
                                    

Selamat membaca..

Menjauh dari kejadian mengembalikan dompet Risa tempo hari, Dika sebenarnya tidak mau ambil pusing dengan ucapan Ibunya Risa yang menyebutkan jika dirinya adalah pacar anaknya. Tidak ada yang salah, itu hanyalah sebuah kalimat pertanyaan biasa.

Tapi Dika tidaklah bisa bersikap tenang seperti biasa disaat ia mulai menceritakan kejadian itu pada Fadli. Temannya satu ini begitu menyusahkan hingga sedari matkul berlangsung tadi Fadli sudah menodongnya dengan berbagai pertanyaan.

"Dimana rumah Kak Risa? Daerah mana? Deket nggak dari sini? Anterin gue kesana please, mau ketemu camer soalnya."

Brakk..

Dika menunduk, segala ocehan Fadli kini berdampak buruk padanya. Bukan tanpa alasan Pak Burhan memukul keras papan tulis dengan spidol yang dipegangnya. Pak Burhan merupakan salah satu dosen yang tidak suka ada mahasiswa yang ricuh di saat matkulnya berlangsung.

Dan sekarang, tamatlah riwayat Dika dan juga Fadli yang sudah diintai dari tadi dengan Pak Burhan.

"Kalian berdua, silakan keluar dari kelas saya!"

Kalimat horor itupun keluar, menandakan jika pria paruh baya itu teramat kesal dengan kelakuan dua orang yang ia sebut sebagai mahasiswa.

Berakhirlah sekarang, Dika di kantin bersama Fadli. Ia pikir setelah keluar dari kelas, Fadli akan berhenti mengorek segala yang dilakukan Dika di rumah Risa. Namun ternyata tidak, cowok itu justru semakin menjadi.

"Gila, kalau gue yang ditanyain gitu langsung bilang iya nggak pikir lama!"

Dika menghela napas panjang, ternyata begini jika punya teman terlewat bucin.

"Ada baiknya juga sih lo bilang cuma temennya doang. Kesempatan gue deketin Kak Risa jadi makin banyak," ujar Fadli sambil sesekali membayangkan jika ia di posisi Dika kemarin. Dirinya tidak akan tinggal diam untuk mengatakan jika ia pacar dari Risa, tapi sayangnya yang ditanya demikian adalah Dika. Cowok yang terkenal jarang untuk sekadar bertegur sapa dengan orang lain.

Dika tidak ambil pusing mengenai sifat Fadli yang terlalu bucin pada Risa. Dirinya lebih memilih untuk memikirkan bagaimana nasibnya ke depan setelah mendapat teguran dari Pak Burhan. Bahkan Dika sempat berpikir tidak akan lagi diijinkan masuk kelas Pak Burhan hingga akhir semester.

Kenapa jadi kena sial begini?

Ini pertama kalinya bagi Dika mendapat perlakuan seperti itu dari seorang dosen. Wajar jika dirinya masih sedikit takut jika nanti akan ada kuis dadakan atau malah materi tambahan untuk UAS mendatang.

Jika Dika terlihat tenang, namun dalam pikirannya sibuk berkelana, berbeda dengan Fadli yang kini justru asik bermain game di ponselnya hingga tidak sadar jika mereka kena hukuman.

"Fad, kita dihukum loh. Kenapa lo bisa sesantai itu?"

Fadli mendongak, dirinya justru menatap Dika dengan diiringi decakan meremehkan di mulutnya yang begitu terdengar jelas di telinga Dika. "Hidup nggak perlu dibawa serius Dik, nikmatin aja."

"Kita dikeluarin dari kelas loh Fad, jangan mikir suruh nikmatin!"

Fadli meletakkan ponselnya, tangannya terulur untuk meraih gelas jus milik Dika dan menegak habis isinya ketika menyadari ada tanda-tanda kedatangan seseorang yang akan sedikit mengusik ketenangan Dika sebentar lagi.

Satu..

Dua..

Tiga..

"Hai Dik."

MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang